Sumber foto: https://pixabay.com/en/buildings-mosque-sunset-silhouette-203194/

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Para sahabat dan generasi setelahnya merupakan contoh yang baik bagi kita, umat muslim. Para Salafus Shalih itu tidak hanya punya kekuatan di dalam hal fisiknya saja atau kuat di dalam keutamaan yang bersifat badaniyah-nya saja, tetapi mereka juga punya keistimewaan-keistimewahan dalam hal muru’ah dan akhlak budi pekerti.

Mereka memang begitu kuat dalam hal melatih kepiawaian berkuda, memanah, berenang dan kekuatan badaniyah lainnya, maka banyak dari para sahabat yang piawai dalam perang dan bertarung. Namun, selain itu, mereka juga mempunyai keistimewaan-keistiwahan di dalam menolong kebaikan-kebaikan atau nushrotul haq, peduli ketika ada yang dilalimi, menjaga keyakinan dan kemuliaannya, menjaga yang haq dari yang batil, menepati janji,dan menjauhi keburukan.

Mereka memiliki sifat kepahlawanan dan pengorbanan yang besar. Karena hakekatnya, sifat Kepahlawanan itu adalah berani, tegas, serta mau menerima maaf tatkala dicaci maki dan dihina oleh manusia lainnya. Berani sabar ketika disakiti. Maka, begitulah hakekatnya kepahlawanan yang sejati. Dan sifat itu ada pada diri para Salafus Shalih.

Mereka juga melakukan jihadun nafsi (berjuang menahan diri dari hawa nafsu), menahan nafsu amarah, berjihad atau berjuang dari keburukan dan kejahatan. Itulah hakekat sifat kepahlawanan dan pengorbanan para Salafus Shalih yang sebenarnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Contoh lain dalam hal menepati janji dan menjaga amanah. Para Salafus Shalih itu begitu luar biasa ketika menjaga dua sifat ini. Mereka sangat berpegang teguh kepada Firman Allah SWT yang berbunyi:

وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا

Tepatilah janji kalian, karena sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggungjawaban“, (QS. Al Isro: 34).

Dalam perihal menjaga janji, ada satu cerita menarik seperti berikut ini. Suatu waktu, ada seorang badui (orang Arab pedesaan) dari kalangan Salafus Shalih, berkunjung ke seorang raja dalam perihal satu urusan, sampai suatu ketika seorang badui itu akan dibunuh di tiang pancungan oleh raja tersebut. Sebelum si Badui ini dibunuh sang Raja, ia izin kepada si Raja.

Kata si Badui, “Wahai Raja, sebelum engkau membunuhku, izinkan aku menemui keluargaku”.

Raja menjawab, “Bagaimana aku bisa mempercaiyaimu dan melepaskanmu?”.

Mendengar keraguan sang Raja, akhirnya perdana menteri yang kebetulan kenal dengan si Badui itu menggaransi diri, siap juga dibunuh oleh Raja, jika janji yang telah disampaikan si badui itu ternyata bohong.

Singkat cerita, akhirnya Raja itu mengizinkan si Badui itu pulang untuk pamit kepada keluarganya sebelum ia dihukum di tiang pancungan dan dibunuh oleh algojo sang Raja yang sebenarnya sudah siap mengalungkan pedang pancungan ke lehernya.

Pulang lah si badui itu menemui keluarganya. Kepada keluarganya ia bilang, “Wahai keluargaku, aku ini hanya pamitan kepada kalian, aku dihukum Raja karena satu hal dan aku pamit Raja berjanji pulang terlebih dahulu sebelum di hukum Raja”. Keluarganya juga heran kenapa tidak menyingkir dan lari saja. Si badui bilang bahwa ia sudah kadung berjanji, dan janji itu hutang, wajib ditepati.

Suatu hari, ketika sudah waktunya si badui ini di hukum pancung, di bunuh sang Raja. Raja bertanya pada Perdana Menterinya, “Mana si Badui itu, kok tidak kelihatan?”. Setelah dicari di penjuru sudut Kerajaan, si Badui dengan rela dan sadar diri menghadap sang Raja.

Kepada Raja, si Badui itu berkata, “Wahai Raja! Silahkan Anda kalau mau menghukumku! Silahkan bunuh aku sesuai hukuman yang sudah anda tentukan!”.

Mendengar dan melihat kejadian langka itu, sang Raja justru heran, seheran-herannya. Dalam batin sang Raja, “Ini orang sungguh aneh, mana ada orang mau dihukum bunuh dipancung, lalu ia pamit izin mau bertemu keluarganya, lalu kembali lagi benar-benar memenuhi janjinya”.

Melihat kejadian tersebut, sang Raja justru tidak jadi membunuh dan menghukum si badui itu. Si Badui bebas tanpa syarat dari hukuman sang Raja, hanya gara-gara si Badui itu menepati janjinya.

Sungguh mulia sekali sifat memenuhi janji itu. Bisa meluluhkan suatu hukuman pancung yang sudah ada di depan mata sekalipun. Si Badui akhirnya selamat tanpa syarat dari hukuman sang Raja.

Itulah sifat Kepahlawanan sejati yang dicontohkan para Salafus Shalih. Sifat yang sangat mulia. Para Salafus Shalih itu juga begitu luar biasa tatkala menjaga sebuah amanah, baik itu di dalam hal kemasyarakatan, ekonomi, maupun perihal politik sekalipun. Pengorbanan dan sifat amanah, begitu mereka junjung tinggi. Wallahu a’lam bisshawab.


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


Disadur dari kitab Irsyadul Mukminin, karya Allahyarham Gus Ishom Tebuireng yang Legendaris.