ilustrasi kotak amal masjid
ilustrasi kotak amal masjid

Dewasa ini sering kali terjadi cekcok antara pengurus masjid atau biasa kita sebut takmir mengenai uang kotak amal yang menjadi pemasukan pasti. Biasanya para takmir kebingungan mengenai pengalokasian uang tersebut. Terlebih uangnya milik masjid. Sehingga mereka perlu mengatur dan melakukan penanganan secara khusus supaya tindakan mereka tidak menyalahi syariat Islam.

Ada sebuah masjid di suatu daerah yang memiliki uang kas amal cukup banyak, sedangkan masjid itu sendiri sudah selesai dalam pembangunan. Kemudian para takmir kebingungan mau diapakan uang ini, apakah uang ini boleh digunakan untuk membayar takmir perawat masjid, memberi pesangon khatib, muazin, menyediakan kopi untuk para jemaah dan untuk mengadakan pengajian rutinan di dalam masjid? Hal demikian sebenarnya sudah sering dibahas oleh banyak ulama. Hanya saja belum banyak yang mengetahui hasil rumusannya.

Sebelum kita mengetahui hukum permasalahan di atas. Alangkah baiknya kita runtut permasalaham kali ini supaya kita bisa memahami dan mengetahui cara para ulama’ merumuskan suatu permasalahan.

Rumusan Masalah

Pertama, kita harus mencari tahu apa status uang kotak amal masjid?

Biasanya status barang-barang yang berada di masjid tergolong barang wakaf, hibah, dan sedekah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Jika uang kotak amal tersebut kita arahkan menjadi barang wakaf maka tidak bisa dibenarkan, sebab merusak salah satu syarat barang wakaf sebagaimana telah diketahui dalam kitab fathul qorib,

(والوقف جائز بثلاثة شرائط). وفي بعض النسخ «والوقف جائز، وله ثلاثة شروط»: أحدها (أن يكون) الموقوف (مما ينتفع به مع بقاء عينه)، ويكون الانتفاع مباحا مقصودا؛ فلا يصح وقف آلة اللهو، ولا وقف دراهم للزينة

Artinya, “Wakaf itu boleh dengan tiga persyaratan: pertama benda yang diwakafkan harus salah satu benda yang bisa dimanfaatkan bersamaan kekalnya benda tersebut (tidak habis ketika digunakan), penggunaannya pun harus dilegalkan, sehingga tidak sah mewakafkan alat hiburan, dan dirham untuk dekorasi.”

Penjelasan kitab Fathul Qarib yang dikarang oleh Syekh Ibnu Qasim, uang kotak amal tidak termasuk barang wakaf. Ada lagi rukun dari wakaf yang rusak yakni harus ada sighat dan penerima wakaf. Sedangkan kenyataannya orang-orang yang memasukkan uang ke dalam kotak amal masjid tidak pernah mengucapkan sighat apalagi ada penerimanya.  

Kedua, apabila status uang kotak amal tidak tergolong barang wakaf, maka apa statusnya? Mari kita mengalihkan pandangan pada penjelasan hibah, dan  shadaqoh. Perhatikan perbedaan dari kedua hal ini. Dalam kitab Ianatut Thalibin, Syekh Abu Bakar Asy-Syatha’ menjelaskan:

«(والحاصل) أنه إن ملك لأجل الاحتياج أو لقصد الثواب مع صيغة، كان هبة وصدقة، وإن ملك بقصد الإكرام مع صيغة، كان هبة وهدية، وإن ملك لا لأجل الثواب ولا الإكرام بصيغة، كان هبة فقط. وإن ملك لأجل الاحتياج أو الثواب من غير صيغة، كان صدقة فقط.

Artinya: “Kesimpulannya ialah jika seseorang memberikan suatu kepemilikan sebab ada kebutuhan atau bertujuan mendapat pahala besertaan menyebutkan sighat, maka hal itu termasuk hibah dan shadaqoh. Jika seseorang memberikan suatu kepemilikan bertujuan memuliakan besertaan sighat, maka termasuk hibah dan hadiah. Jika seseorang memberikan suatu kepemilikan demi kebutuhan dan tidak ada unsur memuliakan, maka termasuk hibah saja. Sedangkan jika seseorang memberikan suatu kepemilikan sebab kebutuhan atau sebab ingin mendapatkan pahala tanpa sighat, maka termasuk sedekah saja.”

Dengan demikian sudah jelas bahwa status uang kotak amal masjid merupakan barang sedekah. Dan barang yang sudah dimiliki oleh masjid pengalokasiannya pun harus untuk kemaslahatan masjid itu sendiri. Harta sedekah statusnya juga sama dengan harta hasil wakaf – seperti keuntungan menyewakan barang wakaf – maka dari itu boleh saja kita memakai ibarot mengenai pengalokasian harta hasil (keuntungan) wakaf.

Ketiga, dengan kita mengetahui status uang kotak amal, kita fokuskan pembahasan pada pertanyaan. Apakah boleh membayar takmir yang merawat masjid, memberi pesangon khatib dan muazin, membelikan kopi untuk para jemaah dan membiayai pengajian di masjid?

Berikut ini jawabannya.

Sebagaimana telah dijelaskan pada kitab Hasyiah Qulyubi wa Umairah,

عِمَارَةُ ‌الْمَسْجِدِ ‌هِيَ ‌الْبِنَاءُ ‌وَالتَّرْمِيمُ وَالتَّجْصِيصُ لِلْأَحْكَامِ وَالسَّلَالِمُ وَالسَّوَارِي وَالْمَكَانِسُ وَالْبَوَارِي لِلتَّظْلِيلِ أَوْ لِمَنْعِ صَبِّ الْمَاءِ فِيهِ لِتَدْفَعَهُ لِنَحْوِ شَارِعٍ وَالْمَسَّاحِي وَأُجْرَةُ الْقَيِّمِ وَمَصَالِحِهِ تَشْمَلُ ذَلِكَ، وَمَا لِمُؤَذِّنٍ وَإِمَامٍ وَدُهْنٍ لِلسِّرَاجِ وَقَنَادِيلَ لِذَلِكَ.

Artinya: “Yang tergolong pembangunan masjid ialah bangunan itu sendiri, perenovasian, plesteran untuk tiang, dan tangga, sapu, dan atap untuk berteduh atau untuk menghalangi air mengalir ke dalam sehingga terdorong keluar ke jalanan. Bayaran qayyim dan kemaslahatannya tercakup juga. Uang untuk muazin, imam, dan minyak untuk penerangan.”

Kitab Bughyatul Mustarsyidin pun menjelaskan permasalahan penyediaan kopi di masjid dengan sangat jelas.

ويجوز بل يندب  للقيم أن يفعل ما يعتاد في المسجد من قهوة ودخون وغيرهما مما يرغب نحو المصلين ، وإن لم يعتد قبل إذا زاد على عمارته.

Artinya: “Boleh bahkan disunahkan bagi qayyim menyediakan hal-hal yang sudah biasa di masjid. Seperti kopi, rokok dan hal-hal lain yang membuat senang orang yang sedang salat. Walaupun hal-hal tadi tidak biasa sebelumnya ketika uang melebihi untuk pembangunan.”

Lantas bagaimana jika uang kotak amal digunakan untuk membiayai pengajian rutin di dalam masjid, apakah boleh? Kitab Fatawi bi Fadlal menjelaskan bahwa kita boleh mengalokasikan hasil dari wakaf untuk pengajian kitab-kitab fikih. Sebab pembacaan kitab fikih di masjid sama halnya dengan membaca Al-Qur’an, yang mana hal tersebut termasuk perilaku menghidup-hidupkan masjid.

اراد جماعة من طلب العلم احياء بين العشاءين فيه لقراءة بعض كتب الفقه فهل للناظر ان يصرف لهم من غلة الوقف مما يكفي السريح لهم. لان السراح الذي لقراءة الحزب لا يمكنهم القراءة عليه أم لا؟ يجوز للناظر ان يصرف لهم مما يكفي التسريج للقرأة المذكورفي السؤال والحال ما ذكر السائل من غلة وقف المسجد الزائدة على عمارته واهم مصالحه ان لم يتوقع طرؤه اهم منه والا فليس له ذالك لان قرأة الفقه فيه كقراءة القراءن وهي من المصالح لان فيها احياء له قال في القلائد:وافتى بعض اهل اليمن بجواز صرف الزائد المتسع لدراسة علم او قراءن فيه (المسجد) قال لانه لا غاية له.

Dari sini bisa kita bisa menarik kesimpulan, bahwa boleh bagi takmir masjid mengalokasikan uang kotak amal untuk keperluan yang telah disebutkan di atas, apalagi untuk kemakmuran masjid itu sendiri. Dengan catatan masjid tidak lagi membutuhkan uang untuk pembangunan.


Baca Juga: Mengedarkan Kotak Amal Saat Khutbah Berlangsung – Tebuireng Online

Ditulis oleh. Mohamad Firudin, Mahasantri Ma’had Aly PP. An-Nur II Al-Murtadlo