Al-Quran adalah Kalam yang suci, mukjizat Nabi yang hingga kini masih bisa kita saksikan, kita baca dan tentunya kita dalami makna dan pelajarannya. Sebagian pesantren di Indonesia menerapkan pembelajaran atau sistem dengan cara hafalan. Baik hafalan Al-Quran ataupun hafalan nadhom dan hadis.
Santri yang sudah menghafal Al-Qur’an 30 juz mendapatkan amanat dan kewajiban yang besar untuk menjaga hafalan atau murojaah. Murojaah berarti mengulang hafalan, baik bin nadhor (melihat Al-Quran) atau dengan cara bil ghoib. Setiap perjuangan pasti akan menemukan rintangan, ujian dan cobaan.
Tak terkecuali seorang penghafal al-Quran, bahkan dikatakan jika rintangan bagi seorang penghafal al-Quran bukanlah cobaan dan rintangan yang mudah dilalui. Dalam hal ini, Ning Chasna putri Gus Kautsar pernah berkata “ilmu adalah hal yang penting, maka cara mendapatkannya tidak bisa cuma-cuma”.
Rintangan Penghafal Al-Quran
Menghafal al-Quran adalah pengalaman yang tidak akan pernah bisa dilupakan, mulai dari cara mempertahankan keseriusan, sebisa mungkin menghafal dengan istiqomah, mengamalkan hafalan yang sudah didapat, mentadaburi setiap ayat dan suratnya, menjaga sikap sesuai tata cara membawa dan membacanya, dan perjuangan lainnya yang hanya bisa kita lakukan dengan al-Quran.
Tentang banyak waktu yang harus disisihkan untuk mengistimewakannya, yang harus mati-matian membuat setoran untuk ziyadah, terkadang semangat pupus di tengah jalan dan membuat niat menjadi buyar, dan masih banyak lagi rintangan yang dihadapi seorang santri, khususnya calon hufadz.
Segala sesuatu di dunia ini, tidak ada yang instan. Jika di kemudian hari kita melihat seseorang sukses, itu serta merta karena sudah ada proses yang ia lalui, bukan hanya tentang sukses yang sudah kita lihat sekarang ini.
Dalam hal ini Gus Muhammad Hasan pernah berkata “hargai proses, karena se instan-instannya mie instan saja, masih perlu dimasak” maka dari itu, hargailah proses. Proses ketika kita harus mengalahkan waktu bermain dan bersantai, mengurangi waktu tidur dan lain sebagainya, yang bisa menghambat kemajuan dan kedekatan kita dengan al-Quran.
Niat dalam Menghafal Al-Quran
Dalam menghafal, alangkah baiknya kita luruskan niat terlebih dahulu, memurnikan niat adalah suatu alternatif yang menuntun kita mendapatkan kebaikan di kemudian hari. Tidak ada niat lain kecuali mendapatkan ridho dan ampunan Allah. Namun niat merupakan sesuatu yang selalu bisa kita semogakan. Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari niat yang kurang baik.
Selain niat, kita harus memiliki kesungguhan yang luar biasa, membuang rasa malas dan banyak mengungkit pamrih perihal banyaknya ayat yang sulit kita hafal, atau sulitnya hafalan kita dibanding orang lain.
Cobaan dan ujian menghafal al-Quran terkadang kita temui dalam bentuk yang berbeda. Mungkin karena banyak hal yang membuat kita lalai dan menyedikitkan waktu, kesulitan menghafal karena salah waktu ziyadah, mendapatkan godaan atau cobaan berupa langgengnya hadas yang membuat seseorang malas mengambil wudhu berulang kali.
MasyaAllah, begitu banyak cobaan yang justru Allah kemas sebagai ajang pembuktian cinta kita kepada al-Quran, pembuktian seberkas kisah yang tersimpan lama dalam ingatan, bukti akan banyaknya keringat dan air mata di sela perjuangan.
Suatu hari, penulis pernah melihat langsung perjuangan Ibu Nyai mengajar atau menyimak hafalan al-Quran para santrinya. Waktu itu hujan turun dengan lebatnya, namun tak menyurutkan niat beliau untuk mengajarkan ilmu pada para santri.
Beliau tetap mengajar, dan sayangnya kami sebagai santri beliau-lupa jika tempat kami mengaji atau mushola sedang dalam perbaikan. Alhasil, tepat di atas meja panjang tempat kami meletakkan al-Quran yang disimak Bu Nyai, air hujan turun dengan derasnya.
Wajah beliau terkena air tersebut, berkali-kali air mengenai wajah beliau, karena posisi genting yang bocor berada tepat di atas kami mengaji. MasyaAllah, hingga akhir pengajian, beliau tidak dawuh untuk mengambilkan lap ataupun payung.
Kami para santrinya, tidak bisa melakukan apa pun kecuali berdoa, karena jika beliau tidak dawuh apa-apa, kami tidak berani melakukan apapun. Setelah selesai, beliau kembali ke ndalem, bahkan beberapa al-Quran milik santri juga sedikit basah, karena terkena percikan air hujan. MasyaAllah, istiqomah dan ilmu beliau adalah curahan kebaikan yang Allah berikan kepada kami, para santrinya.
Beliau juga pernah dawuh “Mbak.. mbak, sek wes apal Al-Quran, kudu dijaga apalane, apal sak ayat yo dijaga, apal sak surat ya dijaga, pokoe apalane kudu dijaga” (mbak santri yang sudah hafal al-Quran harus dijaga hafalannya, hafal satu ayat ya dijaga, hafal satu surat ya dijaga, pokoknya hafalannya harus dijaga).
Semoga kelak kita menjadi orang yang mendapat rahmat dan ampunan Allah, karena berkah al-Quran. Karena Allah juga menjanjikan banyak kebaikan ketika kita dekat dengan al-Quran. Di antaranya adalah ketenangan dan mudah terkabulnya doa yang kita panjatkan. Semoga kita termasuk golongan orang yang mendapatkan pertolongan Al-Quran , dari dunia hingga akhirat kelak. Aamiin.
Baca Juga: Menggapai Surga Dengan Hafalan al-Qur’an – Tebuireng Online
Ditulis oleh Rokhimatus Sholekhah, Santriwati Pondok Pesantren Alhusna Payaman Magelang