Oleh: Albii*
Baru-baru ini dunia perfilm-an Indonesia berhasil meraup perhatian masyarakat, terutama kaula muda yang begitu dekat dan lekat dengan teknologi digital. Pasalnya respons positif terus mengalir dalam menyambut film berjudul “Budi Pekerti”. Film yang telah masuk 17 Nominasi Piala Citra Festival Film Indonesia 2023 ini, tengah berjaya dengan ditonton sebanyak 525 ribu orang dalam beberapa hari penanyangan, sejak Kamis 2 November 2023 di bioskop.
Sebuah film yang masih tayang hingga hari ini di beberapa bioskop di Indonesia ini, pertama kali diputar di Toronto Film Festival pada 9 September 2023 dan masuk official selection SXSW Sydney 2023 Screen Festival. Budi Pekerti telah merampungkan proses syuting pada akhir tahun lalu. Film ini dibintangi oleh Sha Ine Febriyanti, Angga Yunanda, Prilly Latuconsina, dan Dwi Sasono.
Film yang mengisahkan…
Karya garapan sutradara Wregas Bhanuteja, Rekata Studio serta Kaninga Pictures mengambil latar di Yogyakarta saat masa pandemi. Film ini menceritakan tentang perjalanan guru SD yakni Bu Prani yang mempunyai kehidupan sederhana dan suaminya mengalami gangguan mental karna terkena dampak pandemi.
Ia berusaha untuk berhasil menjadi wakil kepala sekolah dengan dalih agar bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga nya, tapi sebelum itu ada kejadian naas yang menimpa Bu Prani.
Video perselisihannya dengan pengunjung pasar menjadi viral di media sosial. Akibat tindakannya yang dinilai tidak mencerminkan pribadi seorang guru, ia dan keluarganya mengalami perundungan. Kesalahannya dicari-cari hingga terancam kehilangan pekerjaan.
Tetapi permasalahan tidak hanya sampai di situ, problem tentang refleksi yang diberikan bu Prani ke siswanya juga akan menjadi masalah selanjutnya, kira-kira bagaimana bu Prani menghadapi segala masalah itu?
Di sisi lain, Budi Pekerti juga brilian dalam menyuguhkan dialog yang hampir seluruhnya berbahasa Jawa. Film ini ternyata berhasil memastikan semua karakternya dapat berinteraksi secara luwes, bahkan dalam urusan aksen medok.
Contohnya saja karakter Tita yang diperankan prilly yang bukan merupakan gadis jawa, namun didalam film dialog dia sangat epik, meski tak dipungkiri banyak penonton yang bertanya tanya kenapa karakter Tita tidak diperankan oleh gadis jawa.
Namun bagi saya ketika melihat keseluruhan filmnya, akting Prilly pantas diacungi jempol, menggunakan bahasa medok khas jawa dapet sekali apalagi ketika beradegan dengan ibu penjual putu saat wawancara.
Pujian tentu layak diberikan kepada keempat pemeran utama yang memberikan akting terbaik mereka. Sha Ine Febriyanti (bu prani) adalah orang yang paling tepat untuk menjadi pemeran Bu Prani.
Ia menunaikan tugasnya sebagai jantung cerita dengan memesona. Emosi, kekalutan, gundah gulana, dan teror yang dirasakan Bu Prani mampu tersampaikan dengan utuh berkat penampilan Ine Febriyanti.
Begitupun Dwi Susano sosok suami bu prani yang saat diujung cerita tiba tiba sembuh dari depresinya, itu sangat membuat penonton susah untuk menebak alur cerita selanjutnya.
Jika kita sebagai penonton yang bijak dan jeli, kita akan mendapatkan nilai-nilai positif yang bisa diambil dari cerita bu Prani dan keluarganya.
Dari awal sampai akhir, saya tidak menemukan keadaan bu Prani mengabaikan kejujuran, di setiap kejadian apapun yang menimpa yang menjadikan dalam masalah besar bu Prani tetap tegas mempertahankan kejujurannya dan tidak menghilangkan budi pekerti yang ada di dalam dirinya.