Sumber gambar: http://www.nu.or.id

Ulama Indonesia memiliki peran dalam perkembangan Islam baik di Indonesia maupun mancanegara. Syekh Nawawi Al Bantani merupakan salah satu ulama Indonesia yang masyhur baik dikalangan nasional maupun internasional. Nawawi Al Bantani seorang ulama Indonesia bertaraf internasional yang menjadi Imam Masjidil Haram.

Syekh Nawawi Al Bantani, mendapatkan banyak julukan diantaranya Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A’yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam ‘Ulama Dua Kota Suci). Gelarnya al-Bantani berasal dari Banten, Indonesia. Nawawi Al Bantani seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab, jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.

Masa kecil

Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi al-Bantani, lahir di Tanara, Serang, 1230 H/1813. Tanara merupakan kampung dari sebuah desa kecil Tirtayasa yang tradisi agamanya sangat kuat. Nawawi merupakan putra sulung dari dari tujuh bersaudara, diantaranya Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah, dan Sariyah.

Ibunya Zubaedah dan Syekh Umar bin Arabi al-Bantani merupakan ayah sekaligus ulama di Banten, Nawawi masih memiliki hubungan darah dengan nabi Muhammad melalui jalur nasab Kesultanan Baten, ia adalah keturunan ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten putra Sunan Gunung Jati Cirebon.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada usia lima tahun Nawawi sudah mengenyam pendidikan agama Islam langsung dari ayahnya, ia mempelajari tentang pengetahuan dasar seperti bahasa Arab, fiqih, tauhid, Al Quran dan tafsir besama dengan saudara-saudaranya. Saat usia delapan tahun bersama kedua adiknya Tamim dan Ahmad berguru pada KH. Sahal seorang ulama ternama di Banten pada masanya. Dan melanjutkan pendidikannya pada Syekh Baing Yusuf Purwakarta.

Diusa yang belum genap lima belas tahun, ia telah mengajarkan ilmunya kepada banyak orang, kian hari kian bertambah orang yang ingin belajar kepadanya. Kemudian Nawawi memilih tempat dipinggir pantai sehingga lebih leluasa. Tepat pada usianya lima belas tahun ia menunaikan haji dan kemudian berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Makkah saat itu.

Syaikh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Serang dan dikaruniai tiga orang anak: Nafisah, Maryam, Rubi’ah. Sang istri wafat mendahuluinya.

Pendidikan

Syekh Nawawi bermukim di Makkah selama tiga tahun, saat ia menetap di Syi’ib  Mekkah ia mengajar di depan halaman rumahnya, mulanya terdepat puluhan murid yang kemudian berkembang menjadi lebik banyak dari berbagai penjuru dunia, ia terkenal dalam bidang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf.

Syekh Nawawi semakin masyhur saat ia ditunjuk menjadi Imam Masjidil Haram menggantikan Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi atau Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Tidak hanya di kota Mekkah dan Madinah saja dia dikenal, bahkan di negeri Suriah, Mesir, Turki, hingga Hindustan namanya begitu masyhur.

Adapun murid yang berguru padanya adalah ulama-ulama besar, diantaranya adalah Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Kholil al-Bangkalani, Syekh Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri, Syekh Tubagus Muhammad Asnawi al-Bantani, Caringin, Labuan, Pandeglang, Syekh Abu al-Faidh Abdus Sattar bin Abdul Wahhab ad-Dahlawi, Delhi, India – Pengajar di Masjidil Haram, Sayyid Ali bin Ali al-Habsy – Pengajar di Masjidil Haram, Syekh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani, Pattani, Thailand, K.H. Saleh Darat as-Samarang, KH. Hasyim Asyari, Jombang- Pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Ahmad Dahlan, Yogyakarta – Pendiri Muhammadiyah, dan beberapa ulama yang lainnya.

Peranan

Syekh Nawawi memiliki peran penting di tengah para ulama Jawa, mengembangkan pendidikan Islam, melibatkan ulama-ulama Jawa dengan studi Islam secara serius dan mencetak kader ulama yang mampu menegakkan kebenaran. Selain menjadi dalam bidang agama Syekh Nawawi merupakan serorang yang berjiwa nasionalisme dengan menumbuhkan jiwa kemerdekaan melalui pendidikan yang diajarkannya kepada murid-muridnya.

wallahua’lam bi shoab.


*Oleh Nazhatuz Zamani.

Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber.