Berbicara kedekatan kerajaan Maroko dan Republik Indonesia, tidak terlepas dari rekam jejak sejarah yang begitu panjang, pada tahun 1346 M, Ibnu Batutah seorang ulama asal Maroko sudah memperkenalkan negara Republik Indonesia ke negeri Maghribi, dalam bukunya yang berjudul Rihlah Ibnu Batutoh, ia mencatat rute perjalanan keliling dunia, mulai Maroko, Mesir, Syria, India hingga berlabuh di Samudra Pasai. Tanah seribu pulau, dengan pesona alam yang indah memberikan kesan tersendiri terhadap Ibnu Batutoh.
Selain itu, hubungan antara dua negara ini semakin diperkuat dengan Hijrahnya seorang ulama sekaligus saudagar muslim asal Maghribi (Maroko), ia adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim atau biasa disebut dengan Sunan Gersik (w. 1419 M), yang datang untuk berdakwah melalui perdagangan, pertanian dan akulturasi. Dengan memperkenalkan akhlak yang mulia dan Islam yang cinta damai, Sunan Gersik mampu membuat banyak rakyat indonesia berbondog-bondong masuk dan menerima ajaran Islam.
Sejarah Kemerdekaan Maroko
Memasuki abad 19, kolonialisme mencengkram negri Maroko dan negara yang ada di benua Asia-Afrika. Maroko menjadi salah satu negara yang dikuasai oleh kolonial Prancis. Pada tahun 1950-an Indonesia melalui komite Pembantu Perjuangan Kemerdekaan Negara Negara Afrika Utara memberikan dukungan penuh terhadap kemerdekaan negeri terbenamnya Matahari ini, yang kemudian hal ini membawa Maghribi menjadi salah satu negara pertama di Afrika Utara yang sukses untuk menjadi negara merdeka.
Sebagai pengakuan atas kemerdekaan tersebut, Presiden Soekarno dan 16 rombongan lainnya mengunjungi Maroko tepatnya pada 2 Mei 1960 M. Mereka mendapat sambutan hangat dari Raja Mohammad V, dan menjadi kunjungan negara asing pertama pasca kemerdekaan kerajaan Maroko. Dan untuk membalas jasa Presiden Soekarno diresmikanlah jalan besar bernama Syari’ Ahmed Soekarno. Selain itu Raja Muhammad V, menawarkan sebuah hadiah kepada Presiden Soekarno dengan kebijaksanaannya Presiden Soekarno meminta pembebasan visa bagi rakyat Indonesia.
Peserta KTI-Turots Menghadiri Perayaan Kemerdekaan Maroko
Berangkat dari berbagai sejarah yang ada, Indonesia dan Maroko terus menjalin komonikasi dan mempererat tali silaturahmi. Pada Minggu, 18 November 2024, Peserta Program Karya Tulis Ilmiah Kemenag RI, menghadiri hari kemerdekaan kerajaan Maroko di rumah Pro. Mariam Ait Ahmed, ulama prempuan asal maghribi yang mewarnai khazanah islam International. Dalam acara ini turut hadir, dua santri Pesantren Tebuireng yang menjadi salah satu delegasi peserta Pelatihan Karya Tulis Ilmiah Turots selama tiga bulan di negeri seribu benteng tersebut.
Dalam kesempatan tersebut Kia Muhammad Iqbal, sebagai penanggung jawab dari pelatihan ini menyampaikan banyak terima kasih dan rasa bahagia terhadap sungbansih dan dukungan yang selalu diberikan oleh Prof. Mariam selama ada di Maroko pada khususnya.
“Hari Kemerdekaan Maroko adalah jembatan budaya antara Maroko dan Indonesia” ungkap Prof. Mariam.
Prof. Mariam, juga menyampaikan kecintaan dan kekagumannya terhadap bangsa Indonesia. Dengan berbagai budaya dan perbedaan yang ada, Indonesia mampu memberikan nuansa keislaman yang indah. Perayaan ini kemudian diakhiri dengan menyanyikan lagu yalal wathon, sebagai bentuk hubungan kedekatan dua negeri ini.
يا لَلْوَطَنْ، يا لَلْوَطَنْ، يا لَلْوَطَنْ
حُبُّ الْوَطَنْ مِنَ الْإِيمَانْ
وَلَا تَكُنْ مِنَ الْحِرْمَانْ
اِنْهَضُوا أَهْلَ الْوَطَنْ
يا لَلْوَطَنْ، يا لَلْوَطَنْ، يا لَلْوَطَنْ
حُبُّ الْوَطَنْ مِنَ الْإِيمَانْ
وَلَا تَكُنْ مِنَ الْحِرْمَانْ
اِنْهَضُوا أَهْلَ الْوَطَنْ
اَلْمَغْرِبُ بِلَادِي/إندونسيا بلادي
أَنْتَ عُنْوَانُ الْفَخَامَةْ
كُلُّ مَنْ يَأْتِيكَ يَوْمًا
طَامِحًا يَلْقَ حِمَامًا
كُلُّ مَنْ يَأْتِيكَ يَوْمًا
طَامِحًا يَلْقَ حِمَامَا
Penulis: Faizal Amin
Salah satu delegasi Pesantren Tebuireng dalam Pelatihan Karya Tulis Ilmiah Turots Maroko Kemenag RI bekerja sama dengan LPDP