Di kalangan santri, “suwuk” sudah menjadi hal yang biasa. Biasanya suwuk diminta oleh santri atau masyrakat kepada kiai atau guru untuk ngalap berkah. Mereka percaya bahwa doa Sang Kiai mustajab (dikabulkan oleh Allah). Jika kita sakit maka akan diberi kesembuhan oleh Allah.
Suatu hari, salah seorang santri pamit pulang karena ayahnya sakit keras dan harus opname di rumah sakit. Karena rasa persaudaraan yang tinggi, teman-teman se kamarnya datang menjenguk, termasuk Cak Jahlun.
”Bagaimana keadaan ayahmu?,” tanya Cak Jahlun.
”Keadaannya masih kritis,” jawab si santri.
”Apakah beliau bisa mengucapkan sepatah dua patah kata?,” tanya Cak Jahlun lagi.
”Jangankan bicara, batukpun tidak.”
Setelah dirasa cukup, tibalah saatnya rombongan tersebut pulang. Si santri minta didoakan agar ayahnya lekas sembuh. Sebagai santri senior, Cak Jahlun dipercaya memimpin doa.
Dengan pede-nya dan gaya yang dikhusyuk-khusyukkan, Cak Jahlun memimpin doa dan yang lain mengamini. Selesai berdoa, sifat pede Cak Jahlun semakin menjadi-jadi. Kedua telapaknya diusapkan ke kepala si sakit, seraya berkata: ”Wuuss, sembuh….”
Aneh bin ajaib, ketika tangan Cak Jahlun berada di atas kening si sakit, tiba-tiba ia batuk-batuk sangat keras. ”Alhamdulillah, ternyata Tuhan mendengar doa kita. Insya Allah bapak akan segera sembuh,” kata Cak Jahlun mantap.
Keesokan harinya, si santri kembali ke pondok. Teman-temannya mengerubungi dan berkata: ”Alhamdulillah, kau sudah kembali, berartii suwuk Cak Jahlun hebat ya…”
Si santri hanya diam saja. Dia terus berjalan tanpa mempedulikan teman-temannya. ”Hei, kamu mau kemana?,” tanya teman-temannya heran.
”Ke kantor takmir masjid,” jawabnya.
”Mau Apa?,” tanya mereka lagi.
”Minta shalat ghaib. Tadi malam ayahku meninggal.”
Teman-temannya bengong, ”Loh..!?” [F@R]