tebuireng.online—Himpunan Mahasiswa Santri Alumni Keluarga Tebuireng (HIMASAKTI) Yogyakarta mengadakan sarasehan pendidikan bertema “Pendidikan Berbudaya Mengantarkan Kualitas Karakter Bangsa” pada Jumat (20/01/17) setelah pelaksanaan shalat Jumat pukul 13.15 WIB.
Acara tersebut diawali dengan lantunan shalawat al-banjari Kubahireng di gedung KH. M. Yusuf Hasyim lantai tiga. Dalam acara tersebut dihadiri oleh beberapa pembicara, bapak Drs. M. Rizal Qasim sebagai pembicara I, Kyai Agus Maulana Ch. pembicara II, dan Ibu Khudratun Nafisah sebagai moderator.
Pembacaan al-Fatihah secara bersama-sama, berlanjut lantunan ayat suci Al Quran dan sambutan-sambutan, adalah pembuka dari acara sarasehan ini. Sambutan dari pengasuh diwakili oleh Ustad Lukman Hakim, “Saya mengapresiasi acara ini dengan baik karena masih ada kepedulian dari para alumni untuk menyambung silaturrahmi dengan Pondok Pesantren Tebuireng. Dunia luar terlihat lebih bebas dan tak terbatas. Ini menjadi tolok ukur bagi alumni pondok pesantren, seberapa jauh dia memegang nilai kepesantrenan tetap terjaga dan tetap kuat,” tutur beliau tegas.
Masuk pada acara inti, Kiai Agus Maulana menyampaikan, “Kalau kita lihat sekarang, tatanan peraturan dan ketertiban di pesantren jauh lebih tertata dibandingkan dengan jaman dulu. Namun, yang menjadi persoalan sekarang adalah santri-santri zaman dulu ternyata lebih menonjol dan mempunyai kiprah di masyarakat. Faktor yang bisa kita lihat adalah doa dari para kiai dan guru jaman dulu. Kalau sekarang serasa kita berada di persimpangan jalan karena budaya dan nilai pesantren lambat laun sulit untuk dipegang para alumni pesantren itu sendiri,” ujar beliau selaku Pengasuh Pesantren Kreatif Al-Muhsinin.
Beliau juga menekankan bahwa kebiasaan atau budaya di pesantren tidak boleh tergerus begitu saja oleh waktu. Harus ada yang tetap istikamah dalam mengaji, menelaah kitab kuning, tahlilan, diba’an, dan lain-lain. Lima nilai dasar dari Pesantren Tebuireng menjadi harga yang tak dapat ditawar bagi alumni untuk menanamkan nilai tersebut pada diri mereka. Ikhlas, jujur, kerja keras, tanggung jawab, dan tasamuh. Ikhlas diletakkan di awal karena menjadi dasar dari nilai-nilai selanjutnya dan menjadi pokok yang penting.
Kemudian ditambah penjelasan dari Drs. Rizal Qasim yang juga alumni Pesantren Tebuireng, “Santri di mana pun dia, tetap santri! Bahkan di mana pun berada, di Eropa, Amerika. Tebuireng tetap saya bawa di dalam jiwa,” tukas beliau disambut tepuk tangan meriah oleh audience. Beliau yang juga alumni Tebuireng memaparkan bahwa jaman beliau dulu belajar itu penuh dengan cobaan. Belum ada listrik, penerangan minim, kamar sempit, dan para kiai yang begitu tegas mendidik para santri. Kunci yang beliau pegang untuk para santri adalah beriman, bertakwa, dan beramal shalih. “Semua ilmu bisa masuk ke dalam pondok, yang menjadikan kita punya derajat bukan hanya karena ilmu tapi juga karena kita beriman. Iman yang mengangkat derajat kita,” ucap dosen UIN Sunan Kalijaga ini.
“Saya tetap seorang santri tetapi di-cover oleh modernitas,” pungkas beliau menutup pembicaraan. Acara sarasehan berakhir pukul 16.40 WIB yang ditutup dengan doa.
Pewarta: M. Sutan
Editor: Rara
Publisher: Farha Kamalia