Oleh: Ibhar Cholidi
Masya Allah, betapa sulitnya mencari tahu profil Dr. KH. Syansuri Badawi. Di google-pun nama beliau hanya terselip di antara tulisan panjang mengenai Pagar Nusa dan yang lebih panjang berita ihwal wafat beliau. Selebihnya, tak ada uraian lainnya, apalagi yang menarasikan pemikiran beliau yang cerdas dan mencerahkan.
Padahal, Kiai Syansuri pemilik absah membaca dan mentransmisikan kitab Shahih Bukhari dan Muslim lewat jalur Hadratussyaikh. Murid langsung dan berdiri sejajar di antara murid-murid unggulan Kiai Hasyim. Berpuluh-puluh tahun mengajar rupa-rupa kitab yang tergolong level tinggi di Pesantren Tebuireng. Bahkan pernah bersentuhan dengan politik praktis hingga menjadi anggota DPR RI.
Potret itu sudah cukup menunjukkan Kiai Syansuri bukan sosok yang biasa-biasa saja. Berpeluh dan menyemai tunas tunas muda kiai di Pesantren Tebuireng yang kelak menyebar di seantero negeri. Khidmat menaburkan keilmuan Islam tak bisa ditakar dengan angka dan dihargai secara nominal. Pengabdian itu berhenti hingga di tapal batas saat ajal menjemput beliau.
Sungguh, sosok alim yang tuntas menyelesaikan tugas sebagai guru, sebagai arif dan “warasat al-ambiya (pewaris Nabi)”. Tak mudah menemukan penggantinya. Apalagi, ketulusan, kesungguhan dan kekhidmatan beliau. Lho, kok senyap jejaknya lewat tulisan tentang Kiai Syansuri ?
Sejumlah teman seangkatan saat nyantri sudah saya kontak dan mintai informasi bertaut Kiai Syansuri. Sementara ini, belum satupun yang merespon dan mengirim informasi sesuai permintaan saya. Kalau toh ada, baru berupa foto Kiai Syansuri di berbagai acara dan “secuil” catatan.
Jujur, sebagai santri Pesantren Tebuireng yang pernah tiga tahun belajar kepadanya secara formal di Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah plus sepuluh tahun nyantri dan mengaji berbagai kitab kepada Kiai Syansuri, saya merasa bersalah. Bagi Kiai Syansuri hal ini tidak ada kerugian apapun dan bukan perkara penting, tetapi bagi kita dan terutama kalangan santri, ini merupakan kehilangan yang luar biasa.
Sepinya tulisan yang merekam dan mengabadikan profil Kiai Syansuri, terasa ada bagian mata rantai yang putus dari turats khazanah keilmuan santri dan hilangnya keteladanan yang berharga.