Buku Psikologi Kepribadian

Judul Buku      : Psikologi Kepribadian

Penulis             : Lynn Wilcox

Penerbit           : Diva Press

Tahun Terbit    : Cetakan 2013

Tebal buku      : 410 Halaman

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Peresensi         : Luluatul Mabruroh*


Orang-orang pasti banyak bertanya-tanya tentang pertanyaan abadi yang selalu ditanyakan oleh manusia. Siapa saya? Apakah tujuan hidup? Apakah kebenaran? Apakah kecantikan? Apa itu cinta? Apa itu kebaikan? Adakah kehidupan setelah mati? Bagaimana saya dapat menemukan kedamaian? Siapa atau Apa Tuhan itu? Bagaimana cara menemukan Tuhan? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini tentu bukan hanya bisa dijawab dengan Psikologi Barat tapi juga metode berbeda yang oleh kebanyakan orang dianggap tidak bisa dijadikan metode psikologi modern. Yakni, metode sufi.

Lynn Wilcox telah menemukan bahwa kebijaksanaan itu ada, yang kemudian dia ungkapkan dalam tulisannya mengenai psikologi yang komplit. Tidak hanya mengarah pada psikologi yang berkisar pada pola-pola perilaku dan mengabaikan ide tentang akal pikiran (mind) dan jiwa (soul). Lynn Wilcox memulai bukunya dengan memberikan definisi yang orisinil tentang kata psikologi, kemudian dengan bijaksana dia memberikan pandangan tentang sumbernya, yakni Tuhan, sebuah ide yang tidak pernah diselesaikan oleh psikologi tradisional.

Dalam buku ini, Dr. Wilcox menulis bahwa sufisme telah hidup dalam sejarah manusia selama 1400 tahun mendahului psikologi modern berabad-abad sebelumnya. Sebagai bukti dalam tulisan-tulisannya, dia dengan terampil memaparkan konsep psikologi tradisional, kemudian menggabungkannya berdasarkan kebijaksanaan kuno yang dimiliki oleh Madzhab Sufisme, yang dalam ukuran luas telah diabaikan oleh para psikolog yang terikat pada ilmu sains semata. Berbeda dengan pandangan seorang psikolog veteran dari Amerika, John B. Watson yang menganggap bahwa psikologi hanya berpusat pada perilaku manusia. Dengan anggapan ini psikologi malah kehilangan pikirannya. Bahkan Watson menganggap bahwa tidak ada “akal pikiran” dan “tidak perlu akal pikiran” dalam psikologi. Dengan demikian, psikologi kehilangan visinya, atau lebih tepatnya hanya mempunyai visi yang terbatas. Di balik kehadiran ribuan psikolog, psikiater ataupun para konselor yang berusaha membantu manusia, psikologi barat modern belum mampu mencurahkan kemampuannya untuk mengajarkan pada masyarakat bagaimana merubah diri ke bentuk positif secara mendalam dan abadi. Ia hanya mampu menunjukkan bagaimana hidup tenang dan damai.

Hazrat Pir (guru spiritual  dalam Madzhab Sufisme Islam) memberikan contoh yang sederhana mengenai perbedaan psikologi barat dengan sufisme. Ia memberikan contoh lampu yang diandaikan seperti psikologi barat. Yang menjadi objek kajian dari lampu tersebut adalah sifat-sifat lampu dan bahan-bahan dasarnya. Akan tetapi, sebanyak apapun pengkajian pada sifat-sifatnya, lampu itu tidak akan dapat bekerja kecuali ia disambungkan. Untuk menyediakan cahaya, sebuah lampu harus disambungkan dengan sumber tenaga. Sufisme berkaitan erat dengan cahaya tersebut.

Disini Dr. Wilcox menyatakan bahwa sufisme merupakan suatu cara penyembuhan jiwa yang sakit, rasa keterasingan diri, baik dari dirinya sendiri maupun dari Tuhan yang menyebabkan seseorang merasakan sakit dan penderitaan luar biasa. Penyembuhan macam ini adalah penyembuhan yang berhubungan langsung dengan Sang sumber kehidupan (the source of life). Sufisme menawarkan sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh psikologi modern dan psikoterapi. Sufisme, bukanlah suatu penjelasan, melainkan penemuan dan pendakian menuju jalan pemaknaan dan jalan penyambung diri dengan Sang Sumber Cahaya (The Source of life).

Dalam buku ini dijelaskan ada 7 bukit dalam perjalanan cinta menuju Tuhan. Bukit hati yang pertama adalah Tuhan membuka hati untuk Islam. Bukit hati yang kedua adalah pusat untuk menyatakan cahaya kebajikan dan kepercayaan. Bukit hati yang ketiga adalah tempat untuk cahaya cinta. Bukit hati yang keempat adalah tempat untuk melihat; manifestasi dari teman. Bukit hati yang kelima adalah kesatuan hati dengan Tuhan. Bukit hati yang keenam adalah pusat hati, cahaya pengetahuan Tuhan. Bukit hati yang ketujuh adalah rahasia, pusat manifestasi cahaya dan rahasia Tuhan, tempat kedamaian abadi.

Buku ini sangat bagus dikonsumsi oleh remaja yang sudah sampai pada batas untuk mengenali diri dan juga sedang dalam pencarian jati dirinya. Dengan itu, buku ini bisa menjadi wasilah untuk menghantarkan para remaja pada pemahaman tentang dirinya yang sejati serta bagaimana mengatasi berbagai kecamuk dalam dirinya yang tengah mengalami transisi personal sekaligus bisa mencoba berbagai terapi positif yang bisa mengantarkannya pada kesejatian hidup. Buku ini juga sangat penting menjadi kajian bagi para mahasiswa psikolog untuk menambah wawasan tentang bagaimana pentingnya menerapkan metode sufistik dalam kajian psikologi.

Namun tidak bisa dinafikan bahwa segala sesuatu mempunyai kekurangan. Dalam buku ini tidak terdapat biodata penulis yang menyulitkan pembaca untuk mengetahui identitas penulis secara detail serta terdapat istilah-istilah yang sulit dipahami. Namun keahlian penulis meramu bahasa membuat karya ini mudah dipahami dan sangat pantas untuk dikonsumsi.

Buku ini adalah pernyataan yang penuh hasrat dan hangat berbicara tentang apa artinya menjadi manusia. Ini adalah suatu psikologi yang hidup dan berhubungan dengan impuls natural dan ritme universal. Suatu energi kreatif yang dinamis sekaligus agung yang kita sebut Tuhan. Akhirnya, selamat membaca dan menempa diri.      

*Alumni Unhasy, saat ini nyantri di Pesantren Walisongo Jombang.