Foto: Ghunniyatul Karimah

أَيُّهَا الوَلَدُ، يَنْبَغِي لَكَ أَنْ يَكُوْنَ قُوْلُكَ وَفِعْلُكَ مُوَافِقًا لِلشَّرْعِ، إِذِ العِلْمُ وَالعَمَلُ بِلَااقْتِدَاءٍ لِلشَّرْعِ ضَلَالَةٌ، وَيَنْبَغِي لَكَ أَلَّا تَغْتَرَّ بِالشَّطْحِ وَطَامَّاتِ الصُّوْفِيَّةِ، لِأَنَّ سُلُوْكَ هَذَا الطَّرِيْقِ يَكُوْنُ بِالمُجَاهَدَةِ وَقَطْعِ شَهْوَةِ النَّفْسِ وَقَتْلِ هَوَاهَا بِسَيْفِ الرِّيَاضَةِ، لَابِالطَّامَّاتِ وَالتُّرَّهَاتِ

Wahai santriku, seyogianya ucapan dan tindakanmu seirama dengan syara’, karena ilmu dan amal perbuatan tanpa mengikuti syara’ adalah sesat. Seyogianya kamu tidak terperdaya dengan penampakan dan bencana para sufi, karena menempuh perjalanan di jalan ini membutuhkan mujahadah, memutuskan syahwat nafsu, dan membunuh gairah nafsu dengan pedang riyadhah, bukan dengan jalan celaka dan bualan omong kosong.

وَاعْلَمْ أَنَّ اللِّسَانَ الُمطْلَقَ وَالقَلْبَ المُطْبَقَ المَمْلُوْءَ بِالغَفْلَةِ وَالشَّهْوَةِ عَلَامَةُ الشَّقَاوَةِ. فَإِذَا لَمْ تَقْتُلِ النَّفْسَ بِصِدْقِ المُجَاهَدَةِ فَلَنْ يَحْيَا قَلْبُكَ بِأَنْوَارِ المَعْرِفَةِ

Ketahuilah bahwa lisan yang tidak terkontrol dan hati yang tertutup, yang dipenuhi dengan ghaflah (kelalaian) dan syahwat adalah tanda celaka. Jikalau kau tidak membunuh nafsumu dengan mujahadah yang benar, maka hatimu tidak akan hidup dengan cahaya makrifat.

وَاعْلَمْ أَنَّ بَعْضَ مَسَائِلِكَ الَّتِي سَأَلْتَنِي عَنْهَا لَايَسْتَقِيْمُ جَوَابُهَا بِالكِتَابَةِ وَالقَوْلِ. إِنْ تَبْلُغْ تِلْكَ الحَالَةَ تَعْرِفْ مَا هِيَ، وَإِلَّا فَعِلْمُهَا مِنَ المُسْتَحِيْلاَتِ. لِأَنَّهَا ذَوْقِيَّةٌ. وَكُلُّ ذَوْقِيًّا لَايَسْتَقِيْمُ وَصْفُهُ بِالقَوْلِ كَحَلَاوَةِ الحُلْوِ وَمَرَارَةِ المُرِّ لَاتُعْرَفُ إِلَّا بِالذَّوْقِ. كَمَا حُكِيَ أَنَّ عِنِّيْنًا كَتَبَ إِلَى صَاحِبٍ لَهُ أَنْ عَرِّفْنِي لَذَّةَ المُجَامَعَةِ كَيْفَ تَكُوْنُ. فَكَتَبَ لَهُ فِي جَوَابِهِ: يَا فُلَانُ، إِنِّي كُنْتُ حَسِبْتُكَ عِنِّيْنًا فَقَطْ، وَالآنَ عَرَفْتُ أَنَّكَ عِنِّيْنٌ وَأَحْمَقُ. لِأَنَّ هِذِهِ اللَّذَّةَ ذَوْقِيَّةٌ إِنْ تَصِلْ إِلَيْهَا تَعْرِفْ، وَإِلَّا لَايَسْتَقِيْمُ وَصْفُهَا بِالقَوْلِ وَالكِتَابَةِ

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ketahuilah, bahwa sebagian dari persoalan-persoalan yang kamu tanyakan kepadaku, jawabannya tidak memungkinkan dengan tulisan dan ucapan. Jika engkau bisa menggapai kondisi itu, maka kau akan mengetahuinya. Sebaliknya, jika tidak sampai pada kondisi tersebut, maka pengetahuan tentangnya adalah mustahil (tidak mungkin). Karena kondisi ini adalah dzauqiyah (nilai rasa). Setiap dzauqiyah tidak bisa digambarkan dengan ucapan, seperti manisnya rasa manis dan pahitnya rasa pahit tidak bisa diketahui kecuali dengan merasakannya.

Diceritakan ada seorang impoten menulis surat kepada sahabatnya, “Beritahulah aku bagaimana nikmatnya bersetubuh.” Maka sahabatnya menjawab dengan tulisan, “Wahai sahabatku, sesungguhnya aku telah mengira bahwa kamu adalah orang impoten saja. Sekarang aku mengerti bahwa dirimu orang impoten dan tolol.” Kenikmatan ini bersifat dzauqiyah. Jika engkau sampai padanya, maka akan mengerti. Sebaliknya, jika tidak, maka penggambaran dengan ucapan dan tulisan tidaklah berguna.

**

أَيُّهَا الوَلَدُ، بَعْضُ مَسَائِلِكَ مِنْ هَذَا القَبِيْلِ، وَأَمَّا البَعْضُ الَّذِي يَسْتَقِيْمُ لَهُ الجَوَابُ فَقَدْ ذَكَرْنَاهُ فِي إِحْيَاءِ العُلُوْمِ وَغَيْرِهِ، وَنَذْكُرُ هَاهُنَا نُبَذًا مِنْهُ نُشِيْرُ إِلَيْهِ فَنَقُوْلُ: قَدْ وَجَبَ عَلَى السَّالِكِ أَرْبَعَةُ أُمُوْرٍ: الأَمْرُ الأَوَّلُ اِعْتِقَادٌ صَحِيْحٌ لَايَكُوْنُ فِيْهِ بِدْعَةٌ. وَالثَّانِي تَوْبَةٌ نَصُوْحٌ لَايُرْجَعُ بَعْدَهَا إِلَى الزَّلَّةِ. وَالثَّالِثُ اسْتِرْضَاءُ الخُصُوْمِ حَتَّى لَايَبْقَى لِأَحَدٍ عَلَيْكَ حَقٌّ. وَالرَّابِعُ تَحْصِيْلُ عِلْمِ الشَّرِيْعَةِ قَدْرَ مَاتُؤَدَّى بِهِ أَوَامِرُ اللهِ تَعَالَى، ثُمَّ مِنَ العُلُوْمِ الأُخْرَى مَا تَكُوْنُ بِهِ النَّجَاةُ

Wahai santriku, sebagian persoalanmu ini termasuk dzauqiyah, dan sebagian lainnya yang akan aku jawab telah kutorehkan dalam kitab Ihya’ al-‘Ulum dan lainnya. Aku sebutkan di sini sebagian dari sarinya. Ada empat perkara yang wajib bagi salik (orang yang melakukan penjernihan jiwa): pertama adalah keyakinan yang benar tanpa ada bidah di dalamnya. Kedua, tobat dengan ikhlas, tidak mengulangi kesalahan setelahnya. Ketiga, meminta keridaan musuh, sehingga tiada hak bagi orang lain padamu. Keempat, meraih ilmu syariah sekiranya mencukupi untuk menjalankan perintah-perintah Allah SWT, kemudian meraih ilmu-ilmu lainnya yang bisa membahagiakan (menyelamatkan).

حُكِيَ أَنَّ الشِّبْلِي رَحِمَهُ اللهُ خَدَمَ أَرْبَعَمِائَةِ أُسْتَاذٍ: وَقَالَ: قَرَأْتُ أَرْبَعَةَ آلَافِ حَدِيْثٍ، ثُمَّ اخْتَرْتُ مِنْهَا حَدِيْثًا وَاحِدًا وَعَمِلْتُ بِهِ وَخَلَّيْتُ مَا سِوَاهُ لِأَنِّي تَأَمَّلْتُهُ فَوَجَدْتُ خَلَاصِي وَنَجَاتِي فِيْهِ، وَكَانَ عِلْمُ الأَوَّلِيْنَ وَالأَخِرِيْنَ كُلُّهُ مُنْدَرِجًا فِيْهِ فَاكْتَفَيْتُ بِهِ، وَذَلِكَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِبَعْضِ أَصْحَابِهِ: إِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ بِقَدْرِ مُقَامَكَ فِيْهَا، وَاعْمَلْ لِأَخِرَتِكَ بِقَدْرِ بَقَائَكَ فِيْهَا، وَاعْمَلْ لِلّهِ بِقَدْرِ حَاجَتِكَ إِلَيْهِ، وَاعْمَلْ لِلنَّارِ بِقَدْرِ صَبْرِكَ عَلَيْهَا

Diceritakan bahwa as-Syibli –semoga Allah merahmatinya– telah mengabdikan diri pada 400 guru. Dia berkata, “Aku telah membaca 4000 hadis, kemudian memilih satu hadis darinya dan mengamalkannya. Aku tinggalkan selainnya, karena setelah merenungkan, aku temukan kebutuhan dan keselamatanku ada dalam hadis tersebut. Ilmu para ulama terdahulu dan setelahnya semua terpusat di dalamnya, maka kucukupkan diriku. Hadis itu adalah bahwa Rasulullah SAW berkata kepada sebagian sahabatnya, ‘Bekerjalah untuk duniamu sesuai lamanya kamu menempatinya. Beramallah untuk akhiratmu sesuai keabadianmu di dalamnya. Beramallah untuk Allah sebanyak kebutuhanmu padaNya. Takutlah kepada neraka sesuai dengan kemampuan sabarmu menahan panasnya.’”


*Diterjemahkan oleh Yayan Mustofa dari Kitab Ayuhal Walad, sebuah risalah balasan Imam Abu Hamid al-Ghazali kepada seorang muridnya yang bertanya tentang permasalahannya.