ilustrasi: www.google.com

Oleh: Silmi Adawiya*

Salah satu tren yang banyak digandrungi generasi milenial adalah tren hijrah. Sebuah tren yang katanya dimulai dengan mengubah sikap, gaya hidup, dan juga fashion yang sesuai syariat Islam. Jika kita aktif di dunia maya, maka kita pasti sering menjumpai akun fanbase atau hasthag yang memakai kata ’hijrah’, foto ikhwan yang memanjangkan jenggot serta akhwat yang berkerudung panjangnya. Benarkah sepertu itu indikasi dari sebuah hijrah?

Perpindahan Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah juga dinamakan hijrah. Namun bukan berarti hijrah adalah berpindahnya seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Referensi hijrah sendiri diambil dari sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, dimana hadis tersebut ditanggapi secara serius oleh Syekh Ibn Athaillah dalam al Hikam sebafai berikut:

وانظر إلى قوله صلى الله عليه وسلم فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة يتزوجها فهجرته إلى ما هاجر إليه فافهم قوله عليه الصلاة والسلام وتأمل هذا الأمر إن كنت ذا فهم

“Perhatiknlah sabda Rasulullah SAW, ‘Siapa saja yang berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Tetapi siapa yang berhijrah kepada dunia yang akan ditemuinya, atau kepada perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya kepada sasaran hijrahnya.’ Pahamilah sabda Rasulullah SAW ini. Renungkan perihal ini bila kau termasuk orang yang memiliki daya paham.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sebuah renungan yang tidak hanya diambil secara kasat mata belaka, melainkan membutuhkan sebuah renungan yang dilengkapi dengan kepahaman yang memadai. Jika memang hijrahnya hanya kerena sesuatu, tentu sasaran hijrahnya ya kepada sesuatu tersebut. Bukan kepada Allah dan Rasulullah. Dengan demikian. Orang yang hijrah tak bisa dikenali hanya karena dia yang berjenggot atau berjilbab panjang. Bisa saja yang tidak berjenggot dan berjilbab biasa hatinya lebih menyatu kepada Allah dan Rasulullah.

Di sinilah Syekh Ibn Abbad menjelaskan dalam Ghayatul Mawahibil Aliyyah bahwa hijrah itu membulatkan hati semata-mata untuk Allah dan Rasulullah, bahkan tidak ada ruang sedikitpun untuk seuatu hal yang bernama duniawi. Sebab kata’hijrah’ dalam hadis di atas bermakna sebagai berpindahnya seorang makhluk dari alam kepada sang pencipta. Niat yang kokoh sangat dibutuhkan dalam fase ini, agar tidak berpaling kepada selain Allah dan Rasullah. Sebab niat bisa menjadi fondasi yang kuat untuk terus menyatu kepada-Nya dan Rasul-Nya.

Bahkan pemahaman hijrah juga bisa sampai ke titik, yang mengantarkan kita untuk tidak terpedaya dengan sesuatu yang bernama nikmat. Nikmat Allah yang tak terbilang ini seyogyanya tidak memisahkan kita dengan-Nya dan Rasulullah. Dengan demikian orang hijrah bukanlah orang yang meninggalkan rumah dan mobil mewahnya, melainkan orang yang tetap membulatkan hati untuk-Nya dan Rasulullah dalam kondisi tersebut. Dalam Ghayatul Mawahibil Aliyyah disebutkan:


وقال الشبلي رضي الله تعالى عنه احذر مكره ولو في قوله كُلُوا وَاشْرَبُوا يريد لا تستغرق في الحظ ولتكن في شيئ به لا بنفسك فقوله كُلُوا وَاشْرَبُوا وإن كان ظاهره إكراما وإنعاما فإن في بطنه ابتلاء واختبارا حتى ينظر من هو معه ومن هو مع الحظ

“As-Syibli RA berpesan, waspadalah dengan tipu daya-Nya meskipun dalam firman-Nya dikatakan ‘Makan dan minumlah kalian,’ ini maksudnya adalah pesan ‘Janganlah kalian tenggelam di dalam keinginan. Hendaklah kalian tetap bersama-Nya dalam setiap hal, bukan bersama nafsumu.’ Perintah ‘makan dan minumlah,’ meskipun secara kasatmata adalah bentuk penghormatan dan pemberian nikmat, tetapi secara batin adalah ujian dan cobaan sehingga seseorang dapat melihat siapakah dirinya ketika bersama Allah dan siapakah dirinya saat bersama nafsu,”

Dengan demikian, hijrah tidak hanya sebuah tren yang bisa dirubah dengan sesuatu yang kasat mata, melainkan kebulatan hati yang menyatu kepada Allah dan Rasullah. Orang yang hijrah tentu bisa menyisihkan segala sesuatu selain-Nya dan Rasulullah, dan hal ini hanya bisa dinilai oleh-Nya. Bukan sekedar penilaian visual yang terlihatdengan jenggot dan berjilbab panjang.

*Alumni Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.