Oleh: Aufal Marom W.F*

 “Menulis adalah cara menemukan dirimu. Dengan menulis,

Anda akan lebih dalam mengenal diri sendiri.”

Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan kalimat di atas. Setidaknya dengan kalimat itu, apa yang akan saya tuliskan pada kalimat-kalimat berikutnya sudah terwakilkan tujuan penulisannya. Penulisan naskah pendek ini, sekadar usaha untuk megenal dunia semesta kita masing-masing.

Menulis merupakan kegiatan mencatat, menangkap sesuatu yang masih liar di awang-awang. Seringkali kita mendengar, ilmu bagaikan binatang buruan dan menulis, masih satu-satunya cara untuk mengikatnya. Sedangkan hafalan, masih belum maksimal untuk mengingat karena terkadang terkendala daya ingat.

Dalam semesta diri kita sendiri, kita akan menemukan banyak hal. Termasuk perasaan yang sedang kita rasakan setiap hari, perasaan yang setiap hari berubah. Terkadang semangat, senang, bergembira, pada saat selanjutnya bisa saja kita tiba-tiba patah semangat, susah, dan merasa bersedih. Semesta kejadian yang kita alami setiap hari tidak pernah terduga-duga, paginya masih baik-baik saja, siang sedikit sudah sakit, siapa yang tahu?

Semesta kita sendiri sangatlah luas, apalagi semesta Tuhan. Itu mengapa, pada suatu ayat, Tuhan memberikan nasihat kepada kita untuk terus membaca ayat-ayat-Nya yang sangat luas jangkaunnya. Ayat-ayat yang diperlihatkan Tuhan di segenap penjuru alam semesta ini dan ayat-ayat yang terbentang dalam semesta diri kita sendiri.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu.” (QS. Fusilat; 53)

Kita semua sama, akan merasakan dan mengalami banyak rasa dan banyak kejadian. Terkadang, kita memang perlu untuk tidak memikirkan apa yang seharusnya dijalani begitu saja, sebagaimana dalam menjalani laku kehidupan ini. Semua tidak terlepas dari pandangan-Nya.

Menulis ekpresif adalah sebuah cara untuk kita mengungkapkan sebuah gambaran, maksud, gagasan, juga perasaan kita. Dalam menulis ekpresif, kita lebih bebas mencurahkan segala curhatan hati. Menulis eksprsif juga mempunyai pengaruh dalam menjaga kesehatan, baik fisik maupun psikis. Sudah banyak sekali penemuan dan penelitian yang menjelaskan tentang itu.

Saya ingin fokus kepada pengaruh menulis ekpresif pada psikologi manusia, pada kesehatan mental manusia. Sebelum lanjut, kita telah mengenal B.J Habibi, yang kisah cintanya sangat mengesankan dan penuh keteladanan. Kita tahu, bagaimana perasaan Pak Habibi ketika ditinggal kekasih yang sangat dicintainya Bu Ainun, beliau kehilangan dirinya, kejiwaannya terganggu akibat goncangan yang sangat dahsyat. Dan menulis, adalah salah satu cara yang ditempuh Pak Habibi untuk menyembuhkan kembali kejiwaannya, itu mengapa tidak heran dalam waktu singkat naskah yang menuliskan tentang cinta beliau dengan Bu Ainun terampungkan.

Memang deperesi bisa terjadi pada siapa saja. Namun demikian, dari data yang saya baca, perempuan dikatakan dua kali lebih mudah menderita depresi daripada pria. Salah satu yang menjadi faktornya adalah perubahan pada hormon. Depresi pada wanita bisa menimbulkan beragam keluhan dan gejala mulai dari sara sedih, kehilangan minat dan kehilangan semangat untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan.

Tidak semua orang bisa menceritakan permasalahnnya kepada orang lain. Hal ini boleh jadi karena kurangnya rasa percaya kepada orang lain karena khawatir apa yang disampaikannya itu tersebar. Dengan menulis, kita menemukan teman setia yang selalu menerima, mau mendengarkan segala keluhan tanpa pernah menghakimi.

Setidaknya menulis ekspresif mempunyai dampak yang di antaranya meredakan rasa cemas, memecahkan masalah dengan lebih baik, bisa menuangkan perasaan sesuai dengan keinginan, menulis juga mampu memperbaiki suasana hati, meningkatkan daya ingat, membuat tidur lebih nyenyak, dan dengan menulislah kita akan lebih mengenal diri sendiri.

Ketika kita dalam kondisi yang menjadikan kita patah semangat, enggan melakukan pekerjaan apapun, kita bisa mengondisikan kondisi kita itu agar lebih baik. Misalnya, kita malas untuk menambah hafalan, bisa saja kita menuliskan apa yang sebenarnya menjadi permasalahan kita dengan cara menanyakan kepada diri sendiri. Atau, kita juga bisa membaca buku-buku yang dapat membangkitkan semangat kita untuk menghafalkan kembali, seperti membaca bukunya Mbahyai Maftuh Bin Basthul Birri “Al-Qur’an Hidangan Segar”, atau membaca buku-bukunya Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad yang berjudul “Renungan Kalam Langit”, buku yang saya tulis “Hidangan dari Tuhan”, dan lain sebagainya.

Karena menulis ekpresif itu tidak ada ketentuan yang berlaku, jadi kita tidak perlu susah-susah terpaku pada baik-buruknya tulisan, ejaan yang disempurnakan, atau tata bahasa layaknya sebuah jurnal. Dengan demikian, kita bisa menulis setiap hari kapan saja, di mana saja, dengan media apa pun, dan menulis apa saja yang kita inginkan. Selamat menulis, selamat menuangkan rasa!


Disampaikan di PP. Hamalatul Qur’an Putri 1


*Mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari