KH. Salahuddin Wahid (Foto: Abror Rosyidin)

Oleh: Fathur Rohman*

Segudang aktifitas beliau seperti usaha pengembangan pesantren Tebuireng, Unhasy, menjawab masalah bangsa, dan lain-lain tidak membuat beliau lupa menyatukan dzurriyah atau menyambungkan silaturahim antar dzurriyah.

Dzurriyah yang kami maksudkan di sini bukanlah dzurriyah bani Hasyim saja, tetapi dzurriyah bani Asy’ari artinya beliau berusaha menyatukan dan menyambungkan silaturrahim di antara keturunan dari kakek buyutnya yaitu Kiai Asy’ari yang merupakan ayah dari Kiai Hasyim dan kakek dari Kiai Wahid. Makam Kiai Asy’ari tidak berada di komplek Pesantren Tebuireng melainkan berada di desa Keras Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Provinsi Jawa Timur.

Diantara cara beliau menyatukan bani Asy’ari adalah dengan mengadakan reuni keluarga besar bani Asy’ari dengan cara sebelumnya mengundang beberapa perwakilan dari keturunan anak-anak Kiai Asy’ari dan beliau sendiri menjadi wakil dari keturunan kakeknya yaitu Kiai Hasyim yang juga merupakan salah satu putra dari Kiai Asy’ari.

Dalam pertemuan itu disepakati bahwa acara reuni itu dilaksanakan dua tahun sekali pada awal bulan Syawal, biasanya minggu pertama atau persis tidak jauh-jauh dari tanggal satu Syawal. Reuni ini menurut hitungan saya sejak Yai Sholah di Tebuireng telah berjalan sekitar enam kali, yaitu pertama bertempat di pondok pesantren yang didirikan Kiai Asy’ari di desa Keras, lalu di Pesantren Tebuireng, lalu di Pondok Al Hikmah Purwoasri, lalu di Peterongan, lalu di desa kelahiran Kiai Asy’ari, kemudian tahun kemaren kembali ke Pondok Tebuireng.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Biasanya untuk acara reuni keluarga ada iuran wajib untuk masing-masing keluarga atau tiap anggota keluarga, namun dalam reuni ini tidak ada, ketika ada yang bertanya tentang anggaran biayanya karena dalam reuni tersebut juga sebagaimana pada umumnya acara reuni ada akomodasi dan komsumsi, maka jawaban yang ada adalah semuanya biayanya yang tahu Yai Sholah, bagi beliau yang penting semua keturunan bani Asy’ari bisa datang, bisa bersua, dan menyambung silaturrahim.

Orang-orang dzurriyah bani Asy’ari yang hadir pun luar biasa jumlahnya, sangat banyak dan datang dari berbagai daerah yang jauh, mereka senang bukan karena reuninya gratis, tetapi senang karena saudara mereka yang sukses dan terkenal itu (Yai Sholah) mengakuinya sebagai saudara atau kerabatnya, berbeda jauh dengan orang-orang yang biasanya sudah sukses dan terkenal lalu tidak mau lagi mengakui kerabatnya yang bukan siapa-siapa, mereka bangga bisa bertemu kerabat-kerabatnya yang ternyata tidak hanya keturunan orang hebat saja, tetapi sekarang juga menjadi orang-orang hebat.

Mereka bisa dengan bangga mengenalkan kepada anak-anak mereka atau keluarga mereka masing-masing dengan berkata kurang lebih begini; itu loh kerabatmu yang sekarang jadi orang-orang besar berasal dari satu keturunan dengan kita, maka kalian juga punya kesempatan yang sama untuk bisa menjadi hebat seperti beliau-beliau sekarang untuk memotivasi anak cucu mereka masing-masing, bahwa selain nasab itu penting, tetapi hasab itu juga lebih penting.

Ketika ada kabar wafatnya Yai Sholah, banyak yang bertanya-tanya, siapa yang akan melanjutkan perjuangan terus menyatukan dzurriyah bani Kiai Asy’ari ini. Semoga reuni bani Asy’ari yang telah digagas oleh Yai Sholah ini bisa terus berlanjut. Amin.

Allahmummaghfirlahu warhamu waafihi wa’fuanhu

*Dosen Unhasy Tebuireng Jombang.