Oleh: Qanaatun Putri*
KH. Lutfi Sahal merupakan menantu dari cicit Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari yang merupakan alumnus Universitas Madinah. Beliau dilahirkan di Kota Gresik, 15 Agustus 1953. Ayahnya bernama H. Sahal dan ibunya bernama Hj. Shofiyah. Sejak kecil sudah membantu orangtuanya dagang, sebelum berangkat sekolah disempatkan pergi ke sawah untuk memanen cabai. Hasil panen pun dibagi dua dengan orang yang menanam cabai tersebut. Setelah terkumpul cabainya, beliau pergi ke pasar untuk menjual hasil panenya tersebut. Setelah sudah laku, baru beliau bisa kembali dan berangkat sekolah.
Hasil menjual cabai dipasar dibuat uang saku sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI), selain sekolah di MI, beliau mengaji di Pengajian Atfal At-Taqwa (PAA) pada waktu tahun 60an. Pada waktu itu masih memakai obor buat penerang jalan, jadi setiap kali berangkat mengaji selalu menyediakan obor, dan jalan kaki untuk menuju ke tempat pengajian tersebut.
Setelah lulus beliau melanjutkan di Gontor Pusat, alasan beliau memilih mengaji di Gontor karena pada waktu itu, guru beliau pernah menanyakan, “Mau kemana setelah tamat sekolah?” beliau langsung menjawab “Saya, mau ke Madinah,” Nah, dari perbincangan itulah gurunya menyarankan untuk mencari pondok yang basicnya Berbahasa Arab.
Dalam waktu singkat tahun 1966 berangkatlah 5 santri, termasuk KH. Luthfi Sahal ke Pesantren Gontor hingga menamatkan pendidikan di Kulliyat al-Mu’alimin al-Islamiyah (KMI) Gontor pada tahun 1973, dari Gontor, beliau banyak belajar termasuk aktivis dalam dunia organisasi.
KH. Lutfi Sahal pernah menjadi ketua lokal dan pernah ikut kepramukaan hingga mencapai Cabang Pendidikan Pramuka (Candika), dahulu untuk melatih pramuka, harus memiliki ijazah candika tersebut. Kemudian beliau pergi ke Jombang, sebelum ke Jombang beliau sempat diberikan tawaran untuk mengajar di Madura, ditawari mengajar di Sulawesi Tenggara, dan akhirnya tidak diberikan izin untuk mengajar di Madura dan Sulawesi Tenggara karena kejauhan.
Akhirnya pilihan ketiga ke Jombang. Beliau mengatakan, “Dulu Bu Djamilah pernah mengatakan ini pada saya. Nanti setelah lulus dari Gontor, kamu harus ke Seblak, waktu itu saya masih 3 Tsanawiyah,” dan akhirnya ke Seblak dan menjadi guru di Pondok Seblak sebagai Guru Bahasa Arab. Lalu kuliah di Unhasy Tebuireng selama empat tahun dari 1973-1977 dulu belum ada Drs. Gelar di Unhasy dulu namanya BA mengambil jurusan Syariah, kalau ingin mendapatkan gelar Drs, maka harus kuliah ke tempat lain.
Lalu lanjut pendidikan di Madinah University pada tahun 1977 hingga memperoleh gelar Lc pada tahun 1981 mengambil jurusan Dakwah Ushuluddin. Di Madinah beliau banyak memperoleh pengalaman, salah satunya beliau pernah menjadi ketua komisariat di bidang Majelis Ilmu Pengetahuan (MIP) karyanya mencetak bulletin setiap bulan.
Setelah setahun jadi pengurus komisariat, beliau langsung diangkat menjadi pengurus Dewan Mahasiswa Pelajar Islam Indonesia (PII) diseluruh Saudi. Kalau komisariat hanya menaungi Madinah, akan tetapi kalau Dewan Pimpinan itu mencangkup Makkah, Madinah, Riyadh, Jeddah, seluruh Saudi. Beliau sempat menjadi Dewan Mahasiswa selama dua tahun, di situlah mendapatkan pengalaman yang banyak. Dari situ beliau bisa ketemu dengan menteri-menteri yang mengunjungi sana. Kegiatan beliau di sana adalah menyatukan mahasiswa.
Setelah pulang dari Madinah, beliau bekerja di Lembaga Pengetahuan Islam dan Arab (LPIA) lalu beliau menikah dengan Nur Laili Rahmah yang merupakan putri bungsu dari Ny. Hj. Djamilah Ma’shum, dan beliau merupakan cucu dari Nyai Khoiriyah Hasyim, beliau menikah pada tahun 1983. Ny. Hj Nur Laili Rahmah kuliah di Jogja, sedangkan KH. Lutfi Sahal bekerja di Jakarta. Beliau dalam satu Minggu sekali selalu mengunjungi istrinya di Yogyakarta.
Pada tahun 1992 beliau memutuskan untuk mengabdi total di Pondok Salafiyah Syafi’iyah Seblak. Hingga saat ini, beliau masih aktif dalam mengajar dalam bidang Bahasa Arab, Balaghah, Shorof. Selain mengajar di Seblak, beliau juga mengajar di Mahad ‘Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.
Di Mahad Aly beliau mengajar Hadits Muslim, Hadits Nasa’i. Beliau adalah sosok kiai sekaligus bapak bagi para santri, beliau selalu mengontrol aktivitas santri meski harus berada dalam rumah. Beliau adalah sosok bapak yang mengayomi, bahkan kesabaran dan ketegasan beliau telah mahsyur dikalangan Pesantren Seblak.
*Mahasiswa Unhasy Tebuireng Jombang.