Prof. Imam Suprayogo saat memberikan mauidah hasanah dalam haul ke-4 Gus Sholah. (foto: tbi-mg)

Tebuireng.online- “Gus Sholah  tahu kalau saya orang Muhammadiyah juga orang NU. Saya dianggap Muhammadiyah karena saya pernah menjabat sebagai Wakil Rektor 1 Universitas Muhammadiyah Malang selama 13 tahun, menjadi dekan atau wakil dekan selama 20 tahun. Sedangkan saya dianggap NU karena sering ke Tebuireng, pernah diangkat menjadi Wakil Ro’is Syuriah NU Jawa Timur,” ucap Prof. Dr. KH. Imam Suprayogo saat membuka mauidah hasanah dalam acara Haul ke-4 Gus Shola, Ahad (11/2/2024).

Ia bercerita bahwa Gus Sholah pernah bertanya kepadanya tentang persamaan NU dan Muhammadiyah.

“Saya menjawab bahwa banyak sekali persamaan NU dan Muhammadiyah, akan tetapi yang menonjol hanya satu. Gus Sholah bertanya kembali terkait hal yang menonjol tersebut, saya menjawab, hal menonjol tersebut bisa dilihat ketika Subuh. Subuh masjid NU dan Muhammadiyah itu sama-sama sepi,” lanjut Prof. Imam.

Tidak berhenti di situ, Gus Sholah kemudian bertanya lagi tentang perbedaan NU dan Muhammadiyah. Saya menjawab dengan 1 jawaban, perbedaannya ialah kalau NU itu pintar sekali berkumpul, jadi kalau ada pertemuan di NU tidak membutuhkan undangan, cukup saja diberutahu bahwa Jum’at legi akan ada istighosah, nanti sudah datang semua. Sayangnya, orang NU sulit untuk diajak berbaris.

Ciri khas orang NU suka kumpul tapi sulit berbaris. Sedangkan orang Muhammadiyah sebaliknya, orang Muhammadiyah itu bisa baris akan tetapi sulit untuk berkumpul. Mengumpulkan orang Muhammadiyah tidak cukup diberitahu akan tetapi harus ada surat undangannya, harus ada panitianya, tempatnya dimanakonsumsi, pokok ribet.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dari dua pertanyaan Gus Sholah, saya memberitaku kepada Gus Sholah bahwasannya persamaan NU dan Muhammadiyah shalat Subuhnya, kalau perbedaannya itu adalah NU gampang berkumpul tapi sulit berbaris. Sedangkan orang Muhammadiyah itu bisa berbaris tapi sulit berkumpul. Apabila antara NU dan Muhammadiyah sama-sama bisa berbaris dan sama-sama bisa berlumpul itu merupakan hal yang sangatlah bagus. Jelas beliau

“Saya itu dulu ketika ke pondok Tebuireng bertemu dengan Gus Sholah dan Dr. Miftah selalu ditanya untuk membangun pondok, mendirikan perguruan tinggi itu ujung-ujungnya bagaimana meningkatkan kualitas manusia. Tapi kenyataannya mengurus manusia itu sangatlah susah, diajak bersatu saja susah. Di ajak menjadi baik, manusia sangatlah sulit.

“Bagaimana cara mengatasi hal tersebut Prof Imam? Saya menjawab secara spontan, manusia itu memang sulit sekali diatur sejak zaman dahulu, kemudian saya menunjukkan ayat Al-Qur’an tentang penjelasan manusia. Saya katakan bahwa manusia itu dalam Al-Qur’an disebut dengan sebutan insan (Innal insana lirobbihi lakanut), an-nas, al-bashar, bani adam. Semua sebutan tersebut menunjukkan bahwa manusia itu sulit untuk diatur,” ungkapnya.

Gus Sholah kemudian melanjutkan pertanyaannya, “bagaimana caranya mengurus manusia yang susah seperti itu?” saya kemudian merenung sebentar, lalu menyebut kata-kata rumah. Mungkin manusia susah diatur karena ia melupakan rumah. Dalam Al-Qur’an surat Ali- Imron  ayat 96 mengingatkan tentang rumah.

اِنَّ اَوَّلَ بَيْتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلْعٰلَمِيْنَۚ

“Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia adalah (Baitullah) yang (berada) di Bakkah (Makkah)107) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”

Petunjuk bagi seluruh alam berada di rumah itu (Makkah). Manusia terdiri dari dua jenis, jasmani dan rahani. Sebenarnya rumahnya juga terdiri dari dua jenis, yakni jasmani dan rahani. Rumah jasmani adalah rumah kita masing-masing, rumah rahani adalah rumah yang dinyatakan oleh Allah untuk seluruh umat manusia yang berada di Makkah.

Bisa jadi manusia susah di atur karena ia hanya tinggal di rumah jasmani, dan tidak tinggal di rumah rohani. Rumah rahani itu di tempati sehari semalam paling tidak 5 kali (sholat 5 waktu). Jangan-jangan manusia ini kelupaan dengan alamat rumah ruhani, sehingga ketika sholatpun manusia melupakan rumah itu. Kalau kita tidak berada di rumah jasmani, disebut jasmani liar. Bisa jadi kalau kita tidak di rumah ruhani, manusia disebut sebagai manusia yang liar secara ruhaniyah sehingga betapa susahnya mengaturnya. Jelas beliau

“Betapa banyak orang susah mungkin karena ia lupa dengan rumahnya, yakni rumah ruhani.” Tutup beliau.

Pewarta: Almara Sukma