foto soekarno

Oleh Dr. Jasminto, M.Pd.I.*

PRESIDENT SOEKARNO ONTVING RAADGEVINGEN VAN KIAI IRENG

Kiai Hasjim Asjari Teboe Ireng sprak president Soekarno toe bij zijn bezoek aan de Islamietische geestelijken van Oost-Java, meldt Antara. Hij drukta president Soekarno op het hart de ouderen te beschouwen als vaders, hen die van dezelfde leeftijd zin als broeders en de jongeren als zoons. De Kiai wekte op tot geloof en vroomheid en zeide da alle genoegens behaive het hemels geluk slechts onbetekenende dingen zijn en dat alle ongeluk, dat niet hels is, heil betekent.

De President verklaarde in zijn antwoord dat hij, aan wie gevraagd was raad te geven als staatshoofd, een waardevolle raadgeving ontvangen had. Hij voelde zich zwak onder de last van de zware taak om in een tijd van grote moeuijkheden voor het volk van zeventig millioen zielen to zorgen, die aanvallen te venduren hebben van voren en van achteren en van links en van recthts. Dat alles kon echter te boven gekomen worden met de hulp dar geestelijkheid en de bescherming Gods (Aneta).

Terjemah Kata

Presiden Soekarno Menerima Nasihat dari Kiai Ireng

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kiai Hasjim Asjari Teboe Ireng menyampaikan nasihat kepada Presiden Soekarno saat kunjungannya ke para ulama Islam di Jawa Timur, menurut laporan Antara. Ia menekankan kepada Presiden Soekarno untuk menganggap orang tua sebagai ayah, mereka yang seumuran sebagai saudara, dan yang lebih muda sebagai anak. Kiai tersebut mengajak untuk beriman dan bertakwa serta mengatakan bahwa semua kenikmatan selain kebahagiaan surga hanyalah hal yang tidak berarti, dan segala kesulitan yang tidak bersifat neraka, berarti adalah keberkahan.

Presiden dalam jawabannya menyatakan bahwa ia, yang diminta untuk memberikan nasihat sebagai kepala negara, telah menerima nasihat yang berharga. Ia merasa lemah di bawah beban tugas berat untuk merawat rakyat sebanyak tujuh puluh juta jiwa di masa sulit, yang menghadapi serangan dari depan, belakang, kiri, dan kanan. Namun, semua itu dapat diatasi dengan bantuan ulama dan perlindungan Tuhan (Aneta).

Terjemah Makna

Kiai Hasyim Asy’ari Tebuireng memberikan nasihat bernilai kepada Presiden Soekarno dalam suatu pertemuan yang penuh makna dengan para ulama Islam di Jawa Timur. Laporan dari Antara mengungkapkan momen penting ini, di mana Kiai Tebuireng mengajak Presiden untuk memandang hubungan antarmanusia dalam kerangka keluarga besar; orang tua sebagai ayah, sebaya sebagai saudara, dan yang lebih muda sebagai anak. Pendekatan ini tidak hanya mengukuhkan ikatan sosial yang kuat tetapi juga mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan yang mendalam dalam masyarakat.

Dalam nasihatnya, Kiai Tebuireng juga menekankan pentingnya keimanan dan ketakwaan. Beliau berpesan bahwa semua kenikmatan duniawi, kecuali kebahagiaan yang bersumber dari surga, adalah hal yang tidak memiliki makna yang mendalam. Pesan ini menawarkan sebuah perspektif spiritual yang mendalam, mengingatkan kita semua tentang sifat sementara dari kenikmatan duniawi dan menempatkan kebahagiaan sejati dalam konteks keimanan dan kehidupan setelah kematian.

Kiai Tebuireng mengingatkan bahwa segala kesulitan dan cobaan yang dihadapi, selama tidak berhubungan dengan azab neraka, sejatinya adalah berkah yang tersembunyi. Ini adalah sebuah pengingat penting tentang bagaimana pandangan kehidupan yang berorientasi spiritual dapat memberikan kekuatan dan harapan dalam menghadapi tantangan. Nasihat Kiai Ireng ini jelas meninggalkan kesan mendalam pada Presiden Soekarno, yang mengakui nilai dari kata-kata bijak tersebut dalam menjalankan tugas beratnya sebagai pemimpin bangsa.

Dalam tanggapan Presiden Soekarno terhadap nasihat dari Kiai Hasyim Asy’ari Tebuireng, beliau mengakui penerimaan nasihat tersebut sebagai sesuatu yang sangat berharga. Sebagai kepala negara, Presiden Soekarno merasa terhormat dan bersyukur atas kesempatan untuk mendengar dan merenungkan nasihat yang diberikan oleh ulama besar tersebut. Beliau mengakui bahwa beban tugas yang diembannya sangatlah berat, terutama dalam menghadapi tantangan dan kesulitan yang datang dari segala arah untuk merawat dan melindungi rakyatnya yang berjumlah tujuh puluh juta jiwa.

Presiden Soekarno dengan rendah hati mengungkapkan perasaan kelemahannya di tengah tantangan yang berat ini. Beliau mengakui bahwa tugas untuk memimpin dan merawat sebuah bangsa di masa-masa sulit, di mana negara menghadapi berbagai serangan baik dari dalam maupun dari luar, adalah suatu beban yang tidak ringan. Presiden mengungkapkan bahwa keadaan ini seringkali membuatnya merasa terbebani oleh tanggung jawab yang harus dijalankan, menegaskan bahwa tugas tersebut memerlukan kekuatan, kebijaksanaan, dan keberanian yang luar biasa.

Namun, dalam menghadapi semua tantangan tersebut, Presiden Soekarno menaruh keyakinan yang kuat pada bantuan dan dukungan dari para ulama serta perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Beliau menyatakan bahwa dengan bimbingan spiritual dan doa dari para ulama, serta kepercayaan kepada kekuatan yang lebih besar, segala rintangan dapat diatasi. Ini menunjukkan pemahaman Presiden bahwa kepemimpinan tidak hanya membutuhkan kekuatan dari dalam diri sendiri, tetapi juga dukungan dari kekuatan spiritual dan kepercayaan pada perlindungan ilahi, sehingga membawa harapan dan kekuatan baru dalam menghadapi segala ujian.

 

Dokumen Soekarno diberi nasihat Kiai Hasyim Asy’ari. Sumber: Jasminto

Terjemah (Interpretatif – kontekstual)

Kunjungan Presiden Soekarno ke para ulama Islam di Jawa Timur, dan khususnya pertemuan beliau dengan Kiai Hasyim Asy’ari Tebuireng, menandai suatu momen penting dalam sejarah Indonesia yang mencerminkan hubungan simbiosis antara pemimpin negara dan pemimpin spiritual dalam membangun fondasi moral dan spiritual bangsa. Nasihat yang diberikan oleh Kiai Tebuireng kepada Presiden Soekarno tidak hanya merupakan pedoman pribadi untuk seorang pemimpin, tetapi juga sebagai prinsip dasar dalam memandang dan mengatur tatanan sosial dalam negara. Menganggap orang tua sebagai ayah, sebaya sebagai saudara, dan yang lebih muda sebagai anak, mencerminkan konsep kekeluargaan yang mendalam dalam masyarakat Indonesia, yang sangat penting dalam memperkuat ikatan sosial dan keharmonisan antar individu.

Lebih lanjut, ajakan Kiai Tebuireng kepada Presiden Soekarno untuk beriman dan bertakwa, serta pandangannya bahwa semua kenikmatan duniawi kecuali kebahagiaan surga adalah tidak berarti, menunjukkan pentingnya nilai-nilai spiritual dalam kepemimpinan dan kehidupan berbangsa. Dalam konteks Indonesia, negara dengan keberagaman agama dan budaya yang kaya, pesan ini menekankan pentingnya kesadaran spiritual sebagai fondasi dalam menghadapi tantangan serta dalam mengejar pembangunan dan kemajuan. Hal ini mengajarkan bahwa di balik pencapaian material, nilai-nilai spiritual dan keimanan harus tetap menjadi pusat dalam kehidupan bermasyarakat.

Akhirnya, pandangan Kiai Hasyim Asy’ari Tebuireng tentang bagaimana segala kesulitan dan ujian yang dihadapi, selama itu tidak bersifat neraka, adalah berkah, memberikan perspektif optimis dalam menghadapi tantangan. Ini mengajarkan kepada Presiden Soekarno dan kepada kita semua bahwa dalam setiap kesulitan terdapat pelajaran dan kesempatan untuk tumbuh serta meningkatkan ketangguhan. Dalam konteks kepemimpinan sebuah negara, ini berarti bahwa setiap tantangan yang dihadapi dalam membangun dan mempertahankan negara harus dilihat sebagai kesempatan untuk memperkuat karakter bangsa dan memperdalam kepercayaan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Melalui panduan spiritual dari Kiai Tebuireng, Presiden Soekarno diingatkan tentang pentingnya mengedepankan prinsip-prinsip moral dan spiritual dalam kepemimpinan dan pengelolaan negara.

Dalam responsnya terhadap nasihat yang diberikan oleh Kiai Hasyim Asy’ari Tebuireng, Presiden Soekarno menunjukkan sikap kerendahan hati dan pengakuan terhadap nilai spiritual dalam kepemimpinan. Pernyataannya menggambarkan suatu pemahaman mendalam bahwa seorang pemimpin, meskipun berada di posisi tertinggi dalam struktur kekuasaan sebuah negara, tetaplah seorang manusia yang memerlukan dukungan, bimbingan, dan nasihat. Ini menegaskan konsep bahwa dalam kepemimpinan, terutama di tengah kondisi negara yang penuh tantangan, kebijaksanaan dan kekuatan yang bersumber dari nilai-nilai spiritual dan keagamaan menjadi sangat penting. Penerimaan nasihat dari seorang ulama terkemuka sebagai “berharga” mencerminkan pengakuan atas peran serta kontribusi pemikiran dan spiritualitas Islam dalam membentuk kebijakan dan tindakan kepemimpinan di Indonesia.

Presiden Soekarno menggambarkan kondisi negara yang dihadapinya sebagai suatu tantangan besar, dengan rakyat sebanyak tujuh puluh juta jiwa yang mengalami berbagai serangan dari segala arah. Ini tidak hanya menggambarkan kondisi politik dan sosial eksternal yang bergejolak, tetapi juga tantangan internal dalam menjaga keutuhan dan kesejahteraan bangsa. Mengakui perasaan “lemah” di bawah beban tugas ini bukanlah suatu pengakuan kegagalan, melainkan sebuah ekspresi ketulusan dan keterbukaan terhadap kenyataan bahwa kepemimpinan nasional di masa krisis memerlukan lebih dari sekedar kekuatan politik dan militer; ia memerlukan kekuatan spiritual dan moral yang dapat menginspirasi dan menyatukan rakyat.

Terakhir, keyakinan Presiden Soekarno bahwa semua kesulitan dapat diatasi dengan bantuan ulama dan perlindungan Tuhan, menunjukkan visi integratif antara kepemimpinan duniawi dan spiritual. Ini menandakan pengakuan bahwa dalam arsitektur kekuasaan dan pengambilan kebijakan, pandangan dan nasihat dari pemimpin spiritual adalah esensial dalam membentuk keputusan yang tidak hanya bijaksana dari sisi politik, tetapi juga adil dan beretika dari sisi spiritual. Dengan demikian, penggabungan antara bimbingan spiritual dan strategi kepemimpinan menjadi kunci dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, menyiratkan bahwa keseimbangan antara dunia material dan spiritual, politik dan agama, adalah fondasi bagi kestabilan dan kemajuan suatu negara.

Catatan Akhir (hermeneutik):

Bijaksana, adil, dan beretika merupakan pilar utama dalam pembentukan kebijakan ideal yang harus dijunjung tinggi dalam kepemimpinan negara. Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, kebutuhan akan kebijakan yang tidak hanya strategis tetapi juga memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan menjadi semakin mendesak. Oleh karena itu, pendekatan yang holistik dan berbasis nilai menjadi sangat penting. Hal ini mencakup pengintegrasian aspek moral, etis, dan keadilan dalam setiap langkah kebijakan yang diambil. Dengan demikian, kebijakan yang dibuat tidak hanya berorientasi pada pencapaian target ekonomi atau politik, tetapi juga pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Kolaborasi antara pemimpin negara dan pemimpin spiritual dalam mewujudkan kebijakan yang bijaksana, adil, dan beretika menjadi sebuah keniscayaan. Pemimpin spiritual dengan pemahaman nilai-nilai agama dan moral yang dalam dapat memberikan perspektif yang kaya terhadap proses pembuatan kebijakan. Melalui dialog dan kerja sama yang erat, kedua pihak dapat memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan tidak hanya efektif dalam jangka pendek, tetapi juga berkelanjutan dan memberikan manfaat jangka panjang bagi seluruh lapisan masyarakat. Integrasi antara pemahaman ilmiah dan spiritual dalam pembuatan kebijakan ini penting untuk menciptakan harmoni sosial dan keadilan bagi semua.

Namun, mewujudkan kolaborasi ini bukanlah tugas yang mudah. Diperlukan komitmen kuat dari semua pihak untuk meletakkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan individu atau kelompok. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan pembuatan kebijakan menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik. Kepemimpinan yang bijaksana, adil, dan beretika adalah tentang membangun jembatan pengertian antara berbagai kelompok dan memastikan bahwa setiap kebijakan diambil dengan mempertimbangkan kebaikan bersama. Melalui kerja sama yang kuat antara pemimpin negara dan pemimpin spiritual, diharapkan kebijakan yang dihasilkan tidak hanya mendatangkan kemajuan material tetapi juga kemajuan spiritual bagi bangsa.

Tebuireng, 12 Maret 2023

Baca Juga: Pertanyaan Presiden Soekarno Dijawab Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari

*Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Hasyim Asy’ari