Sumber: https://fitzania.com/

Pertanyaan:

Assalamualaikum
Saya seorang istri dan ibu dari satu anak. Suami saya ingin mempunyai anak lagi, tetapi saya memberikan syarat agar suami melunasi hutangnya dulu. Suami tidak setuju dan beranggapan saya takut miskin. Saat ini kami tinggal menumpang di rumah orang tua termasuk semua kebutuhan hidup rumah tangga (alias gratis). Karena suami penghasilan minim sekali. Untuk bayar hutang saja tiap bulan hanya bisa bayar setengah angsuran saja. Suami berhutang karena menggunakan uang perusahaan untuk judi semenjak pernikahan kami, sehingga suami kehilangan pekerjaan. Setelah saya nasehati sekarang suami tidak pernah lagi judi. Sebagai gambaran saat hamil anak pertama. dari mulai kontrol kehamilan hingga kebutuhan calon bayi saya yang mengeluarkan biaya sendiri. Pada saat melahirkan saya dibantu ibu mertua untuk biayanya. Dengan pengalaman tersebut saya memutuskan menunda untuk mempunyai anak lagi sampai hutang suami lunas terlebih dulu. Mohon bantuannya, saya harus bersikap bagaimana yang benar?

Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb

Hamba Allah

Jawaban:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Waalaikum salam wr. wb

Pemasalahan ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, permasalahan tersebut dilihat dari pokok masalah, yaitu kondisi suami yang masih ada hutang sehingga menimbulkan beban psikis dan materi di pihak istri. Dapat dipahami bahwa seorang seseorang yang telah berkeluarga akan memperhitungkan keadaan ekonominya. Berusaha untuk tidak bergantung pada orang tua. Akan timbul kekhawatiran ketika suami yang kehilangan pekerjaan ataupun masih mempunyai hutang, ingin mempunyai anak lagi. Tentunya, untuk mempunyai anak lagi dari sejak mengandung, melahirkan, hingga membesarkan akan membutuhkan biaya. Secara rasional, dengan kondisi yang demikian memang akan berat, khususnya bagi sang istri karena khawatir akan merepotkan orang tua kembali.

Di sisi lain, istri mempunyai kewajiban untuk taat kepada suami, karena wanita yang telah menikah ridho Allah tidak lagi pada orang tua namun pindah di bawah ridho suaminya. Hal inilah yang mewajibkan istri untuk taat kepada suami. Akan tetapi, istri tidak serta merta harus mematuhi suami. Istri harus mengikuti apa yang diperintahkan suami selama suami adil dan tidak dzalim dan apa yang diperintahkan tidak bertentangan dengan perintah Allah. Sehingga apabila suami sudah benar-benar bertaubat kepada Allah dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, istri wajib mengikuti apa kemauan suami. Memang bila dipikirkan secara logis, beban keluarga akan bertambah untuk membiayai kebutuhan anak yang baru.

Akan tetapi, bila keinginan mempunyai anak didasarkan pada niat baik karena Allah, Allah telah menjanjikan bahwa setiap anak telah disiapkan sendiri oleh Allah rezeki masing-masing.

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ

Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An’am [6]: 151) 

Sehingga, tidak pantas kiranya pesimis bahwa Allah tidak memberikan rizki untuk sang anak. Namun perlu diingat bahwa rezeki haruslah dijemput, oleh karenanya tetap harus berusaha.

 وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Thalaq [65]: 2-3)

Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengomunikasikannya kepada suami mengenai keinginan Ibu. Tapi Ibu juga tetap harus berbaik sangka kepada Allah bahwa Allah akan mencukupi rizki keluarga. Dengan demikian, kedua belah harus berkomitmen untuk berusaha dan terus bertawakal kepada Allah untuk berubah menjadi lebih baik.

والله أعلمُ بالـصـواب


Publisher: Farha Kamalia