sumber ilustrasi: lensgo/cleo

Oleh: Nabila Rahayu*

Hidupnya selalu dihiasi dengan beragam macam kata. Giat dalam mempelajari segala macam pelajaran adalah salah satu karakter yang ada dalam dirinya. Bertemankan dengan kata-kata apik bersama denting jari yang mengetik laptop. Mengeja-eja kata demi kata menjadi sebuah kAlimat yang menarik. Dulu baginya kata hanyalah sebuah tulisan belaka, monoton bila dibaca. Tapi kAli ini, dirinya telah menjadi bagian dari banyak kata-kata, dan ia mampu merubah kemonotonan itu.

Jelas saja monoton, kata yang ia tuangkan dalam buku tentang ‘dear diary’ mungkin ‘daily activity’ juga pernah ditulis tapi jarang.

“Kamu menulis apa Ali? kok keliatannya mikir banget!” ujar salah satu teman yang satu asrama dengan dirinya. Ahmad namanya, bisa di bilang teman sejati tapi menjengkelkan. Karena setiap apa yang dilakukan oleh Ali, si Ahmad pasti saja ingin tau urusannya Ali. Itu yang menjadikan Ali sedikit tidak nyaman.

“Hmmmm, hanya menulis beberapa kejadian penting hari ini.” jelas Ali yang merasa pikirannya sedikit terganggu akan pertanyaan dari Ahmad.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Ada yang perlu aku bantu?” tanya Ahmad menawarkan bantuan.

“Tidak perlu, Mad. Terima kasih ya.” ujar Ali dengan senyum pepsodent. Dan melanjutkan lagi menulis kata demi kata untuk dijadikan sebagai sejarah hidupnya.

“Wei bro, workshopnya 5 menit lagi dimulai ya. Semangat.” Ujar Ahmad, managernya Ali yang berhasil membuyarkan lamunan 7 tahun lalu.

“Oke baiklah…” ucap Ali dengan sigap dan langsung merapikan rambutnya.

Acara workshop dengan tema kepenulisan dan kesastraan memang sudah tidak lazim baginya. 2 tahun belakangan ini, Ali memang sangat sibuk menyiapkan materi yang akan menginspirasi sekolah-sekolah yang ada di pelosok.

Pagi itu, siswa dan siswi sangat antusias sekali untuk mengikuti workshop kepenulisan dan kesastraan. Bahkan, para wali murid pun ikut hadir. Wajar saja, siapa yang tidak mengenal Darwin Aliansyah? Seorang penulis buku yang sangat digandrungi oleh semua rakyat tanah air. Berasal dari tanah alas sumatera yang telah menginspirasi karya fiksinya. Terkenal dengan nama pena penapak sajak, yang memiliki filosofi tersendiri.

“Langsung saja, kita panggilkan pemateri kita hari ini, seorang penulis yang sangat terkenal, tulisannya bukan sembarang fiksi, butuh penelitian yang panjang untuk menulis sebuah buku, keren bukan? Inilah dia Darwin Aliansyah…” ujar seorang MC dengan sedikit teriak karena saking semangat menyambut penulis idolanya. Tanpa disuruh, gemuruh tepukan tangan yang sangat meriah menyambut sesosok Darwin Aliansya – penulis terkenal.

Materi telah disampaikan dengan sangat baik. Membuat peserta workshop paham akan keindahan tulisan. Begitulah memang, penulis dengan motivasi handalnya.

“Alhamdulillah lancar semuanya, terima kasih ya selalu membantu aku.” ujar Ali yang sedari tadi fokus pada video acara workshop tadi yang telah direkam oleh sahabat sekAligus managernya itu.

“Alhamdulillah, aman lah. Yang penting komisi cair…” gurau Ahmad yang membuat keduanya tertawa bersama.

Setelah mengisi acara workshop, Ali dan Ahmad memutuskan untuk pulang. Namun, keadaan diluar sangat ramai karena menunggu Ali untuk keluar dari ruangan sekAligus meminta tanda tangannya yang sangat berharga bagi fans-fansnya itu. Penanda tanganan itupun dilakukan, sangat bervariasi.

Ada yang di baju, ada yang di topi, tapi lebih banyak di buku. Padahal tanda tangannya Ali sudah jelas ada di buku yang telah diterbitkannya. Ali dan Ahmad benar-benar menuju rumah, setelah beberapa kAli mereka dicegah oleh fans-fans yang masih mau mengincar dan mengajak foto bersama Ali. Sangat melelahkan.

Sopir pribadi Ali yang menyetir, biasanya juga tidak terkendala apapun semua berjalan lancar. Namun, sore itu, mungkin faktor hujan yang sangat lebat, juga jalanan aspal yang licin, sehingga membuat pak sopir membanting stir ke hutan-hutan dengan pohon yang menjulang tinggi karena ada sebuah truk yang menabrak mereka dari arah yang berlawanan. Telat. Sebelum membanting stir, mobil mereka sudah tertabak oleh truk. Terpental. Bagaikan mobil mainan.

“Aaaaaa, tolong kami….” teriak pak sopir disusul dengan terikan Ali dan Ahmad.

Mereka akan dievakuasi oleh beberapa polisi yang menangani serta dari pihak penabrak yang akan bertanggung jawab penuh atas kecerobohannya dalam mengemudi. Sangat fatal, pengemudi truk itu mengantuk saat mengemudikan armada truknya.

Ambulance pun berdatangan. Beberapa perawat mengangkat Ali, Ahmad dan pak sopir yang tidak sadarkan diri dan berlinangan darah segar. Mereka akan dibawa ke RSUD terdekat. Setelah mereka dibersihkan, ada informasi dari dokter bahwa salah satu pasien kakinya harus diamputasi. Dan itu adalah Ali.

“Ya allah selamatkan anak saya, tolong ya allah…” ucap seorang ibu yang menunggu anaknya di lorog rumah sakit. Berharap bahwa anaknya baik-baik saja. Ibu itu adalah ibu nya Ali. Yang setiap detik dan menitnya selalu mendoakan anaknya hingga anaknya mampu menjadi anak yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain.

“Permisi bu, ibu adalah ibunya salah satu pasien. Yang bernama Darwis Aliansyah?” tanya sang dokter, telah keluar dari kamar pasien.

“Iya dok, benar sekali. Saya orang tuanya. Bagaimana dok kondisi anak saya? Baik-baik saja kan dok?” cemas ibu dengan wajah yang sedikit pucat karena khawatir akan keadaan sang anak.

“Jadi ada permasalahannya, bahwa tangan kanannya pasien akan diamputasi. Kami sudah melakukan yang terbaik bu. Dan ini adalah keputusan yang final. Bagaimana bu, apakah ibu setuju dengan tindakan medis dari kami?” jelas dokter tersebut dengan nada yang begitu lembut agar tidak terlalu menusuk relung hati seorang ibu yang sedang berhadapan dengan dokter tersebut

“Baiklah dok, jika itu yang terbaik. Maka lakukanlah…” ujar ibu sambil meneteskan airmatanya. Haru biru suasana saat itu, sangat berat sekAli bagi seorang ibu untuk memutuskan pilihan semacam itu.

“Doakan kami bu, kami akan selalu memberikan yang terbaik untuk pasien. Saya akan melanjutkan pekerjaan saya bu. Permisi…” ujar dokter dengan meninggalkan lorong rumah sakit itu. Tinggalah ibu yang masih berdiri dengan tangisan yang sangat sendu. Melihat anaknya terbaring lemah beserta teman dan pak sopirnya.

Operasi pun dilakuan, Ahmad dan pak sopir telah sadar sedari tadi dan juga mengetahui perihal tangan Ali yang akan diamputasi. Setelah 10 jam dioperasi, Ali masih belum sadarkan diri karena efek obat bius sebelum operasi tadi yang masih berpengaruh kuat.

“Ibu, ii.. buu..” lirihnya dengan terbata-bata mengucapkan kalimat.

“Alhamdulillah Ali, ya allah terima kasih..” ujar ibunya terharu dan langsung memeluk Ali.

“Bu, tanganku mana bu? Bu, bagaimana aku bisa menulis bu? Ibuuu?!” teriaknya dalam tangisan. Perasaan kesal bercampur dengan air mata yang mengAlir deras. Sesal pun tiada gunanya. Takdir allah berkata lain atas hamba-Nya. Dan sebagai seorang hamba, harus menerima ketentuan dan ketetapan dari-Nya. Terus saja mengAlir airmata itu, disertai dengan ppelukan sang ibu agar sedikit tenang.

“Maafkan ibu nak, tanganmu harus diamputasi. Sabar ya nak.” ujar ibu dengan derai airmata. Sangat sendu, ditambah dengan mendung yang ada diluar jendala. Memantik kesan yang sangat menyatu padu.

Pak sopir dan Ahmad, termangu melihat percakapan ibu dan anak itu. sementara itu, banyak wartawan yang berdatangan didepan gedung rumah sakit yang tidak ingin ketinggalan peristiwa tentang kecelakaan mobil seorang penulis terkenal.

Ali merasa bahwa dirinya perlu bungkam dan undur diri dari dunia kepenulisan. Mengalami kecelakaan berat, membuat dirinya jatuh daan rapuh. Susah baginya untuk bangkit kembAli. Merapihkan apa yang menurutnya kusut. Tertatih meski letih, berusaha bangkit dari suramnya beberapa kejadian.

****

4 tahun telah berlalu, masa bungkam sudah selesai. Semangat itu pun tumbuh perlahan. Ali mulai menulis kembali, meski hanya dengan tangan satu, seringkali juga Ali dibantu oleh Ahmad untuk menulis. Kisahnya yang menginspirasi banyak orang, selama 4 tahun ia tidak menulis, namun ia menggunakannya untuk membaca sebanyak-banyaknya. Dan akhirnya ia memutuskan untuk menulis kembali.

*Santriwati PP Walisongo.