cerita santri di pesantren
ilustrasi: amir/to

Oleh: Wan Nurlaila*

Pagi yang cerah telah menerangi jendela para santri putri Pondok Pesantren An-Najah Jawa Barat. Para ustadzah pun sudah berdatangan dan menggedor pintu kamar yang di dalamnya masih terlihat santri yang meringkuk dengan hangat selimutnya. 

Semua dipanggil untuk menghadap ke bidang mudarosah karena tidak melaksanakan jamaah wajib yaitu jamaah Subuh. Satu per satu nama pun dipanggil dan melaksanakan takziran. Tidak terkecuali Vannya dan ketiga sahabatnya yang selalu meninggalkan jamaah Subuh. 

“Vannya Safira Elmira, kamu lagi kamu lagi kamu lagi, kenapa sih masih suka melanggar, nggak takut apa kalau kamu bangun tiba-tiba udah di alam kubur?” ucap mbak Azizah selaku ketua mudarosah pondok.

“Yaelah mbak, mbak, kek gak tau aja bolos jamaah, jangan sok suci deh. Aku pernah lihat lo sampean itu nggak jamaah,” sindir Vannya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Wajar dong saya kan banyak kesibukan, makanya saya kadang izin nggak jamaah, lah kamu udah ketahuan nggak jamaah masih aja nyindir-nyindir nggak terima. Mana soti-sotimu?” tegas mbak Azizah.

“Dih… dih… dih…, si paling pengurus paling top deh apa-apa dimaklumi.” suara Vannya meninggi di hadapan pengurus.

“Astaghfirullah Vannya!” mbak Azizah pun bersiap menampar Vannya tapi ternyata ditahan oleh ketiga sahabatnya Vannya.

“Ehh, eh, ehh, si paling pengurus berani main tangan nih, udah setinggi apa derajat lo mau nampar nampar?” ucap Asya.

“Laporin aja nih ke bunyai, pengurus sok suci gini mending dikasih SK aja!” tambah Dina dengan gelak tawanya.

Tiba-tiba dari arah belakang datang mbak Fira dan mbak Sinta yang menengakan perseteruan antara mereka.

“Vannya, Asya, Dina  tolong jaga omongan kalian.” ucap mereka.

“Apalagi ni orang dateng-dateng nyambar ae…” ucap Vannya

“Udah-udah, Vanyya, Asya, Dina ayo ikut saya menghadap ustadzah Shafa.”

Seketika Vanyya, Asya, dan Dina benar-benar terkejut atas apa yang baru mereka dengar. Karena ustadzah Shafa adalah ustadzah paling tegas dan tidak pernah segan-segan memberi hukuman yang berat meskipun kepada santri putri.

Akhirnya mereka bertiga pun mengekori mbak Fira dan Sinta dari belakang. Dengan pandangan saling tatap mereka tertunduk saat mereka benar-benar berada tepat di hadapan ustadzah Shafa.

“Vanyya, Asya, Dina sudah berkali kali saya menghukum kalian ternyata kalian tidak jera, alasan apalagi yang akan kalian katakan kepada saya?”

“Ngapunten ustadzah kita bertiga begadang habis nugas jadi ngantuk makanya nggak ikut jamaah.” sahut Asya.

“Itu urusan kalian, mau nugas, mau ngapain kek. Dan sholat wajib berjamaah itu kewajiban yang ga boleh ditinggalkan. Kalian tahu kan hikmah sholat jamaah itu apa?” ustadzah Shafa menyidang mereka bertiga. Mereka bertiga pun terdiam dan tidak ada yang berani menjawab.

“Setelah ini saya akan bawa kalian menemui kiai dan bu nyai, mbak tolong diantarkan ke ndalem kasepuhan biar mereka disidang di ndalem saja.” ucap ustadzah Shafa. Mereka terdiam dan mata mereka berkaca-kaca. Semenit kemudian mereka telah tiba di ndalem kasepuhan. 

5 menit berlalu, sampai ustadzah Shafa pun telah hadir bersama mereka. Jawaban dari ndalem belum ada. Untuk ketukan pintu yang kedua. “Assalamualaikum…” ucap ustadzah Shafa.

Seketika pintu terbuka dan terlihat bu nyai Aminah sedang berdiri di hadapan meraka.

“Loh mbk Shafa, monggo pinarak.”

“Njih Ummi,” santri sangat akrab memanggil bu nyai dengan sebutan Ummi. 

Ustadzah Shafa pun memberi kode ke mereka semua untuk segera masuk mengikuti perintah Bu Nyai Aminah.

“Monggo pinarak mbak, ada apa ya kok rame?” nada lembut bu nyai memang menjadi obat bagi setiap santri saat mendengar beliau berbicara.

“Ngapunten niki ada beberapa santri yang berkali-kali sengaja meninggalkan jamaah, dan sudah berkali-kali ditakzir dan disanksi mereka masih tetap sengaja tidak ikut jamaah ummi,” ucap ustadzah Shafa sambil menunduk.

“Oalah begitu, monggo-monggo dibuka jajannya saya mau manggil abah dulu ya,” ucap bu nyai Aminah.

Semenit kemudian bu nyai Aminah datang bersama kiai Munir.

“Masyallah santri-santriku ada apa ke sini tumben?” sapa kiai Munir. Kiai ini memang dikenal sangat ramah dan sabar.

“Ini loh katanya ada yang sengaja nggak jamah bah.” sahut bunyai sambil menatap dengan senyum ke arah Vannya.

“Sinten yang nggak jamaah?” tanya kiai Munir ke arah santri. Mereka semua terdiam dan saling tatap.

“Nggeh mpun, jadi begini aja ya mbak. Sampean-sampean semua kan sudah pasti paham dan mengerti hikmah orang yang jamaah sama yang nggak jamah kan mbak?” tanya Kiai Munir.

Mereka menangguk secara bersamaan, “Lah iyaa, seharusnya lek udah tau jangan ditinggalkan rugi, bener-bener rugi. Lah wong sing jamaah pahalanya dapet 27 sedangkan sholat sendiri atau munfarid pahalanya 1. Hayooo banyakan mana? yaa jelas banyakan yang jamaah.” Kiai Munir memberi nasihat pada mereka.

Jamaah meskipun dia masbuk tetap dihitung 27 loh, padahal dia telat. Lebih baik telat daripada tidak melaksanakan sama sekali. Kenapa menjalankan hal yang diperintah allah itu berat, karena kita diperintah orang lek diperintahkan jengkel yaa jadinya males, lek melakukan hal yang dilarang kenapa mereka mau soal e nggak di perintah dan melakukanya itu gampang makanya sering dilakukan oleh orang-orang. Dalam hadis nabi juga dijelaskan orang yang selalu berjamaah sholat subuh akan mendapat perlindungan dan pembebasan dari api neraka. Suara lembut Yai Munir sepertinya terdengar baik di hati para santri.

“Jadi ustadzah, mereka ditakzir lagi selama seminggu jadi imam sholat 5 waktu di mushala nggeh.” tutur Yai Munir melihat ke arah ustadzah Shafa. Ustadzah Shafa pun mengangguk. 

Setelah itu mereka semua pulang dan kembali ke pondok. Setelah mendengar penjelasan tersebut Vannya, Asya, dan Dina terlihat pucat dan sangat ketakutan. “Inget selama seminggu lo yaa,” ucap ustdzah Shafa.

“Oh iya mbak Fira dan mbak Sinta tolong dipantau.” tambah ustadzah Shafa sambil melirik sinis. Ternyata hari demi hari takziran mereka bertiga telah usai kini saatnya mereka terbebas dari takziran dan bisa hidup dengan tenang tanpa memikirkan maqro seperti seminggu kemaren. 

Tapi ternyata mereka mendapat panggilan dari mbak Azizah, “barusan saya dipanggil ke ndalem dawuh abah dan ummi kalian bertiga dimintai tolong menjadi badal sholat ketika beliau tindak.”

Serempek mereka bertiga teriak, “Apaaaaa? Lohhh kok ngunu…” ucap mereka.

“Ndaak tau pokok sanjang beliau gitu.”

“Iya wes mbak kita ke kamar dulu.” ucap Vanyya.

Setelah mendapat kabar itu mereka bertiga kembali tepar mengingat ucapan yang barusan mereka dengar. Dan setelah itu mereka langsung membuat jadwal untuk jaga-jaga abah dan umi nggak bisa rawuh.

Dari pantauan abah dan umi, ada capan bangga para 3 santri yang telah menjadi imam yang sangat baik itu. Dengan capaian mereka karena mereka bertiga kini makin rajin dan mau menerima perintah dari abah dan umi. Setelah melihat itu, abah dan umi memberitahu bahwa mereka bertiga akhir bulan November akan berangkat umroh gratis. Mendengar itu, Vannya, Asya dan Dina menangis sejadi-jadinya sambil berpelukan.

*Santri Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.