KH. Salahuddin Wahid (Foto: Kopi Ireng)

Oleh: Fathur Rohman*

Ketika memilih orang-orang yang ingin dijadikan pemateri seminar nasional beberapa bulan lalu, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) menanyakan pendapat ke beberapa orang, termasuk kepada saya, dan akhirnya ditemukan tokoh-tokah yang dianggap dapat mewakili berbagai pandangan yang berbeda-beda tentang tema yang diangkat dalam seminar tersebut yaitu tokoh yang mewakili pemerintah dalam hal ini dari BNPT, tokoh NU, tokoh Muhammadiyah, tokoh PKS, dan tokoh akademisi.

Gus Sholah ingin seminar nantinya bisa menemukan titik temu dari beragam penafsiran tentang tema yang diusung agar tidak terus menimbulkan perdebatan di tengah umat. Namun ketika meminta saya untuk menjadi pembicara seminar nasional yang mewakili pesantren Tebuireng, beliau tidak menanyakan dulu pendapat saya; apakah saya setuju atau tidak.

Hari itu, setelah menemukan orang-orang yang dianggap dapat mewakili berbagai kalangan yang berbeda-beda, beliau mengirim pesan singkat melalui aplikasi whatsApp kepada saya yang isinya kurang lebih begini; “dari kita saudara Fathur Rohman”. Maksudnya yang menjadi pembicara mewakili Tebuireng adalah saya, ketika membaca pesan tersebut saya tidak langsung membalasnya karena saya bingung bagaimana membalasnya sebab sebelumnya tidak ada pembicaraan tentang tawaran kepada saya untuk menjadi pembicara.

Selain itu ada kekhawatiran kalau saya tidak sesuai dengan harapan yang beliau inginkan karena latar belakang saya yang bidang bahasa Arab, bukan kajian keislaman dan sosiologi sebagaimana tema seminar yang diusung, juga bukan karena saya tidak berani berbicara di hadapan tokoh-tokoh nasional karena saya sudah terbiasa menjadi pembicara, moderator, atau penerjemah seminar, utamanya ketika ada pemateri dari Timur Tengah, namun karena saya merasa itu bukan bidang keilmuan yang sudah lama saya tekuni.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Banyak kehawatiran dalam pikiran saya tentang hal itu, saya berusaha memahami dengan berkata pada diri saya sendiri; Yai Sholah orang yang jauh lebih mengerti tentang hal-hal seperti ini, saya yakin sebelum menentukan pilihannya kepada saya untuk menjadi pembicara mewakili Tebuireng, beliau sudah mempertimbangkan dengan baik.

Beliau telah meminta saran ke beberapa orang seperti ketika beliau memilih tokoh-tokoh nasional untuk menjadi pembicara seminar tersebut, dan mungkin beliau telah mempelajari karakter beberapa orang di Tebuireng yang ketika ditawari sebuah tugas ia akan menolak tetapi ketika diberi tugas ia akan melaksanakan dengan baik, karena bagi sebagian orang pantang meminta amanah, tetapi bila diberi amanah akan ia jalankan dengan sebaik-baiknya.

Setelah berpikir beberapa saat, saya menjawabnya kurang lebih; inggih yai, InsyaAllah saya siap. Setelah menjawab itu, beliau mengundang saya ke ndalemnya yang baru di belakang masjid (bukan ndalem kasepuhan) bersama dua orang pimpinan dari unit Pusat Kajian. Pada pertemuan yang tepat waktu mulainya seperti biasanya itu membahas persiapan seminar tersebut dan ada pesan yang khusus ke saya yaitu agar ketika saya menjadi pembicara seminar yang mewakili Tebuireng nanti jangan menyampaikan pandangan yang condong kepada yang pro dan jangan yang condong kepada yang kontra, saya diminta agar berada di posisi pandangan yang tengah-tengah, sekali lagi saya sampaikan; InsyaAllah.

Beliau tidak hanya memilih saya menjadi pembicara mewakili Tebuireng tetapi juga mengajari saya bagaimana menjadi pembicara yang mewakili Tebuireng yaitu memegang prinsip tawassutiyah, dan beliau mengajari saya dengan beberapa kali mengirimi saya artikel dan vidio yang membahas tema dalam seminar tersebut, artikel dan vidio itu berisikan pandangan-pandangan yang pro dan pandangan-pandangan yang kontra, artinya beliau ingin saya benar-benar belajar agar bisa memahami pendapat yang pro dan pendapat yang kontra agar betul-betul bisa menjadi pembicara yang tawassut (tengah-tengah) bukan condong kepada salah satu pihak yang sedang berselisih pendapat.

Beliau tidak hanya memberi tugas saja, tetapi juga membimbing saya agar betul-betul mampu menjalankan tugas yang diberikan dengan baik. Saya mulai belajar banyak tentang tema yang diusung dalam seminar tersebut untuk kemudian saya membuat makalah dan saya kirimkan kepada beliau melalui asisten pribadi beliau agar bila tulisan saya ada yang tidak sesuai dengan harapan Yai Sholah maka akan saya hapus dan tidak akan saya sampaikan dalam seminar tersebut, namun sampai hari H tidak ada pesan yang sampai kepada saya dari beliau yang itu saya anggap berarti isi makalah saya tidak bertentangan dengan harapan beliau.

Setelah acara seminar selesai, ada teman karib beliau yang bernama Prof. KH. Nashihin Hasan naik ke panggung dan menyalami saya sambil berkata kurang lebih; selamat mas, bagus penyampaian materinya, mengena kepada orang-orang yang pro dan mengena juga kepada orang-orang yang kontra, betul-betul ini tawassut, mengenai semuanya, Tebuireng sekali … dst. Saya sampaikan; terima kasih Yai.

Saya benar-benar lega karena tugas telah selesai saya laksanakan dengan baik dan tidak mengecewakan pihak-pihak terkait. Hal yang dapat saya ambil pelajaran adalah seorang pemimpin tidak hanya memerintah memberi tugas saja, tetapi juga membimbing orang yang diberi tugas agar mampu melaksanakannya dengan baik tugas yang diberikan.

Allahummaghfirlahu warhamu waafihi wa’fuanhu

*Dosen sekaligus Ketua Prodi PBA Unhasy Jombang.