Teringat sebuah kalimat dari sastrawan barat, begini kira-kira bunyi “Seiring berjalannya waktu, waktu mengajarkan kita banyak hal.” Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri, bahkan dikhianati oleh setiap manusia adalah waktu.

Waktu berjalan apa adanya dalam kehidupan manusia, tetapi proses manusia dalam mengisi waktu yang terus-menerus berjalan ialah suatu keniscayaan yang baik. Bahkan, suatu ketika Imam Ghazali, seorang ulama yang namanya harum dan diabadikan oleh dunia barat pernah menyatakan perihal waktu melalui obrolan ringan bersama murid-muridnya.

“Apa yang paling jauh dari kehidupan manusia?” tanya Imam Ghazali suatu ketika kepada murid-muridnya.

Beberapa murid menjawab, “samudra di belahan bumi sana wahai guru.”

Adalagi yang menambahi, “gunung-gunung tinggi guru.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dan ada yangmenambahi, “matahari, rembulan, dan bintang-bintang di angkasa  guru.”

Imam Ghazali hanya tersenyum sembari membenarkan jawaban yang dilontarkan oleh para muridnya. Kemudian Imam Ghazali, menjawab;

“Di kehidupan manusia ini yang terjauh adalah masa lalu. Bukan samudra luas nun jauh di sana, bukan gunung-gunung tinggi yang puncaknya tak terlihat. Bukan juga matahari, rembulan, dan bintang-bintang yang jauh tinggi di atas angkasa. Tetapi, hal yang paling jauh dari kehidupan manusia ialah ‘masa lalu’.

Engkau bisa saja melihat dan menghampiri samudra nun jauh di sana, gunung-gunung yang menjulang dan matahari, rembulan & bintang di angkasa. Tetapi manusia sekuat apapun, secerdas apapun, semaju apapun teknologi yang dikuasainya, ia sekali-kali tidak akan mampu kembali ke masa lalu, yang telah berlalu.

Sekali-kali tidak akan mampu, dari  hal itulah sesungguhnya  terjauh bagi manusia ialah  waktu yang berlalu dan telah menjadi masa lalu. Maka pergunakanlah waktu sebaik mungkin, jangan sia-siakan waktu kita untuk hal yang sejatinya tidak penting.”

Pelajaran yang dapat kita petik dari Imam Ghazali ialah bahwa waktu tidak akan bisa ditunda sedetik pun, dan tidak bisa dihentikan barang sejenak. Ia akan berjalan bersama menemani hari-hari manusia, mengisi kegiatan manusia dan mengawal kehidupannya dari lahir hingga kelak ia wafat.

Lalu muncullah suatu pertanyaan, apakah kita sudah menjalani kehidupan ini dengan memaksimalkan waktu yang ada? Sudahkah kita menebar virus-virus kebaikan? Dan sudahkah kita memberikan kemanfaatan pada sesama?

Bila belum, mari kita mulai sejak saat ini. Mari memperbaiki masa lalu yang telah berlalu, berjalan dengan rasa optimis tanpa terbebani masa lalu. Mari, berdamai dengan masa lalu…

Dalam buku “#HidupKadangBegitu” karya  Dynamic Duo (dua bersenergi) Kang Maman & Gus Nadir menjelaskan bagaimana pentingnya memaafkan masa lalu dan mengelola waktu dan sebaik mungkin.

“Berdamailah dengan masa lalu. Mungkin kita pernah kecewa dengan berbagai peristiwa di masa lalu yang menyesakkan dada, namun hanya dengan berdamai pada masa lalu, kita bisa menatap masa depan. Memanfaatkan yang sudah berlalu, mensyukuri yang kita jalani hari ini dan berdoa untuk masa depan yang lebih baik.” (Hal. 201)

“Banyak persoalan yang hanya bisa selesai seiring dengan berjalannya waktu. Rasulullah diberi Wahyu dan butuh 23 tahun untuk berdakwah, itu pun diselingi hijrah. Kita gak punya waktu, dan kita tidak berani hijrah, terus mau menyelesaikan semua persoalan dalam semalam? Waktu juga yang akan menyembuhkan luka. Percayalah..” (hal. 202)

Sejatinya buku ini tidak hanya membahas perihal berdamai dengan masa lalu dan bagaimana mengelola waktu dengan baik. Buku ini, bercerita tentang perjalanan kehidupan Kang Maman & Gus Nadir dalam memahami nilai-nilai frasa kehidupan yang penuh berbagai dinamika permasalahannya.

Selain itu, Kang Maman & Gus Nadir juga membahas secara ringan refleksi agama, ilmu, dan kemanusiaan yang sejatinya sangat indah bila dapat dipahami dengan sebaik-baiknya.

Buku ini kelak akan membawa para pembaca agar selalu melakukan kebaikan-kebaikan meskipun kecil, menebar kemanfaatan bagi sesama, menundukkan egoisme agar tak jatuh pada perdebatan yang sejatinya tidak berguna.

Judul buku: #HidupKadangBegitu, Refleksi tentang Agama, Ilmu, dan Kemanusiaan
Penulis: Maman Suherman dan Nadirsyah Hosen
Penerbit: Noura Books
Cetakan: ke-1, Maret 2020
Tebal halaman: 238 halaman
ISBN: 978-623-242-111-0
Peresensi: Dimas Setyawan Saputra