Reike Diah Pitaloka, mengisi Seminar Nasional ‘Menanggapi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di Pesantren Tebuireng, Kamis (2/5/19). (Foto: Bagas)

Tebuireng.online— Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari, pemain sinetron Indonesia yang akhirnya memutuskan berkiprah di dunia politik, ternyata memiliki hubungan yang dekat dengan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

“Saya sebenarnya ketika Gus Dur wafat, saya tidak pernah mau untuk hadir di pemakaman itu. Karena saya masih ingin merasa Gus Dur itu masih hidup. Beliau sudah seperti orang tua saya, paman saya, dan saudara saya,” ungkap aktris Oneng dalam sinetron Bajaj Bajuri itu.

Sebagai politisi, yang juga pernah menjabat sebagai anggota DPR tahun 2009-2014, Rieke mengungkap latar belakang ia terjun dalam dunia politik.

“Yang membuat saya berkecimpung dan terjun di dunia politik adalah KH. Abdurrahman Wahid. Dulu hampir satu bulan dua kali, kami -ada saya dan beberapa teman lain- usai salat Jumat di kantor PBNU itu berkumpul dengan Gus Dur. Kita bertemu dan berdiskusi banyak hal di sana,” terangnya saat mengisi materi seminar nasional di Pesantren Tebuireng, Kamis (2/5/19).

Dari forum itulah, Rieke banyak belajar dan mengerti akan banyak hal dari sosok Gus Dur.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Bahkan, dulu kami sempat beberapa kali menemani Gus Dur cuci darah di rumah sakit. Saat itu pula, ada bapak Mahfud MD yang juga bersama saya, untuk menemani beliau cuci darah,” ceritanya mengenang Gus Dur.

Baginya, Gus Dur mengajarkan padanya bahwa fungsi hukum adalah untuk mengorganisir tanggung jawab bukan untuk menakut-nakuti masyarakat. Karena mengorganisir tanggung jawab tanpa perlu ada sanksi, sudah pasti orang akan menakutinya.

“Orientasi hukum pancasila tidak pada sanksi. Tetapi pada tanggung jawab itu sendiri. Disini, saya yakin semua orang pasti mengatakan saya berorientasi pada Pancasila. Namun, sebagai sumber hukum, Pancasila terdiri atas 5 sila,” jelasnya.

Tidak lain daripada itu, Rieke mengatakan, Pancasila mengamanatkan kepada kita bahwa sila pertama, ketuhanan yang maha esa itu bernilai pada sejarah.

“Bagaimana sejarah pancasila itu dibuat. Yaitu berketuhanan antara keanegaragaman agama yang dilandasi dengan rasa saling hormat menghormati satu sama lain. Antara penerus agama dengan kepercayaan dan antara berkeadaban dengan kebudayaan. Dan mengandung kearifan di dalam nilai-nilai lokalnya,” hal ini disampaikan Rieke sebagaimana intisari yang dikatakan oleh Bung Karno.

Kemudian, menurutnya tetapi tidak cukup satu sila saja, harus unsur kemanusiaan didalamnya dan prinsip keadilan. “Keadilan yang dimaksud adalah bukan semata menegakkan hukum dengan hukum. Tetapi murni untuk keadilan,” imbuhnya.

Dalam seminar itu, Rieke jelaskan bahwa ada 3 hal didalam pancasila. Yaitu keadilan hubungan orang dengan orang, orang dengan rakyatnya, dan keadilan di dalam struktur pemerintah. Yang mana bagaimana kekuasaam bisa mendistribusikan keadilan kepada senua kelompok.

“Adapun konsep di atas, barulah bisa diputuskan melalui musyawarah mufakat untuk melahirkan  keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.

Diakhir materinya, ia mengungkapkan bahwa dalam upaya mewujudkan keadilan tanpa adanya kasih sayang hanya akan melahirkan produk-produk hukum yang kejam dan keji.

Pewarta: Fitrianti Mariam Hakim
Publisher: RZ