sumber ilustrasi: lensgo/tbismk

Oleh: Fitriatul Hasanah*

Sebagai seorang santri yang hidup jauh dari orang tua, kami setiap hari digembleng untuk bisa hidup mandiri, mulai dari mencuci baju, memasak, bersih-bersih kamar, pondok pesantren dan kami juga diajarkan bagaimana hidup berdampingan dengan orang lain atau bisa disebut latihan bermasyarakat mulai dini. Dari kemandirian tersebut banyak sekali cerita-cerita sewaktu di pesantren yang berkesan dan dirindukan ketika sudah pulang. 

Tak hanya mengajarkan kemandirian, di pesantren kami mempunyai banyak relasi teman dari berbagai pelosok nusantara dengan ragam logat bahasanya yang unik, karakter yang berbeda-beda serta khas makanan daerahnya yang unik-unik dan lezat. Salah satunya teman saya yang bernama Ani Malihatun, ia berasal dari Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Teman saya satu ini terkenal rajin, pendiam dan juga pintar, tak heran jika dia menjuarai lomba Alfiyah sewaktu di pondok pesantren. Tapi ada cerita unik ketika ia didelegasikan menjadi peserta lomba musabaqah kitab kuning di Jakarta Pusat. 

Saat kami berbincang-bincang, saya menanyakan perihal bagaimana ia bisa lolos menjadi juara 1, ia menuturkan bahwa gurunya hampir murka lantaran sewaktu diminta untuk mengikuti lomba ia menolak perintah tersebut. “Saya tidak Ridho kalau kamu tidak mau mengikuti lomba”. Kata Ani menirukan ucapan gurunya. 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Bagi Ani, ucapan tersebut seperti sambaran petir yang bisa meruntuhkan kehidupannya, dari pada hidupnya buyar, secara spontan Ani langsung mengiyakan permintaan sang guru untuk mengikuti lomba. Dia menolak dengan dalih tidak suka karena memang sebenarnya dia tidak menyukai pelajaran Alfiyah dan didukung juga sudah setahun lamanya tak pernah dihafalkan lagi sejak lomba terakhir.

Selain itu, masih banyak teman lain yang lebih mumpuni. Namun demi meraih Ridho guru dia berangkat mengikuti lomba, karena baginya Ridho guru adalah harga mati untuk mendapatkan ilmu yang barokah. 

Pemberitahuan tersebut sangatlah mendadak sekitar 2 minggu sebelum lomba dilaksanakan dan hanya melalui 2 tahapan saja menuju final, pertama seleksi di kabupaten dan kedua di pusat. Di kabupaten, Ani Malihatun mendapatkan nomor urut satu untuk maju, mungkin karena efek maju pertama ia langsung blank dengan pertanyaan yang ditanyakan juri, dia pun tidak tahu jawabannya dan jawablah dia dengan ngawur. 

Entah benar atau tidak jawabannya, faktanya Ani masuk final di Jakarta pusat. “Aku hanya kebetulan saja memenangkan lomba tersebut, aku saja ketika di kabupaten jawabanku ngawur, dan juga jujur aku tidak suka dengan pelajaran Alfiyah. Aku pun tidak begitu serius dalam memperdalam pemahaman materinya hanya kufokuskan pada kelancaran hafalan saja”. Ucap Ani Malihatun 

Kabar Ani masuk final di Jakarta Pusat pun menjadi heboh di antara teman-teman seangkatan, begitu juga dengan Ani yang kaget padahal jawabannya ngawur. “Kok bisa ya masuk final?” Tutur ani waktu selesai lomba. Satu bulan berikutnya, ia terbang ke Jakarta Pusat untuk mengikuti babak final lomba, Ani Malihatun mendapatkan nomor urut 1 lagi untuk maju dalam perlombaan. “Nomor satu lagi, semoga tidak blank.” Kata batinnya waktu itu.

Di luar dugaan, Ani berhasil meraih juara 1 tingkat Ulya dalam musabaqah kitab kuning yang diselenggarakan oleh PKB. Di lokasi final ia sama sekali tidak ditanyakan perihal pemahaman materi 1002 bait nadhom Alfiyah, yang dinilai hanya dari aspek kelancarannya saja. “Saya bisa menyabet juara 1 putri itu hanya kebetulan, kebetulan saya lancar 1002 bait tersebut dan saingan saya kebanyakan lancarnya hanya sekitar 800 bait dan yang pasti berkat Ridlo guru juga.” Tutur Ani Malihatun. 

Dari situlah ia bisa meraih juara 1 Musabaqah Kitab Kuning dengan hadiah Umroh dan uang tunai senilai 5 juta rupiah. Doa yang selama ini dilangitkan teman-temannya dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.

“Pernah dulu saya nongkrong dengan teman-teman entah apa yang kami obrolkan tiba-tiba salah satu dari kami ada yang menyeletuk semoga angkatan kami ziarahnya ke Mekkah Madinah, saya aminkan dalam hati dan alhamdulillah saya diberi amanah untuk mewakili angkatan saya untuk ziarah Mekkah Madinah.” Kata Ani. Ani juga menambahkan tentu semua itu tak lepas dari doa berbagai pihak mulai dari guru, orang tua dan teman-teman sekalian.

*Mahasiswa Komunikasi di PTS Malang