Oleh: KH. Mustaqim Askan

الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُ لاَمَثِيلَةَ لَهُ ولَا ضِدَّ ولانِدَّ له

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ صَلاَةً تَعْدِلُ جَمِيْعِ صَلَوَاتِ اَهْلِ مَـحَـبَّـتِكَ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ سَلاَمًا يَعْدِلُ سَلاَمَهُمْ

اما بعد

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

اوصيكم واياي بتقوى الله فقد فاز المتقون

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Sebagai muslim, kita harus senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Itulah yang dinamakan takwa. Dalam hal ketakwaan ini mari kita koreksi dan mawas diri. Sehingga ketakwaan kita semakin meningkat.

Imam Ahmad ibn Hambal, ulama besar pendiri mazhab Hambali, di masa akhir hidupnya beliau berkeinginan pergi ke kota Basrah. Padahal beliau tidak ada janji dengan seorang pun. Karena saking (sangat) inginnya maka beliau memutuskan untuk pergi. Bahkan dalam sejarahnya, ketika beliau tiba di sana pada waktu salat Isya’ dan melakukan jamaah, beliau merasa sangat tenang. S

etelah selesai beliau ingin istirahat. Namun, beliau  ditegur oleh marbot masjid, “wahai syekh, apa yang Anda lakukan di sini?”. Marbot itu tidak tahu bahwa yang ditegur adalah Imam Ahmad ibn Hambal. Maklum waktu itu belum ada foto, sehingga wajahnya jarang dikenal orang.

Beliau menjawab, “saya ini musafir, saya ingin istirahat, saya mau tidur”. Namun sang marbot menanggapi Imam Ahmad ibn Hambal dengan kasar, bahkan didorong. Dan pintu masjid pun ditutup rapat. Akhirnya, Imam Ahmad ibn Hambal ingin tidur di teras masjid. Tiba-tiba sang marbot mendatanginya lagi dengan marah-marah, sambil mengatakan, “syekh mau ngapain syekh?”.

Kemudian Imam Ahmad meninggalkan masjid tersebut. Langkah beliau terhenti ketika melihat penjual roti yang sedang mengaduk adonannya. Penjual itu tahu kejadian yang menimpa Imam Ahmad. Penjual itu merasa iba. Dari kejauhan penjual roti itu memanggil Imam Ahmad, “Ya Syekh, sini. Silakan tidur di tempat saya, walaupun tempatnya kecil.”

Begitu Imam Ahmad duduk di belakang penjual roti, beliau melihat gelagat aneh. Si penjual tidak berbicara ketika ia tidak diajak bicara. Saat tidak bicara penjual roti itu terus membuat adonan roti sambil senantiasa membaca istighfar. Ketika menaruh garam, baca Astagfirullah. Ketika memecah telur, baca istigfar. Ketika mengaduk gandum juga begitu. Sampai-sampai Imam Ahmad penasaran.

Karena sangat penasarannya, Imam Ahmad bertanya, “Mas sudah berapa lama Anda lakukan kebiasaan ini?”. “Oh, sudah lama sekali Syekh, saya menjual roti sudah tiga puluh tahun.” Jawab penjual roti.

Lalu Imam Ahmad kembali bertanya, “apa efek yang Anda rasakan atas kebiasaan Anda?”. “Semua keperluan saya pasti dikabulkan, kecuali satu keinginan saya belum dikabulkan”. Jawab penjual roti itu.

“Apa itu?”, tanya Imam Ahmad. “Saya ingin bertemu dengan Imam Ahmad ibn Hambal”. Jawab penjual roti. Mendengar jawaban itu Imam Ahmad langsung takbir, Allahuakbar.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ

وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ