Setelah beberapa jam berlalu pengajian pun selesai. Kini seluruh santri berbondong bondong meninggalkan kelas untuk bergegas mengambil sarapan. Seperti biasa Zahid, alam dan Zafran masih sibuk merapikan kursi dan menyapu kelas karena besok hari piket mereka, sedangkan fiki menunggu ketiga teman nya di luar karena dirinya sendiri yang hari piketnya berbeda.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya mereka bertiga pun melangkah dan meningglkan kelas menuju dapur untuk mengambil jatah sarapan. Ketika sedang melangkah dan sesekali tertawa, tiba tiba Zahid memberikan intruksi untuk berhenti karena melihat kiai Barir akan melewati mereka. dengan kepala tertunduk mereka diam dan menunggu kiai Barir melewati mereka.
Setelah kiai Barir tak terlihat, mereka pun melangkah kembali.
“Masyallah ya kiai Barir, kagum banget sama beliau, apalagi cerita beliau barusan pas ngaji adabul alim, beliau benar benar memberikan contoh real kita untuk tawadhu ke guru guru yang mengajar kita, apalagi yang cerita beliau mengambil cincin bu nyai beliau di saftytank yang itu isinya bisa kalian bayangkan lah” ucap Zahid sambil bergidik saat menceritakan kisah kiai Barir ke teman temen nya
Sambil terus berjalan Zafran pun menambahi ucapan dari Zahid, “ya sih, lek dipikir jijik ya, tapi karena beliau gak jijik itu tadi makanya barokah banget sampek beliau punya pondok sebesar ini”
“Semoga kita semua nih yang mondok ke beliau, bisa dapet barokah beliau bahkan dari atas atasnya beliau, seperti para guru beliau yang memiliki banyak barokah dan karomah,” ucap fiki
“Aamiin aamiin, khususnya kita berempat ya rek, semoga kita sama sama manfaat dunia akhirat.” Tambah alam
Tanpa di sadari mereka pun telah sampai di dapur, dan menunggu antrian untuk mengambil jatah makan, seperti biasa mereka berdiri dan mengantri sangat panjang mengular kebelakang bak gerbong kereta api.
Keempat santri tersebut terkenal sebagai santri yang sangat taat terhadap apapun peraturan yang ada dipondok, dan diketahui keempat santri tersebut tak pernah melanggar peraturana apapun dan merka pun termasuk santri yang cerdas dan tawadhu. Keempatnya pun sering mewakili pondok untuk mengikuti perlombaan batshul masail tingkat nasional bahkan internasional.
Suatu ketika saat mereka sedang berempat sedang berjalan menuju masjid, mereka melihat kiai Barir keluar dari ndalem, dan seketika mereka berhenti dan menunduk. Tiba tiba kiai Barir melangkah mendekati mereka semua.
“Mas, sampean semua sibuk mboten?” Tanya kiai Barir. Dengan sigap Zahid langsung menjawab, “mmboten kiai…”
“Oh kalau gitu saya minta tolong nggeh, safytank di ndalem saya mampet mas sampean semua tolong bantu saya nggeh biar gak mampet lagi,” ucap kiai Barir.
Setelah itu mereka pun mengikuti kiai Barir Tanya mengucapkan sepeser kata pun. Dengan tunduk mereka segera melaksanakan apa yang diminta kiai Barir.
Saat mereka sedang mengeksekusi safytank tersebut, salah satu dari mereka nyeletu.
“Rek iling nggak, dulu aku pernah baca buku dan disitu diceritakan bahwa kiai Barir pernah mengambil cinci dari istri kiai zainuri yang terjatuh ke safytank rek, dan pas selesai bersih bersih kiai Barir disuruh pulang sama kiai zainuri, sebelum pulang, kiai zainuri berpesan le mulio, wayahmu neng ken ewes mari, kabeh ilmu ku wes tak wariskan kekamu. Semenjak saat itu rek sampai sekrang kiai Barir jadi kiai sepuh dan sebesar ini bahkan pondok e bercabang cabang rek,” ucap Zahid sangat antusias meskipun dengan menyogrok untuk membuat aliran nya menjadi lancar
Mendengar cerita Zahid ketiga temen nya tersenyum bangga. “Semoga kita kecipratan barokah e beliau juga ya rek,” ucap Alam.
Kemudian mereka pun mengaamiin kan ucapan alam bersamaan. Setelah beberapa saat mereka pun menyelesaikan kerjaan mereka, tanpa merela tahu bahwa mereka sudah di siapkan berbagai hidangan makanan oleh bu nyai Syifa langsung yang masak, dengan lahap mereka berempat menyantap masakan bu nyai Syifa bersama kiai Barir.
Kehidupan berempatnya pun berjalan seperti biasanya, mereka berempat sekarang menjadi tangan kanan kiai Barir dalam segala hal, baik supir, badal, bahkan tentang bangunan pondok dan sebagainya di limpahkan ke mereka.
Suatu ketika, saat mereka sedang membersihkan area taman dan kolam ikan mereka semua di panggil kiai Barir untuk segera ke ndalem. Tanpa kecurigaan apapun keempatnya langsung bergegas menuju ke ndalem.
Setelah di persilahkan masuk mereka duduk dibawah sambil tertunduk
“Mas, disini saya dan ibu akan membicarakan hal serius tentang kalian semua, sebelumnya saya mohon maaf, karena ini mungkin akan membuat sampean semua kaget atau bahkan belum bisa nerima, tapi saya yakin banget sampean semua bisa menjalaninya.”
Mendengar ucapan itu keempat santri tersebut menatap kiai Barir dan bunyai Syifa.
“Saya akan memboyongkan sampean semua dan memindahkan sampean semua di pondok cabang. Selaiin sebagai ustadz dan pembina, sampean semua akan diambil mantu.” Ucapan kiai Barir sukses membuat mereka semua menatap kiai Barir secara bersamaan.
Setelah mengursi semua perpindahan mereka pun berpamitan kepada seluruh teman, bahkan anak didik mereka. keempatnya benar benar tidak bisa menahan tangis saat harus meninggalkan pondok tercinta secara tiba tiba. Kemudian sesampainya di ndalem, mereka semua berpamitan kepada kiai Barir dan bunyai Syifa dan diantarkan oleh beliau.
Meski berat hati mereka melaksanakan perintah itu dengan ikhlas dan kabarnya mereka semua menjadi kiai besar di masing masing tempat yang sudah di pilih kan kiai Barir. Berkat doa dan barokah baliau mereka samua sukses menjadi penerus beliau.
Penulis: Wan Nurlaila Putri (Santri Walisongo Jombang)