hukum-aqiqoh-dan-qurban-untuk-orang-tua-yang-sudah-meniggal
Sumber gambar: islamcahayapenerang.blogspot.com

Oleh: Ustadz Yusuf Suharto*

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wr. wb. Bagaimana Hukumnya melaksanakan Qurban untuk orang yang sudah meninggal? Dalam artian, orang tua dulu tidak sempat, akan tetapi saya sebagai anaknya ingin meng-qurbankan. Mohon penjelasannya, saya ucapkan terima kasih.

Aris, Riau.

Jawaban:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya. Semoga Allah menurunkan hidayah dan rahmat-Nya. Melaksanakan kurban sendiri hukumnya Sunnah mu’akkad ala kifayah. Dalam artian, bagi muslim, baligh, berakal dan mampu dianjurkan untuk menyembelih kurban. Sehingga jika salah satu dari anggota keluarganya telah berkurban, maka kurban itu sudah mencukupi untuk keseluruhan keluarga itu, sehinga bagi keluarga yang lainnya sudah tidak ada tuntutan untuk mengerjakan kesunnahan tersebut. Selain itu, hukum berkurban menjadi wajib jika sudah ditentukan (muayyanah) atau dinadzarkan. Penjelasan ini sesuai keterangan dalam kitab Fathul Qarib.

Lalu, bagaimana dengan hukum melaksanakan kurban buat orang meninggal? Adapun jawabannya para ‘ulama berbeda pendapat (khilaf). Menurut mayoritas ‘ulama Syafi’iyyah tidak diperbolehkan, karena berkurban merupakan ibadah yang hukumnya asalnya tidak boleh dilakukan oleh orang lain tanpa ada dalil yang mendasarinya. Keterangan tersebut terdapat di kitab Mauhibah Dzi al Fadl karya Syaikh Mahfudz at Turmusi Juz 4 halaman 692, sebagai berikut:

لاَ تَجُوْزُ وَلاَ تَقَعُ التَّضْحِيَّةُ مِنْ شَخْصٍ عَنْ غَيْرِهِ الْحَيِّ ِلأَ نَّهَا عِبَادَةٌ وَاْلأَصْلُ مَنْعُهَا عَنِ الْغَيْرِ إِلاَّ ِلدَلِيْلٍ

”Tidak boleh dan tidak akan berhasil kurban seseorang menggantikan orang lain yang masih hidup, karena kurban adalah ibadah, sedangkan hukum asal adalah tercegah beribadah dari orang lain kecuali dengan dalil.”

Di samping itu, ternyata mereka tidak berwasiat, sehingga orang lain tidak dapat berkurban menggantikannya. Mereka membedakan antara berkurban dan shodaqoh, bahwa kurban menyerupai fida’ {penebusan diri}, sehingga jika dilakukan oleh orang lain harus terdapat izin dari pihak yang akan dilaksanakan kurbannya, berbeda dengan shodaqoh. Sebagaimana keterangan Syaikh Mahfudz at-Tarmasi dalam halaman berikutnya {693}:

وَلاَيُضْحِيْ أَحَدٌ عَنْ مَيّتٍ لَمْ يُوْصِ لِمَا مَرَّ وَفُرِّقَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الصَّدَقَةِ بِأَنَّهَا تُشْبِهُ الْفِدَاءَ عَنِ النَّفْسِ فَتَوَقَّفَتْ عَلَى اْلإِذْنِ بِخِلاَفِ الصَّدَقَةِ وَمِنْ ثَمَّ لاَيَفْعَلُهَا وَارِثٌ وَأَجْنَبِيٌّ عَنِ الْمَيِّتَ وَإِنْ وَجَبَتْ بِخِلاَفِ نَحْوِ حَجٍّ وَزَكَاةٍ وَكِفَارَةٍ ِلأَنَّ هذِهِ لاَ فِدَاءَ فِيْهَا فَأَشْبَهَتِ الْمَدْيُوْنُ وَلاَ كَذلِكَ التَّضْحِيَّةُ

“Seseorang tidak boleh berkurban dari mayit yang tidak berwasiat karena alasan yang telah disebutkan. Ia dan shodaqoh dibedakan dengan; bahwa berkurban menyerupai fida’ {pe-nebusan} diri, maka terkait dengan izin, berbeda dengan shodaqoh. Oleh karenanya, ahli waris dan orang lain tidak boleh menggantikannya, walaupun kurban wajib. Berbeda dengan semisal haji, zakat, dan kafarot, karena di dalamnya tidak terdapat unsur fida’. Hal-hal ini menyerupai hutang, sedangkan berkurban tidak.

Namun sebagian ulama’ {ar-Rofi’i} membolehkannya karena mengedepankan nilai shodaqohnya. Sebagaimana keterangan beliau dalam Hasyiyyah ‘Umairoh juz VI halaman 256:

وَقَالَ الرَّافِعِيُّ : فَيَنْبَغِي أَنْ يَقَعَ لَهُ وَإِنْ لَمْ يُوصِ لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَحُكِيَ عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ السَّرَّاجِ شَيْخِ الْبُخَارِيِّ أَنَّهُ خَتَمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثَرَ مِنْ عَشَرَةِ آلَافِ خَتْمَةٍ وَضَحَّى عَنْهُ مِثْلَ ذَلِكَ

”Dan ar-Rofi’i berpandapat: “Seyogyanya berkurban dari mayit berhasil baginya, walaupun ia tidak berwasiat, karena ia termasuk varian shodaqoh. Diceritakan dari Abu al-‘Abbas as-Sarroj, guru al-Bukhori, bahwa sungguh ia menghatamkan Al Quran bagi Rosulullah SAW lebih dari sepuluh ribu kali dan berkurban baginya dengan sebandingnya.”

Selain itu dijelaskan juga, dalam fatwa nomer 13884 yang berbunyi sebagai berikut:

الأول: تصح وهو مذهب الجمهور ويصله ثوابها، ويؤيده ما رواه أبو داود والترمذي في سننهما وأحمد  في المسند والبيهقي والحاكم وصححه، أن عليا رضي الله عنه كان يضحي عن النبي صلى الله عليه وسلم بكبشين، وقال: إنه صلى الله عليه وسلم أمره بذلك

Dari dalil di atas, bahwa menurut mayoritas ‘ulama (jumhurul ‘ulama) hukumnya sah melaksanakan kurban dan pahalanya sampai kepada mayit tersebut. Keterangan ini dikuatkan dalam keterangan kitab Sunan Abi Daud dan at Turmudzi, Musnad Imam Ahmad dan Imam Baihaqi serta Imam Hakim menganggap shahih hadis tersebut. Bahwa Ali bin Abi Thalib itu melaksanakan qurban dua kambing kibas dari Rasulullah dan  Ali berkata: sesungguhnya Rasulullah memerintahkan hal tersebut. Wallahu’alam. Semoga bermanfaat.


*Ketua Aswaja center NU Jombang