Prof. Dr. H. M. Anton Athoillah dan Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah saat mengisi studium general di Mahad Aly Hasyim Asy’ari. (foto: nurdin)

Tebuireng.online— Ma’had Aly Hasyim Asy’ari (selanjutnya akan disebut MAHA) melaksanakan Studium Generale dengan tema “Paradigma Kajian Hadis Multidisipliner dalam Menanggapi Isu-isu Kontemporer”, pada Sabtu (18/11/2023) di aula Mahad Aly Hasyim Asy’ari.

Turut hadir pada acara ini segenap Idariyin (Rektorat) MAHA serta ratusan Mahasantri dari Marhalah Ula (M1) dan Marhalah Tsaniyah (M2).
Acara ini mengundang dua pemateri untuk membahas tema yang diusung yakni: Prof. Dr. H. M. Anton Athoillah (Ketua Asosiasi Ilmu Hadist Indonesia), dan Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah (Ketua Marhalah Tsaniyah MAHA).

Acara berlangsung dengan semarak karena semangat para mahasantri. Pasalnya tema kajian hadis multidisiplin telah menjadi wacana besar bagi MAHA dalam beberapa tahun ini.

Ketua DEMA, M. Farhan Syaputra menyampaikan bahwa acara ini menunjukkan bahwa ilmu hadis tidak hanya berkaitan dengan masalah vertikal yakni habl min Allah, namun juga berkaitan dengan masalah horizontal yakni habl min Allah.

Mahasantri semester 7 itu menjelaskan kenapa harus mengikuti acara ini, “karena setelah mengikuti ini teman-teman akan merasakan yang namanya belajar hadis itu seru”. Tandasnya mengakhiri sambutan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Selanjutnya sambutan dari Mudir MAHA yakni Ust. Roziqi, menyampaikan pentingnya mendengarkan kuliah ini dengan tuntas karena mahasantri adalah ulama masa depan. Karena Media lah yang menjadi ujung eksistensi keilmuan, beliau menghimbau mahasantri untuk ikut serta dalam mengisi dengan konten-konten yang sesuai dengan keilmuan dalam hal ini hadis.

Dalam sambutan yang berbahasa arab itu, beliau menegaskan Miskinun-miskinun-miskinun (rugilah-rugilah-rugilah) bagi mahasantri yang tidak hadir, begitu juga yang tidak mendengarkan, dan begitu juga yang tidak mencatat.

Dalam akhir sambutannya beliau mengatakan dengan tegas Ghaniyun-ghaniyun-ghaniyun (untunglah-untunglah-untunglah) bagi mahasantri yang hadir, begitu juga yang mendengarkan, dan begitu juga yang mencatat.

Sambutan terakhir dari Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz. Beliau memaparkan bahwa KH. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai ahli hadis hafal kutubus sittah.

“Tidak mungkin bagi seorang ulama yang hafal kutubus sittah tidak hafal al-Qur’an. Melihat hal tersebut keilmuan Hadratussyaikh tidaklah main-main,” ungkap Gus Kikin.

Dalam penjelasannya beliau bercerita ada yang mengatakan bahwa qonun asasi itu memalukan, tulisan yang sangat sederhana, namun beliau berpendapat bahwa mungkin ada prespektif yang berbeda untuk menilai hal tersebut.

Beliau membandingkan dengan kitab-kitab karya Hadratussyaikh dan melihat suatu pola, bahwa kitab-kitab itu adalah kitab yang merespon masyarakat pada saat itu.

Hal itu, dibuktikan pada tahun 1905 belanda meluncurkan ordonansi perkawinan namun banyak umat muslim yang menolak dan gagal. Lalu tahun 1925 begitu lagi dan berakhir dengan sama yakni kegagalan.

Maka dari itu, lanjut Gus Kikin, Dlou’ul Misbah ada untuk merespon masalah itu. Dan kitab tersebut memang ditulis dengan format yang sangat sederhana. Melihat masyarakat saat itu yang masih sangat minim akan ilmu agama.

“Hal ini lah yang memberitahu pada kita bahwa karya sederhana tidak muncul dengan latar yang sederhana. Ada ide besar dalam latar belakang dibentuknya suatu karya,” tambah Cicit Hadratussyaikh itu.

Gus Kikin juga berpendapat bahwa perkembangan teknologi informasi sekarang membuat perkembangan keilmuan juga harus dipercepat. Ilmu Hadis yang ada di MAHA, dalam hal ini di MAHA ada perpustakaan digital. Beliau menghimbau agar setiap kitab yang ada di perpustakaan digital harus ada kitab cetaknya. Karena ada kemungkinan penyelewengan tulisan dalam bentuk digital.

“Semoga mahasantri bisa menjadi pioner dalam mempersatukan bangsa. Semoga kita bisa mempersatukan bangsa,” dawuh beliau mengakhir sambutannya.

Acara ini diakhiri dengan pembacaan doa yang disampaikan oleh KH. Syakir Ridwan

Pewarta: Asna