Ali Mustajib (kanan) alumni Pesantren Tebuireng yang kini berkhidmat di Rumah Produksi Tebuireng, mengambangkan dunia perfilman pesantren. (Foto: maksi/kopiireng)

Sejarah mencatat, Pesantren Tebuireng dipercaya sebagai lembaga yang sukses mencetak generasi berbakat dan mampu berkiprah di masyarakat. Hal ini juga semakin dikuatkan dengan hadirnya alumni yang membawa angin segar dalam dunia perfilman Pesantren. Salah satunya adalah Ali Mustajib lulusan Tebuireng tahun 2008, yang kini sukses berkarir di dunia perfilman.

Pria yang merupakan ayah dari satu putri itu, kini mendalami perannya sebagai DOP serta editor di Rumah Produksi Tebuireng (MAKSI) yang merupakan unit Media dalam naungan yayasan Pesantren Tebuireng.

Perjalanannya di dunia perfilman tentu tidak mulus. Ia telah melalui banyak tahapan hingga kini memilih berkiprah dan berkhidmat ke Pesantren Tebuireng dengan cara mengabdikan ilmunya untuk mengembangkan Rumah Produksi Tebuireng. Ali Mustajib atau yang biasa dipanggil Mas Ajib, sejak tahun 2019 berperan sebagai sutradara di film layar lebar rumah produksi Tebuireng yakni SAKINAH, hingga saat ini ia memutuskan untuk kembali lagi di Tebuireng.

Seperti pengakuannya, sebelum ia benar-benar memutuskan ingin berkarir di Tebuireng, ia sempat menjadi Art di salah satu PH (Production House) di Surabaya. Selama kurang lebih 4,5 tahun berkarir di salah satu stasiun televisi di Surabaya, ia belajar editing dan tentang dunia perfilman, hingga akhirnya memutuskan untuk kembali lagi ke Tebuireng.

Saat ditanya oleh tim tebuireng.online kembalinya ke Pesantren Tebuireng karena berpikir selain Tebuireng merupakan pondoknya dulu, ia juga ingin mengembangkan ide yang dimiliki selama belajar di Surabaya agar perfilman di Tebuireng bisa mengalami kemajuan yang baik.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lalu, kehadirannya di event Talkshow Film Clinic yang digelar oleh Maksi beserta timnya, ia berbagi banyak pengalaman kepada ratusan peserta yang termasuk para santri. Lelaki kelahiran 1990 ini menjelaskan tentang semua hal yang berkaitan dengan film, mulai dari ora produksi, yakni rangkaian acara sebelum shooting dilakukan, kemudian saat produksi yakni proses shooting, dan pasca produksi yakni proses editing dan peluncuran hasil shooting.

Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan kesenangannya di dunia film ini, yang ia pelajari secara mandiri sejak lulus dari pondok pesantren. “Saya bisa seperti saat ini ya berkat usaha, saya tidak kuliah khusus film, dulu saat di Surabaya saya kerja di salah satu rumah produksi, awalnya ya nggak langsung jadi DOP gini, dulu sempet jadi ART, jadi teknisi juga, setelah itu saya belajar soal kamera, gimana cara buat film yang bagus sampai seperti saat ini,” ungkapnya seraya mengucap syukur berkali-kali.

Selain menjadi DOP, ia juga sudah menciptakan banyak karya film seperti Sakinah, Luqothoh, Nasehat dari Hantu, Yang Tersembunyi, Keluarga 4.0, Tak Bisa Mencintai Indonesia dengan Mewah.

Lelaki dari 3 bersaudara yang kini sudah memiliki satu orang anak tersebut, kini juga memiliki usaha sampingan yakni kedai kecil bertempat di gang 5 Tebuireng “KEDAI MULTEA”.

“Terjun di dunia perfilman adalah sebuah tantangan yang dimana itu seperti melukis sebuah cahaya, di mana dalam film itu membutuhkan banyak ornamen seperti art lighting kamera, dimana itu saling berkesinambungan.” tutupnya dalam sebuah wawancara.

Pewarta: Albii