Ratusan santri Trensains Tebuireng nonton bareng film SAKINAH, Senin (15/4/19). (Foto: dokumentasi Trensains)

Tebuireng.online– Kehidupan di pesantren selalu dianggap dengan kehidupan yang penuh dengan kenikmatan, barokah, tak luput juga godaan. Hal ini juga tercermin dalam film karya santri Tebuireng “SAKINAH” yang ditayangkan untuk kedua kalinya di Pesantren Tebuireng  yang disaksikan 300 santri Tebuireng 2 dan para asatidz pada Senin (15/4/19). Film ini merupakan karya kedua Rumah Produksi Tebuireng (MAKSI Tebuireng).

“Film ini merupakan film pertama bahkan satu-satunya yang crew serta pemain yang terlibat dalam produksi maupun proses pengerjaannya ialah sekitar 80-100 santri semua dan mereka tetap mengaji, sekolah, dan nuntut ilmu sesuai dengan tujuan utamanya. Sedangkan script film ini ditulis oleh alumni SMA AWH, diambil dari novel yang sedang dalam masa produksi, Ririn Rinaldiati,” ungkap Amin Zein.

Selanjutnya, dosen Unhasy itu juga mengungkapkan bahwa film itu menceritakan bagaimana seorang santri mempertahankan kesuciannya, nurut pada orang tua meskipun memiliki pilihan yang tidak mampu diungkapkan, seorang santri yang akhirnya meminta petunjuk pada Allah SWT. Selama masa produksi, film ini tidak mengganggu proses tholabul ilmi para santri serta tidak melanggar syariat agama (menyentuh bukan mahram serta pornografi).

Film “SAKINAH” digarap berdasarkan  hasil survei yang menunjukkan Jawa Timur sebagai Provinsi dengan angka perceraian tertinggi dengan sorang istri sebagai penggugat hal tersebut atas dasar penghasilan yang dimiliki lebih tinggi daripada sang suami, hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam agama Islam. Sesuai pesan KH. Salahuddin Wahid dalam bedah script film yang digarap 6 bulan ini untuk tidak sampai ada adegan perceraian sehingga dapat memberi pesan pada masyarakat Indonesia untuk mempertahankan pernikahan.

Tidak jauh dari itu, Kepala Pondok Tebuireng 2, ustadz Umbaran menyampaikan, “hidup di pondok itu penuh godaan tapi harus ditahan sampai lulus bahkan setelah itu, ketika santri melihat lawan jenis dan tidak timbul rasa, hal tersebut tidaklah wajar tapi semua itu ada waktu, tempat, dan syaratnya. Berkaitan dengan film sakinah yang menggambarkan seorang santri kelas akhir yang telah memiliki orang yang didambakan namun, tidak disetujui oleh orang tuanya dan sang ustadz telah memintanya kepada orang tuanya dan ia menerima dengan ikhlas karena lebih baik mencintai orang yang kalian nikahi dan tidak selalu mengikuti alur godaan.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam hal ini, film SAKINAH membuktikan bahwa santri tidak hanya ngaji tapi juga bisa berkarya seperti membuat film dengan niat dakwah Islam rahmatan lil alamin. Menonton film ini memberikan gambaran bagaimana santri harus bijak dalam mengambil uswah (intisari) dalam film “sakinah”.

Pewarta: Nadiah Salma

Publihser: RZ