Review novel Tere Liye (sumber: RRI)

Novel Tere Liye dengan judul “Teruslah Bodoh Jangan Pintar” mengisahkan melaratnya keadaan masyarakat yang tinggal di area lahan pertambangan ilegal. Proyek tambang ilegal yang menjadi objek pertikaian adalah milik perusahaan perorangan dari China. Konflik yang terjadi dalam novel ini menggambarkan ketidakadilan aparat negara yang tidak berpihak pada kubu yang menjadi korban.

Keberadaan pemerintah bukan menjadi penengah pertikaian warga dan pihak tambang ilegal, melainkan menjadi boneka antek-antek tambang China yang gila akan kekayaan alam Indonesia itu. Bentrokan senjata antar warga dan pihak tambang ilegal bermula saat prajurit suruhan membegal habis para petani dengan cara yang manis, tujuannya agar warga mau menjual lahan pertanian, perkebunan, dan bahkan tempat tinggal mereka dengan harga dua kali lipat.

Saat warga menolak, para prajurit itu bergaya dengan mengeluarkan senjata dan mengancam warga yang tidak mau menjual lahannya. Akhirnya, bentrokan pun terjadi. Hingga banyak warga menjadi korban tumpah darah hingga nyawa. Padahal, perusahaan tambang ilegal itu tidak memiliki SOP pertambangan serta perizinan resmi dari pemerintah.

Gaya penulisan pada novel ini sangat menarik karena banyak istilah-istilah baru yang bisa kita temukan dalam dunia politik pertambangan, penulis banyak menggunakan diksi yang menarik seolah kita sedang membaca problematika politik internasional yang melibatkan urusan government.

Contohnya: konsesi, startup, governance, royalti, transfer pricing, dan lain-lain. Adapun setting cerita dari novel ini berawal dari sebuah desa yang dijadikan lahan pertambangan secara paksa alias ilegal kemudian berlanjut ke kota untuk menyelesaikan masalah di ruang sidang pemerintahan karena terjadi bentrokan antara penduduk dan pihak proyek tambang ilegal. Alurnya menggunakan alur maju mundur. Karena di setiap chapternya menarik kembali kejadian 5 sampai 15 tahun silam dan mengaitkan dengan keadaan masa selanjutnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Penulis hendak menyampaikan persoalan tambang ilegal dengan memotret peristiwa pemberontakan rakyat terhadap pembelian paksa lahan mereka untuk mengembalikan hak-hak mereka. Di novel ini juga pada chapter awal menguraikan dampak buruk dari tambang ilegal di beberapa sektor masyarakat, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, lahan mata pencaharian penduduk, hingga kerusakan lingkungan yang menelan korban yang jatuh ke kubangan besar disebabkan kubangan tambang yang tidak ditutup kembali pasca tambang.

Menurut peresensi, novel ini bagus untuk dibaca agar kita melek akan strategi tikus-tikus berdasi yang merugikan kehidupan rakyat -yang dengan iming-iming akan turut menyejahterakan kehidupan bangsa jika aparat pemerintah memberi konsesi tambang ‘ilegal’ kepada pihak asing-.

Menariknya, Tere Liye membuat kita ikut merasakan emosional latar dan setting dari setiap chapter di novel ini. Kelebihan novel ini konsisten tidak menyebutkan latar tempat peristiwa, menyamarkan nama company, tokoh yang terlibat, dan lain-lain. Adapun kekurangannya terdapat kerancuan dalam mengaitkan alur cerita di setiap chapter sehingga membuat pembaca harus lebih konsentrasi saat membaca, dan ending novel ini seperti masih menggantung, klimaks kurang terasa di ending cerita.


Penulis: Tere Liye
Penerbit: Sabak Grip
Tahun Terbit: 2024
ISBN: 9786238882205
Jumlah Halaman: 371
Peresensi: Alfiya Hanafiyah