sumber ilustrasi: imagesufi

Oleh: Al Fahrizal*

Dalam hikayat-hikayat dunia sufi, nama Rabiah Al-Adawiyah merupakan nama dengan urutan atas dari banyak ulama-ulama sufi lain. Rabiah merupakan perempuan yang memiliki pandangan luar biasa dalam menjalani kehidupan dan meraih rida serta cinta Tuhan. 

Ibu dari para sufi ini diperkirakan lahir pada 713-717 M atau 95-99 H di Kota Basrah, Irak. Pandangan-pandangan spiritualnya terus hidup di kalangan sufi selanjutnya. Rabiah bukan termasuk kalangan elit, sebaliknya ia lahir dan tumbuh dari keluarga yang miskin dengan rumah gelap gulita, tanpa penerangan sama sekali. Ia menjadi yatim piatu dan pernah melewati masa kelaparan, bahkan dijual sebagai budak.

Rabiah juga merupakan seorang ulama yang dihormati oleh banyak ulama lain. Di antara para ulama yang menaruh takzim kepadanya adalah Sufyan At-Tsauri, Al-Hasan Al-Bashri, Malik bin Dinar, dan Syaqiq Al-Balkhi.

Mengutip dari laman pengajian Dr. Fakhruddin Faiz, Rabiah Al-Adawiyah ketika malam tiba tidak pernah tidur, kecuali hanya sesaat. Namun, saat terbangun dari lelapnya Rabiah selalu mengutuk dirinya sendiri yang terlelap sebentar tersebut dengan buaian syair.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Wahai jiwa, berapa lama engkau tertidur? sampai kapan engkau akan tertidur? engkau terlalu nyenyak tidur, akankah engkau tertidur saja tanpa terbangunkan kembali, kecuali oleh terompet hari kebangkitan?” untaian kata-kata tersebut diucapkan dengan tujuan untuk mendidik dirinya sendiri.

Kemudian, ada satu syair yang terkenal ketika malam akan tiba, perempuan suci tersebut akan bertutur, “Wahai Tuhanku, tenggelamkanlah daku dalam mencintaiMu, sehingga aku tidak lagi membimbangkanMu. Yaa Rabbi, bintang di langit telah gemerlapan, mata telah bertiduran, pintu-pintu istana telah terkunci, dan setiap pecinta telah menyendiri dengan yang dicintainya, namun inilah aku berada di hadiratMu.”

Dan ketika pagi datang, Rabiah akan bersenandung, “Tuhanku malam telah berlalu dan siang segera menampakkan diri. Aku gelisah apakah amalanku Engkau terima hingga aku merasa bahagia? Ataukah Engkau tolak sehingga aku merasa gelisah. Demi ke-Maha kuasaan-Mu, inilah yang akan aku lakukan selama Engkau memberi aku hidup. Sekiranya Engkau usir aku dari depan pintuMu, aku tak akan pergi karena cintaMu telah memenuhi hatiku.”

Ada pula satu gubahan syair yang bermaksud hanya Allah saja yang kuinginkan. “Kujadikan Engkau teman bercakap dalam hatiku. Tubuh kasarku biar bercakap dengan yang duduk, jisimku biar bercengkrama dengan taulanku, namun isi hatiku hanya tetap Engkau sendiri.” 

Pun demikian syair berikut ini yang sangat masyhur dan kerap kali disampaikan, yaitu, “Yaa Allah, apapun yang akan Engkau karuniakan kepadaku di dunia ini, berikan pada musuh-musuhMu. Dan apapun yang Engkau karuniakan padaku di akhirat, kasih pada sahabat-sahabatMu. Karena Engkau sendiri telah cukup bagiku.”

“Yaa Allah, jika aku menyembahMu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembahMu karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya. Tetapi, jika aku menyembahMu demi Engkau semata, janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu yang abadi padaku.” Syair ini sangat populer karena sering diucapkan oleh penceramah dan dai-dai.

Demikian pula dikisahkan, bahwa Rabiah pada suatu hari membawa seember air, kemudian ditanya oleh orang-orang, “hai Rabiah hendak ke mana membawa air?” Rabiah menjawab, “Aku ingin ke neraka, ingin memadamkan api neraka.” Pun suatu waktu rabiah membawa obor api, dan ditanya kembali oleh orang-orang, “apa yang engkau lakukan dengan api itu?” Rabiah menjawab, “aku ingin ke surga, membakar surga.”

Perilaku Rabiah di atas merupakan sindiran kepada manusia bahwa seringkali manusia beribadah hanya takut neraka atau mengharap surga. Namun mereka lupa bahwa Allah adalah tujuan sebenarnya. Innalillahi wa innailaihi raji’un.

*Mahasantri Tebuireng.