Oleh: Rasyida Rifa’ati Husna*

Sya’ban dikenal dengan bulan tempat manusia lalai, sebab mereka sudah terhanyut dengan istimewanya Rajab yang merupakan salah satu dari empat bulan haram dan menanti bulan sesudahnya yaitu Ramadhan. Tatkala manusia lalai, inilah mengapa terdapat keutamaan untuk seseorang melakukan amalan-amalan saleh. Diantara fadhilah yang dikerjakan di bulan Sya’ban adalah menghidupkan malam nifsu Sya’ban. Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah SAW bersabda,

من أحيا الليالي الخمس وجبت له الجنة: ليلة التروية وليلة عرفة وليلة النحر وليلة الفطر وليلة النصف من شعبان

“Barangsiapa menghidupkan lima malam, maka wajib baginya surga. Yaitu malam Tarwiyah, malam Arafah, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, dan malam nisfu Sya’ban.”

Penjelasan Ulama mengenai menghidupkan malam yaitu dengan beribadah kepada Allah, minimalnya dengan shalat Subuh dan shalat Isya’ berjamaah. Selain itu dianjurkan untuk memperbanyak shalat sunnah supaya dapat kebaikan seperti shalat Hajat dan lain sebagainya, mendawamkan dzikir seperti istighfar dan shalawat, dan membaca QS. Yasin berapapun banyaknya tidak menjadi masalah, namun yang dianjurkan dan telah diamalkan oleh para salafunasshalih adalah sebanyak tiga kali disertai dengan niat tertentu, dan juga membaca doa khusus.

Diterangkan oleh Habib Abdurrahman bin Abdulloh Bilfagih mengutip Imam Syafi’i yang mengatakan, “Saya pernah mendengar kabar bahwa Nabi Muhammad bersabda tentang lima malam yang doa tidak ditolak Allah salah satunya malam nifsu Sya’ban. Sehingga para ulama saleh mengajarkan umat untuk membaca doa-doa nifsu Sya’ban yang telah masyhur di kalangan masyarakat Nahdiyyin.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Malam nifsu Sya’ban juga merupakan malam penetapan nasib manusia dalam lauhul mahfudz. Ketika Nabi Muhammad membacakan firman Allah QS. ad-Dukhan ayat 3-4 “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami adalah para pemberi peringatan. Di dalamnya dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”

Meskipun jumhur ulama berpendapat bahwa maksud dari “malam yang berkah” tersebut adalah malam Lailatul Qadar. Namun menurut Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menerangkan bahwa “malam yang diberkahi” itu adalah malam nifsu Sya’ban yang telah diriwayatkan beberapa ulama yang memiliki dasar dan pijakan ilmu dalam menetapkan amaliyah khususnya di malam tersebut.

Baca Juga: Amalan Malam Nisfu Sya’ban

Oleh karenanya pada malam nisfu Sya‘ban, seorang Muslim dianjurkan untuk berdoa dan memohon dihindarkan dari takdir-takdir yang buruk, dan dengan kekuasaan Allah, takdir yang buruk tersebut diganti yang lebih baik. Takdir-takdir yang telah tercatat itu dimohonkan mendapat rahmat dan berkah untuk tahun tersebut.

Dalam menghaturkan doa kepada Allah seperti di nifsu Sya’ban alangkah baiknya untuk mengikuti doa-doa yang telah diriwayatkan oleh orang-orang saleh. Dikatakan oleh Habib Novel bin Jindan bahwa alasan mengapa seseorang harus mengikuti amalan dan doa orang saleh sebab mereka adalah muqorrobin yang hatinya telah terpaut dengan Allah dan mengetahui betul bagaimana jalan menujuNya sehingga ada keberkahan dari lafadz-lafadz doa tersebut juga kemungkinan besar untuk diijabah oleh Allah.

Seperti doa dari Mufti Betawi Sayyid Utsman bin Yahya dalam KIitab Maslakul Akhyar yang telah masyhur di kalangan masyarakat.

اَللّٰهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا ذَا الطَوْلِ وَالإِنْعَامِ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ ظَهْرَ اللَّاجِيْنَ وَجَارَ المُسْتَجِيْرِيْنَ وَمَأْمَنَ الخَائِفِيْنَ اللّٰهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِيْ عِنْدَكَ فِيْ أُمِّ الكِتَابِ شَقِيًّا أَوْ مَحْرُومًا أَوْ مُقْتَرًّا عَلَيَّ فِي الرِزْقِ، فَامْحُ اللّٰهُمَّ فِي أُمِّ الكِتَابِ شَقَاوَتِي وَحِرْمَانِي وَاقْتِتَارَ رِزْقِيْ، وَاكْتُبْنِيْ عِنْدَكَ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ فِيْ كِتَابِكَ المُنْزَلِ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ المُرْسَلِ “يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ” وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَــالَمِيْنَ

Allâhumma yâ Dzal manni wa lâ yumannu ‘alaik, yâ Dzal jalâli wal ikrâm, yâ Dzat thawli wal in’âm, lâ Ilâha illâ Anta dzhahral lâjîn wa jâral mustajîrîn wa ma’manal khâ’ifîn. Allâhumma in kunta katabtanî ‘indaka fî ummil kitâbi syaqiyyan aw mahrûman aw muqtarran ‘alayya fir rizqi, famhullâhumma fî ummil kitâbi syaqâwatî wa hirmânî waqtitâra rizqî, waktubnî ‘indaka sa’îdan marzûqan muwaffaqan lil khairât. Fa innaka qulta wa qawlukal haqqu fî kitâbikal munzal ‘alâ lisâni nabiyyikal mursal, “yamhullâhu mâ yasyâ’u wa yutsbitu, wa ‘indahû ummul kitâb” wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammad wa alâ âlihî wa shahbihî wa sallama, walhamdu lillâhi rabbil ‘alamîn.

Artinya: “Wahai Allah yang maha pemberi, engkau tidak diberi. Wahai Tuhan pemilik kebesaran dan kemuliaan. Wahai Tuhan pemberi segala kekayaan dan segala nikmat. Tiada tuhan selain Engkau, kekuatan orang-orang yang meminta pertolongan, lindungan orang-orang yang mencari perlindungan, dan tempat aman orang-orang yang takut. Yaa Allah, jika Engkau mencatatku di sisi-Mu pada Lauh Mahfuzh sebagai orang celaka, sial, atau orang yang sempit rezeki, maka hapuskanlah di Lauh Mahfuzh kecelakaan, kesialan, dan kesempitan rezekiku. Catatlah aku di sisi-Mu sebagai orang yang mujur, murah rezeki, dan taufiq untuk berbuat kebaikan karena Engkau telah berkata-sementara perkataan-Mu adalah benar-di kitabmu yang diturunkan melalui ucapan Rasul utusan-Mu, ‘Allah menghapus dan menetapkan apa yang Ia kehendaki. Di sisi-Nya Lauh Mahfuzh.’ Semoga Allah memberikan shalawat kepada Sayyidina Muhammad dan keluarga beserta para sahabatnya. Segala puji bagi Allah.”

Baca Juga: Menghidupkan Malam Nisfu Sya‘ban

Selain itu ada doa pendek yang diajarkan Hubabah Zahro al-Haddar, Ibunda Habib Umar bin Hafidz, doa tersebut selalu dibaca berulang kali olehnya ketika malam nifsu Sya’ban.

أَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِى عَابِدَ إِحْسَان ولا تَجْعَلْنِى عَابِدَ إِمْتِحَانِ

Allâhumma ij’alnî ‘âbidan ihsâni wa lâ taj’alnî ‘âbidan imtihâni.

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah hamba tempat Engkau memberi karunia, jangan jadikan hamba tempat Engkau memberi ujian.”

Wallahu a’lam.

*Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Al-Murtadlo.