Muhammad Mahfudz Kecil

Syaikh Mahfudz memiliki nama lengkap Muhammad Mahfudz bin Abdullah bin Abdul Manan bin Dipomenggolo at Tarmasi al Jawi. Beliau lahir pada tanggal 12 Jummadil Ulla (25 Rojab) tahun 1258 yang bertepatan 31 Agustus 1842 M. Dilahirkan di Desa Tremas, Kecamatan Arjosari, Kabupaten, Pacitan, Jawa Timur (pada masa itu desa Tremas masih termasuk wilayah Karasidenan, Solo, Jawa Tengah) saat Syaikh Mahfudz lahir Kiai Abdullah (Ayahnya) sedang berada di Mekkah, Ia merupakan putra tertua Kiai Abdullah.

Kala ayahnya bermukim di Mekkah, Syaikh Mahfudz kecil diasuh oleh ibu dan pamannya, ibu dan pamannya lah yang pertama kali mengenalkan nilai-nilai dan praktik keagamaan kepadanya. Kemudian beliau belajar membaca Al Quran dan ilmu agama tingkat dasar kepada ulama-ulama Jawa.

Syaikh Mahfudz memiliki banyak saudara, di antranya adalah KH. Dahlan, Nyai Tirib, KH. Dimyathi yang juga pernah belajar di Mekkah serta ahli dibidang ilmu waris, Nyai Maryam, KH. Muhammad Bakri yang ahli Qiro’ah, Sulaiman Kamal, Muhammad Ibrahim, dan KH. Abdurrozaq, yang merupakan ahli Tarekat dan seorang Mursid yang mempunyai pengikut di seluruh Jawa.

Pada saat umur 6 tahun, beliau sempat dibawa ayahnya ke Mekkah tahun 1264H /1848M. Di Mekkah, sang ayah memperkenalkan beberapa kitab penting kepadanya. Syaikh Mahfudz menganggap KH. Abdullah lebih dari sekedar seorang ayah dan guru. Syaikh Mahfudz menyebutnya sebagai murobbi waruhi (pendidikku dan jiwaku). Adapun yang beliau pelajari dari ayahnya adalah ilmu tauhid, ilmu Al Quran, dan Fikih. Dari ayahnya beliau mengkaji kitab Syarah al Ghayah li Ibni Qasim al Ghuzza, al Manhaj al Qawim, Fath al Mu’in, Fath al Wahab, Syarh Syarqawi ‘ala al Hikam dan sebagian Tafsir al Jalalain.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Perjalanan Keilmuan Syaikh Mahfudz

Syaikh Mahfudz melanjutkan perjalan belajar, setelah kepada ayahnya, kemudian merantau ke Semarang untuk belajar kepada Kiai Muhammad Saleh bin Umar as-Samaranji, salah seorang ulama besar di Jawa pada abad ke-19 yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai Saleh Darat (1820-1190 M). Kepada Kiai Saleh Darat ini, beliau mempelajari Tafsir al Jalalain kitab Wasilah ath Thullab dan Syarh al Mardini dalam ilmu falak.

Kiai Abdullah pada tahun-1872 M mengirimkan putra-putrany, temasuk Syaikh Mahfudz muda dan KH Dimyati (adiknya) ke Mekkah untuk belajar, karena pesantren yang diasuh oleh ayahnya semakin berkembang pesat, dan banyak santri yang berdatangan dari berbagai nusantra. Pondok yang diasuh oleh Kiai Abdullah menekankan pada Qowaídu al Lughah al Arabiyyahnya.

Cara Syaikh Mahfudz mendapatkan pengetahuan berfariasi. Terkadang beliau memusatkan perhatiannya pada apa yang di uraikan oleh guru dalam majelis yang diadakan di beberapa masjid. Yang paling sering, beliau membaca kitab di hadapan gurunya, menunggu koreksi dan komentarnya. Dalam kasus yang pertama dan kedua, beliau merupakan murid yang dinamis. Antusiasnya untuk memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan Islam bisa dilihat dari berbagai guru yang ditemuinya.

Adapun guru yang pernah beliau datangi untuk belajar baik sebelum bermukim di Mekkah maupun ketika beliau sudah bermukim di Mekkah, berasal dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti fikih, hadis, ilmu-ilmu tata bahasa Arab, ilmu qari’at, di antaranya adalah Kiai Abdullah (ayahnya), Syaikh Saleh Darat atau Syaikh Muhammad Saleh bin Umar al Samaranji, Syaikh Muhammad al Munsyawi, Syaikh Umar bin Barokat asy Syami, Syaikh Musthofa bin Muhammad bin Muhammad bin Sulaiman al Afifi, al Allamah al Habib Sayyid Husain bin Muhammad bin Husain al Habsyi, dan beberapa ulama lainnya.

Syaikh Mahfud memiliki karya khusus yang mencatat semua sanad dari setiap ilmu yang beliau pelajari. Kumpulan sanad tersebut terdapat dalam karyanya yang berjudul Kifayah al Mustafid. Diceritakan dalam kitab itu, bahwa selain terkenal sebagai seorang alim yang khusyu` dalam ibadah, tawadu dalam tingkah laku, rido dan sabar dalam berbagai sikap, juga sebagai seorang ahli dalam Hadis Shahih Bukhori.

Sang Ayah Wafat, Memilih Tetap di Mekkah Hingga Akhir Hayat

Pada saat beliau dan adiknya sedang belajar di Mekkah, beliau mendapatkan kabar bahwasannya Kiai Abdullah (ayahnya) wafat pada hari Selasa, 29 Sya’ban 1314 H/1894 M. Setelah mendapatkan kabar tersebut Syaikh Mahfudz mengirimkan KH Dimyati (adiknya) pulang ke Jawa, kemudian Kiai Dimyathi inilah yang menggantikan posisi sang ayah di Tremas.

Sejak saat itulah Syaikh Mahfudz menetap di Mekkah, beliau belajar juga mengajar di Mekkah, beberapa rekan belajarnya kembali ke Jawa termasuk KH Dimyathi (adiknya), dan Kiai Kholil Bangkalan, mereka kembali ke daerahnya dan mengembangkan ilmu-ilmu yang telah didapatkan. Syaikh Mahfudz menikah dengan Nyai Muslimah, seorang putri asal Demak, Jawa Tengah, yang kala itu sedang menunaikan haji pada dekade pertama abad XX.

Dari pernikahannya dengan Nyai Muslimah beliau memiliki satu putra bernama Muhammad, dan memiliki dua saudari permpuan yang telah meninggal pada usia lima tahun. Muhammad menjadi putra satu-satunya yang masih hidup pada masa itu, sehingga ia didorong oleh Syaikh Mahfudz (ayahnya) untuk mempelajari ilmu Al Quran.

Setelah bermukim dan mengajar ilmu di Mekkah selama 40 tahun, Syaikh Mahfudz wafat di Mekkah pada hari Rabu, tanggal 1 Rojab 1338 H, bertepatan dengan 20 Maret 1920 M. Sejak beliau berangkat ke Mekkah, beliau berharap agar hidupnya berakhir di sana. Beliau dimakamkan di Ma`la, Mekkah, berdampingan dengan makam Sayidah Khadijah, Istri Nabi Muhammad SAW. Lokasi tersebut berada dalam pemakaman keluarga gurunya, Sayyid Abi Bakar Muhammad Shato.

Muhammad, putra Syaikh Mahfudz melaksanakan wasiat sang ayah dengan keberhasilannya menjadi guru di bidang Al Quran. Selain itu Muhammad juga berhasil mendirikan pesantren yang mengedepankan disiplin Al Quran yaitu pesantren “Bustanul Usyaqqil Qur’an” di Betengan, Demak, Jawa Tengah yang memilki banyak santri dari berbagai penjuru Nusantara. Muhammad meninggal pada Hari Ahad, 13 Oktober 2013, kemudian kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh KH Muhammad bin Harir bin Muhammad.

Ulama Asal Indonesia, Dikenal Dunia

Syaikh Mahfudz At-Tarmasi adalah salah satu ulama asal Indonesia yang dikenal luas oleh dunia Islam. Pada paruh akhir abad ke-19, beberapa ulama Indonesia yang kepakaran dan keilmuannya di bidang agama diakui dunia Islam, dan diberikan kesempatan untuk mengajarkan ilmunya di Masjid al-Haram. Kurang lebih ada tujuh ulama asal Indonesia yang terkemuka dan dikenal luas.

Di antaranya adalah Syaikh Mahfudz at Tarmasi asal Jawa Timur, Syaikh Nawawi al Bantani asal Jawa barat, Syaikh Ahmad Khatib al Minangkabawi asal Sumatra barat, Syaikh Muhtarom al Banyumasi asal Jawa tengah, Syaikh Bakir al Banyumasi asal Jawa tengah, Syaikh As‘ari Bawean asal Jawa Timur, dan Syaikh Abdul Hamid Kudus asal Jawa tengah.

Ulama ulama tersebut, selain keilmuannya yang diakuai secara dunia, juga menjadi kebanggaan bangsa, dengan kualitas keilmuan yang berkaliber Internasional dan menjadi guru besar serta oengajar tetap di Masjid Al Harom. Ada satu hal yang dianggap sebagai kemajuan dari perkembangan Islam di Nusantara adalah. Adanya parameter yang menjadi konfensi para ‘ulama yaitu para pelajar di Mekkah baru di anggap berhasil menyempurnakan keilmuannya, apabila ia telah memperoleh tarbiah dari para ulama-ulama masyhur tersebut.

Sedang metode belajar yang digukankan dalam proses kegiatan keilmuan d Masjid al Haram adalah metode halaqah, yaitu murid-murid duduk mengelilingi guru atau orang yang berilmu. Metode halaqah telah ditetapkan sebagai metode belajar yang utama dalam proses keilmuan di Masjid al Haram. Kegiatan halaqah diselenggarakan setiap hari setelah shalat Shubuh, Ashar, Maghrib dan Isya. Selama siang kegiatan keilmuan berpindahkan ke madrasah sekitar Masjid al Haram. Dalam hal ini Syaikh Mahfudz mengajarkan perbandingan Hadis dan Ulum al Hadis, yang merupakan bidangnya. Syaikh Mahfudz mulai mengajar di Masjid al Haram sejak tahun 1890 M.

Ada pula beberapa macam-macam metode yang digunakan dalam proses keilmuan. Pertama, guru membaca kemudian menjelaskan. Kedua, guru membaca kemudian murid menjelaskan. Ketiga, murid membaca dihadapan guru lalu sang guru memberikan koreksi terhadap bacaan murid. Dalam ketiga metode tersebut juga dilakukan tanya jawab antara guru dan murid.

Syaikh Mahfudz memilki ciri khas tersendiri dalam mengkaji ilmu yang diajarkannya. Beliau sering kali menggunakan bahasa Arab yang fasih dan diselingi dengan bahasa Jawa, hal ini tidak lepas banyaknya santri atau murid yang mengkaji kitab bersama Syaikh Mahfudz adalah orang Jawa, meskipun banyak juga santri atau murid berasal dari luar Jawa, bahkan luar negeri seperti India, Thailand, Syiria, Malaysia.

Sementara Syaikh Mahfudz tidak kembali ke Indonesia, beliau memutuskan untuk tinggal di Mekkah belajar dan mengajar di sana sampai akhir hayat. Syaikh Mahfudz dikenal sebagai guru yang menarik. Syaikh Mahfudz memiliki pengikut sekitar 4.000 orang dari berbagai penjuru dunia. Angka tersebut didasarkan pada rentang waktu dimana beliau mengajar di Masjidal Haram, yang berjalan secara efektif sejak awal tahun 1890M hingga abad XX.

Syaikh Mahfudz merupakan ulama yang tingkat keilmuannya diakui oleh dunia islam, bukti diakuinya adalah dengan banyaknya murid atau santri yang berdatangan untuk belajar kepada beliau. Murid atau santrinya tidak hanya berasal dari tanah air Indonesia saja, tetapi juga luar negeri. Hal ini dikarenakan minat belajar dari para pemuda Asia tenggara untuk belajar di Haramain cukup tinggi, seperti Syaikh Sa’adullah Al-Maimani, seorang mufti dari Bombai India, Syaikh Umar bin Hamdan seorang ahli hadits di Haromain, Muqri As-Shihab Ahmad bin Abdullah dari Syiria, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan dari tanah Jawa.

Jaringan transmisi ilmu pengetahuan berskala dunia ini telah menaikkan reputasi beliau. Seorang alim dari Jawa seperti Syaikh Mahfudz, yang tulisannya maupun kuliahnya mendapat pengakuan dunia internasional, tidak hanya sebagai figur yang sangat dihormati tapi juga menjadi teladan. Kemasyhuran Syaikh Mahfudz ini menjadi mitos yang mengakar kuat dalam masyarakat. Lebih penting lagi, para ulama dan pemimpin pesantren berpengaruh memperoleh manfaat besar dari ajaran-ajaran beliau.


*Disarikan dari buku “Kumpulan 40 Hadits Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah at Tarmasi” terjemah kitab “al Minhah al Khariyah” terbitan Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan.