Agama adalah sesuatu yang absolut maka kebenaran agama diterima dengan kepercayaan (al-yaqin), ketulusan (al-ikhlas), dan kepasrahan (al-islam), sementara kebenaran dalam budaya diterima dengan pemahaman logika, kepatuhan, emosi, dan senantiasa dalam dinamika perubahan.
Jauh sebelum Al-Qur’an turun, umat manusia sudah berkreasi membangun pola hidupnya sendiri dan itulah budaya. Jadi budaya tidak lebih dari kreasi hasil manusia itu sendiri. Persoalannya adalah apakah budaya itu pasti baik, apa juga pasti benar?
Untuk menilai apakah sebuah budaya itu benar dan tidak, baik atau tidak dibutuhkan sebuah hakim pemutus yang berpacu pada landasan kitab suci. Lalu agama dengan kitab sucinya yang dibawa oleh para nabi memberi bimbingan sekaligus penilaian. Pilihannya ada tiga yakni,
Pertama, budaya yang notabennya sebagai produk bumi itu, jika sudah cocok dengan kehendak langit (agama) maka harus dilestarikan. Kedua, budaya yang tidak sesuai, maka dikoreksi, diganti atau dihabisi bila perlu. Ketiga, budaya yang kosong dan belum ada nilai, maka diwarnai dengan agama.
Kemudian Al-Qura’an hadir membenarkan apa yang telah diterapkan oleh kitab suci sebelumnya atau yang sudah dilakukan oleh para nabi di masa lalu.
Salah satu contohnya, data ayat-ayat suci menunjukan, bahwa tradisi nikah umat terdahulu tidak ada keharusan seiman. Istri Nabi Nuh As dan Nabi Luth As adalah wanita pendurhaka dan ingkar terhadap risalah yang diemban oleh suaminya. (Al-Tahrim: 10)
ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ ٱمۡرَأَتَ نُوحٖ وَٱمۡرَأَتَ لُوطٖۖ كَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَيۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَٰلِحَيۡنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمۡ يُغۡنِيَا عَنۡهُمَا مِنَ ٱللَّهِ شَيۡٔٗا وَقِيلَ ٱدۡخُلَا ٱلنَّارَ مَعَ ٱلدَّٰخِلِينَ
“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)”.
Begitupula dengan Asia binti Muzahim, wanita yang teramat shalihah yang diperistri oleh raja kafir super brutal, raja Fir’aun (Al-Tahrim: 11)
وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱمۡرَأَتَ فِرۡعَوۡنَ إِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ٱبۡنِ لِي عِندَكَ بَيۡتٗا فِي ٱلۡجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.”
Lalu dikoreksi oleh Al-Qur’an, bahwa pernikahan haruslah seiman, sehingga nikah beda agama dilarang (Al-Baqarah: 221)
وَلَا تَنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكَٰتِ حَتَّىٰ يُؤۡمِنَّۚ وَلَأَمَةٞ مُّؤۡمِنَةٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكَةٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡۗ وَلَا تُنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤۡمِنُواْۚ وَلَعَبۡدٞ مُّؤۡمِنٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَكُمۡۗ أُوْلَٰٓئِكَ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلنَّارِۖ وَٱللَّهُ يَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱلۡجَنَّةِ وَٱلۡمَغۡفِرَةِ بِإِذۡنِهِۦۖ وَيُبَيِّنُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.
Hal itu karena Al-Qur’an menggagas bahwa menikah harus seiman dan seagama, agar kelak mendapatkan kebahagiaan yang tidak hanya bahagia dunia, bahkan mengikuti kebahagiaan di akhirat kelak. Berbeda dengan pernikahan yang berbeda agama, hanya mampu meraih kebahagiaan dunia saja.
Buku “Mahabbatuna, Menggores Aksara Bernapas Cinta” adalah suatu karya yang di tujukan kepada sepasang dua insan yang baru saja mengikat suatu janji suci, yakni Faturrochman Karyadi dengan perempuan pilihannya, Syaroh Yulyasri.
Buku yang di tulis oleh beberapa sahabat dan sekaligus guru mereka, diperuntukkan sebagai kado atas pernikahan mereka. Pada buku ini, kita akan menyelami hakikat sesungguhnya arti dari pernikahan. Menyibak misteri sekaligus menyajikan indahnya sebuah makna dari pernikahan. “sejatinya, bahwa menikah itu ibadah. Bercumbu itu ibadah. Membahagiakan itu ibadah. Cari nafkah itu ibadah. Mendidik anak juga ibadah. Dan modal utama mengarungi bahtera rumah tangga yang bernilai ibadah adalah الحق dan الصبر Tetaplah dalam الحق agar pernikahan kalian penuh ibadah, dan tetaplah الصبر agar perjanjian berat ini mampu kalian pikul dengan enteng. (hal. 10)
Sehingga dalam menjalankan bahtera rumah tangga, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk memberikan kado indah kepada sesama, dengan sebuah doa:
بارك الله لك وبارك عليك وجمع بينكما في خير
“Semoga engkau diberikan keberkahan di saat suka dan duka, dan semoga kalian dikumpulkan dalam kebaikan.” (hal. 100)
- Judul buku: Mahabbatuna, Menggores Aksara Bernapas Cinta
Penyusun: Faturrochman Karyadi & Syaroh Yulyasri
Penerbit: Mata Aksara
Cetakan: Pertama, 26 Desember 2020
Halaman: XVI + 170 halaman
ISBN: 9786025768408
Peresensi: Dimas Setyawan Saputra