ilustrasi: orang-orang bershalawat pada Nabi (lensgoid)

Oleh: Rasyida Rifa’ati Husna*

Bulan Sya’ban merupakan bulan yang penuh kebaikan dan keberkahan. Pada bulan ini juga Allah membuka pintu ampunan dan rahmat seluas-luasnya. Namun, ternyata kemuliaan yang terkandung dalam bulan ini tidak banyak dari umat Islam yang menyadarinya, bahkan cenderung lalai sebagaimana pernah disampaikan Nabi;

“Bulan Sya’ban merupakan bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasai)

Bulan Sya’ban yang dinisbatkan sebagai bulannya Rasulullah sehingga memperbanyak shalawat pada bulan ini sangat dianjurkan untuk umat muslim mengamalkannya. Sebagaimana Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam kitabnya, Ma Dza fi Sya’ban kesunnahan tersebut didasarkan bahwa pada bulan Sya’ban Allah menurunkan sebuah ayat tentang shalawat kepada Rasulullah:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang beriman bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya. (QS. al-Ahzab [33]: 56)

Sayyid Muhammad menjelaskan bahwa suatu masa atau waktu menjadi mulia sebab peristiwa yang terjadi di waktu itu dan dikatakan para ulama saleh bahwa waktu diturunkan segala kebaikan di muka bumi tersebut akan berulang setiap tahunnya. Ini menjadi alasan utama sebagaimana tiap bulan Sya’ban para ulama mengkhususkan dan menganjurkan untuk mengamalkan amalan tertentu seperti memperbanyak shalawat.

Hakikat shalawat atas Nabi Saw dalam ayat 56 surah al-Ahzab, menurut Sayyid Muhammad al-Maliki bahwa Allah memerintahkan kepada seluruh orang mukmin mengikuti Allah dan para malaikat yang bershalawat kepada RasulNya. Dengan maksud perintah tersebut bukan karena kebutuhan Allah, melainkan untuk tujuan memuliakan man​​​​​​​usia dengan apa yang diimaninya.

Baca Juga: Amalan Malam Nisfu Sya’ban

Dalam kitabnya Ma Dza fi Sya’ban dijelaskan pula bahwa shalawat kepada Rasul Muhammad bukan berarti seorang muslim mendoakan atau memberi syafa’at kepada Nabi, sebab manusia seperti kita tidak dapat memberi syafa’at kepada yang lainnya. Melainkan Allah memerintahkan umat muslim untuk mukafa’ah atau memberi balasan kepada orang yang telah memberi kebaikan kepadanya. Karena ketidakmampuan untuk membalas jasa dan pengorbanan Nabi terhadap umatnya, maka kemudian Allah memerintahkan untuk bershalawat atas Nabi Muhammad.

Dengan demikian shalawat menjadi ungkapan rasa cinta dan terima kasih kita kepada Nabi Muhammad yang tak mungkin dapat terbalaskan atas segala kebaikannya. Sebagaimana yang disampaikan Gus Baha, memohonkan shalawat untuk Nabi merupakan bentuk terima kasih dan ndepe-ndepe (tadharu’) kita kepadanya Nabi Muhammad. Sebab Nabi adalah makhluk terbaik yang paling layak mendapat azkash shalawat dari Allah.

Telah diterangkan oleh orang-orang saleh bahwa shalawat yang dihaturkan kepada Allah untuk Nabi pada gilirannya berkah dari shalawat tersebut sejatinya untuk diri sendiri. Hal itu sebab rahmatNya dan kebaikan Nabi kepada umatnya. Dikatakan dalam hadist riwayat Imam Muslim: “Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan membalasnya dengan 10 shalawat.”

Imam as-Syadzili pernah mengisahkan ketika bermimpi bertemu Baginda Nabi, ia bertanya kepada Nabi, tentang Allah membalas satu salawat dengan 10 salawat apakah ketika seseorang itu membaca dengan kondisi lalai atau dalam keadaan hatinya hadir.

Rasul menjawab, bahwa balasan itu ialah untuk orang yang bershalawat kepadaku meskipun hatinya lalai dan baginya pula malaikat sebesar gunung memohonkan ampunan untuk mereka. Adapun mereka yang khusyu’ dan hudur hatinya, maka tidak ada yang mengetahui pahalanya kecuali Allah, artinya begitu agung ganjaran tersebut sehingga menjadi rahasia yang hanya diketahuiNya.

Begitu besar keutamaan shalawat sehingga dapat menjadi sebab terpenuhinya kebutuhan seorang muslim yang bukan hanya urusan dunia saja namun juga di alam barzah dan kelak di akhirat. Pernah disebutkan oleh Habib Umar al-Hafidz dalam pidatonya, seroang yang istiqomah membaca shalawat setiap harinya, nanti ketika ia meninggal dunia shalawat tersebut akan memohonkan ampunan sebanyak shalawat yang ia baca.

Maka di bulan Sya’ban yang penuh berkah ini, usahakan setiap waktu untuk tidak melewatkan lisan kita dari membaca shalawat kepada Nabi meskipun dalam keadaan lalai dalam artian saat mengejarkan pekerjaan lain, sebab akan tetap mendapatkan pahala dari Allah.

*Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Al-Murtadlo.