Oleh : Khoshshol Fairuz*
SLILIT SI SANTRI
Bagaimana jika slilit yang kau ciptakan dari daging tahlilan itu
Tertancap kuat tak mampu cerabut
Menumbuhkan ngilu di barisan gigi-gigi
Sementara jari tanganmu enggan menolong
Ah, bukankah tanaman pagar di tepi jalan sana memiliki ranting kurus
Kemudian kau patahkan ia
Padahal kau tak akan pernah mengerti bahasa tumbuhan
Banyak debu kecil yang menutupi hati
Butiran maksiat menumpuknya
Memupuk peristiwa di luar batas kemanusiaanmu
Alam mengadu kepada Tuannya
Perihal tangan-tangan merusak penduduk bumi
Mereka menyumpah-serapahi ayat Baqarah
Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi tidak menyadari
Yang rontok bukan daun-daun dari ranting yang kau putus urat nadinya
Tetapi akhlak seorang hamba; jatuh mencium tanah!
Terinjak-injak di mataNya
Lalu pernahkah kau mengusahakan sujud yang lebih panjang
Sementara hitungan dosa yang lahir melebihi jumlah nafas
Jombang, 2017-01-22
SARUNG KOTAK
ujungnya melipat seluruh rekaat dalam shalat
lekaskan pelesapan jiwa
lebur diri ini menjawab seruanMu
khidmat dalam diam
kita tak mengijinkan anak-anak suara
gaduhkan ruang dalam dada
biar ia tetap kosong
sebab kita akan segera mengerti
kehadiran yang mesti mengisi dahaga cinta
adalah setetes nikmat paling madu
meski sukar mereguknya dalam secawan tasbih
ritual rindu kita akan tetap berlangsung
dengan sarung kumal atau zikir kamal
Jombang, 1-4-2017
PERSPEKTIF BOCAH
Melihat binatang putih mirip awan itu
Menjadi kura-kura berkepala naga
Berenang-renang mengelilingi benua atas
Lalu berhenti di pulau matahari
Matanya mengerjap seolah telah memiliki dunia
Dalam genggaman jemari
Terbang, ah, berenang bersama ikan kecil
Bernama sruiti
Melompati terik yang dibentangkan siang
Seperti memulai paragraf pada langit yang polos
Ia bebas memahami wajah bumi
Yang lepaskan egosentris maknawi
Begitu hingga senja menjelang
Membawa pulang bias merah di pipi barat
Jadi siapa yang tak ingin bercita-cita menjadi anak kecil?
Jombang, 2017
MASUK ANGIN
Demam ini rasa linu
Merenggangkan suasana entah dalam dada
Terasa sangat sempit yang menghela udara
Untuk ikut mematahkan tulang rusukku
Keriputkan paru-paru
Berhenti tepat di antara jantung
Di atas sana angin brutal rasuki punggung
Hingga nafas berubah merah karenanya
Seribu lembar Soekarno-Hatta saat payah seperti ini
Tak memiliki wibawa sama sekali
Aku berpuisi sambil mengerami butiran sendawa
Tapi mutiara yang berhasil menetas
Adalah cairan hangat yang konon
Jika hidup dalam tubuh kita
Berubah seperti bangkai kata-kata
Merasuk lewat indera
Bersemayam di sana dan meremas jiwa perlahan-lahan
Jombang, 2017
ELEGI KALBU
Sedang pada tanganmu yang kucium berkali-kali
Memantul-mantulkan setangkup doa
Lalu jika kaki ini melangkah menjauhi parasmu, ibu
Hatiku terasa lelah memilin pilu
Mempatkan cairan jiwa yang menderas dilubangi rindu
Pada matamu yang rumah
Dan rumah yang menjadi matamu
Kukembalikan segala yang lapuk
Yang menunggu hujan air matamu tumpah
Ziarahkan kemarau panjang
; kerontang yang lama retakkan dada
Sebab setiap tentram adalah mawar yang
Tumbuh dari bibirmu
Damai yang kuhirup adalah nafasmu
Bagaimana aku mampu menulis puisi
Dengan diksi-diksi kekal
Yang hanyut semuanya dalam wajahmu
Jombang, 2017
**Khoshshol Fairuz adalah penyair muda Jombang dan mahasiswa STIT UW Jombang.
Publisher : Munawara, MS