Ilustrasi: www.google.com

Oleh: Silmi Adawiya*


Sejak peradaban kuno, banyak orang yang telah berupaya memberi definisi dan mengartikan cinta. Namun, tentu tak ada satu pun yang bisa mengejawantahkan cinta secara sempurna. Jika cinta kepada pasangan bisa membuat dua insan merindu ketika dua hari tak bertemu. Lantas bagaimanakah jika kita mencintai Allah? menurut Syaikh Abdur Rahman As Sa’di, hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai kesempurnaan. Dengan begitu tidak ada yang salah dengan pengalaman cinta yang menceritakan bahwa aku mencintai dia karena dia yang tampan, mapan, dan pintar. Fitrah manusia yang mengarahkan kita untuk mendekati sesuatu yang sempurna.


Namun realitanya adalah kenapa kita banyak lalai untuk mencintai Allah di atas segalanya? Padahal Allah adalah kesempurnaan yang abadi. Manusia boleh menciptakan romantisme cintanya seromantis mungkin bersama pasangan tercintanya. Namun jika perpisahan sudah di depan mata, maka kesedihan dan kekecewaan akan menghiasi keduanya. Dan romantisme yang seperti itu tidak akan terjadi ketika kita bisa mencintai Allah di atas segalanya. Allah bisa menciptakan kesempurnaan dan kenyamanan yang akan membebaskan rasa tak nyaman bagi setiap insan yang bisa mencintaNya di atas segalanya.


Salah satu karya monumental Al Habib Abdullah Al Haddad adalah Risalatul Mu’awanah. Sebuah kitab yang mengetengahkan nilai-nilai etis yang bernafaskan sufistik. Beliau memaparkan sebuah keterangan yang menjelaskan bahwa perwujudan cinta kepada Allah itu terlihat ketika seseorang mencari cinta karena kesempurnaan, keistimewaan dan dapat memberikan sesuatu pada yang mencintai. Dan semua yang disebutkan itu milik Allah, sebab hanya Allah yang menciptakan dan menetapkan. Dalam Risalatul Mu’awanahbeliau menuliskan:


(وعليك) أيها الأخ الحبيب بتقويه يقينك وتحسينه فإن اليقين اذا تمكن من القلب واستولى عليه صار الغيب كأنه شهادة

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Hendaknya engkau melebihkan cintamu kepada Allah dari yang lainnya, bahkan hanya Dialah yang patut engkau cintai. Sebab timbulnya cinta adalah bila yang dicintai itu memiliki kesempurnaan dan dapat memberikan sesuatu pada yang mencintai.”


Al Habib Abdullah Al Haddad mengajak semuanya untuk melebihkan cinta untukNya dari pada yang lain. Segala sesuatu yang berlebihan itu memang tidak baik, namun tidak dengan mencintai Allah. Jika kita makan berlebihan, maka kita bisa menjadi gendut. Jika kita memoles makeup dengan berlebihan, kita terlihat seperti badut. Dan jika kita mencintai seseorang dengan berlebihan, kita seperti benderang mau perang kala nadi berdenyut. Namun jika kita mencintai Allah melebihi apapun, maka kita terbebas dari rasa sakit. Sebab Dia bisa mewujudkan setiap keindahan dan rasa nyaman untuk setiap insan yang mencintaiNya di atas segalanya.


Jika kita bisa mencintai Allah melebihi apapun, maka Allah pun akan mencintai kita dan menjadikan penduduk langit dan bumi mencintai kita juga. Allah memperlihatkan bukti yang nyata, betapa tidak meruginya kita saat mencintaiNya melebihi apapun. Sebagaimana keterangan dalam hadits:


إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ: يَا جِبْرِيْلُ، إِنِّي أُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ. قَالَ: فَيُحِبُّهُ جِبْرِيْلُ. قَالَ: ثُمَّ يُنَادِي فِي أَهْلِ الْسَّمَاءِ: إِنَّ اللهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوْهُ. قَالَ: فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ. ثُمَّ يُوْضَعُ لَهُ الْقَبُوْلُ فِي الْأَرْضِ

“Sungguh, apabila Allah subhanahu wa ta’ala mencintai seorang hamba, Allah memanggil Jibril, lalu berkata, “Wahai Jibril, sungguh, Aku mencintai Fulan maka cintailah dia.” Jibril pun mencintai si Fulan. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit, “Sungguh, Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.” Penduduk langit pun mencintainya. Kemudian diletakkanlah penerimaan (rasa cinta) penghuni bumi kepada si Fulan.” (HR Bukhari Muslim)


*Alumni Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.