sumber ilustrasi: wordpress.com

Oleh: Bela Fataya Azmi

Ingat, siapapun presidennya, kita akan tetap kerja sendiri, cape sendiri, dan nikmatin hasilnya sendiri.” Pernyataan tersebut banyak sekali ditemukan di kolom komentar media sosial pada masa kampanye pemilu 2024. Terdengar teduh, bernada positif. Bahwa jangan sampai perbedaan politik menjadikan kita terlalu larut dalam perdebatan hingga pertengkaran tanpa ujung.

Namun, ketika dianalisis lebih dalam, komentar ini sarat akan tone deaf. Sebuah istilah untuk menggambarkan bagaimana seseorang tidak peka terhadap dunia di luar lingkunggannya, dan menilai dunia hanya dari sudut pandangnya, keadaannya.

Dalam konteks Indonesia, komentar di atas bagi sebagian orang mungkin benar. Kesulitan, kebahagiaan, dan hidupnya tidak terpengaruh oleh siapa yang akan membawa pemerintahan kedepannya.

Tetapi apakah semua orang demikian? Nyatanya tidak. Umumnya, orang-orang yang sepaham dengan pendapat ini adalah mereka yang hidupnya masuk dalam kategori privilege enough. Cukup stabil sehingga kehidupannya (setidaknya secara finansial) aman. Tentunya tidak semua masyarakat di Indonesia sehat secara finasial.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Banyak orang yang—bisa jadi—hidup matinya (memenuhi kebutuhan pokok) sangat bergantung pada kebijakan pemerintah (presidennya) yang memimpin.

Pemahaman bahwa kehidupan politik hanya urusan para pemain yang terlibat secara langsung di dalamnya (seperti partai politik) tidak lagi releven. Pemahaman “Tidak perlu berisik ikut berpolitik”, “Biarkan mengalir apa adanya sesuai dengan siapa yang terlibat secara langsung saja”, —Nyatanya hari ini tidaklah cukup. Politik harus disadarai dan didiskusikan bersama. Politik adalah urusan kita semua.

Politik sendiri adalah sebuah cara utuk meraih ataupun mempertahankan kekuasaan. Dalam hal ini, kekuasaan bisa dimaknai secara luas, baik kekuasaan negara maupun kekuasaan dalam keseharian yang paling sederhana. Bahkan, kenyataan seorang bayi menangis saat lapar atau tidak nyaman merupakan sebuah praktek politik. Menangis dalam hal ini dimaknai untuk mencapai kekuasaan (keinginan atau kebutuhannya akan rasa aman dan nyaman).

Sehingga, dalam ruang lingkup pemerintahan yang sangat penting, politik adalah persoalan bersama. Karena politik dalam urusan pemerintahan adalah hubungan antara masyarakat dan negara. Bagaimana masyarakat bisa menyalurkan aspirasi, memilih orang-orang yang mewakilinya dalam proses bernegara, hingga bersuara secara langsung dalam menciptakan kehidupan bernegara yang aman dan nyaman.

Melihat betapa pentingnya politik bagi setiap kehidupan individu (dalam sebuah negara), maka terlalu mahal jika perpolitikan hanya diserahkan pada partai politik. Dalam kehidupan berdemokrasi siapapun bisa ikut menyuarakan aspirasinya. Artinya, sekalipun kamu tidak berada di bawah partai politik tertentu, kamu berhak bersuara, kamu berhak mengkritik, dan kamu berhak didengar.

Oleh karena itu, mari berpolitik. Jika bagi kita, kehidupan sama saja siapapun pemimpinnya, maka lihatlah dari sudut pandang mereka yang mungkin tidak baik-baik saja. Politik dalam level individu dapat dilakukan dengan hal-hal sederhana, seperti berdiskusi, mebagikan hal-hal terkait kebijakan perpolitikan dan lain sebagainya kepada mereka yang mungkin tidak atau belum paham.

Menjadi aktif menyuarakan aspirasi politik di tengah masa pemilu bukanlah hal yang tabu, terlepas dari siapapun kamu. Tentunya, hal ini harus diikuti dengan kebijaksanaan. Tidak menjatuhkan satu sama lain, tidak menyebarkan informasi hoaks apalagi hate speech, serta bertaggungjawab atas segala yang disampaikan. Inilah yang perlu didewasakan di Negara demokrasi kita, bukan malah berpura-pura acuh dibalik kata-kata teduh.

*Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Yogyakarta.