Ilustrasi: www.google.com

Oleh: Silmi Adawiya*

Mayoritas orang menilai seorang pengajar adalah profesi termulia di dunia. Baik guru di jenjang sekolah, dosen di jenjang perguruan tinggi, atau kiai dalam pesantren.

Kehidupan yang sejahtera, dihormati banyak orang, dan santun dalam bersikap. Bahkan tidak jarang dari anak zaman sekarang yang memiliki cita-cita pengajar, sebab profesi tersebut mampu memberikan manfaat kepada orang sekitarnya. Senada dengan hadis nabi:

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Hadis tersebut memang menjelaskan kriteria orang yang terbaik menurut Rasulullah, yaitu orang yang bermanfaat untuk orang lain. Orang yang mengajar tentu memberikan manfaat bagi banyak orang.

Misalnya bisa membantu orang tua dalam mendidik anaknya, dan juga membantu anak menemukan cahaya ilmu yang sebelumnya belum diketahuinya. Lantas yang menjadi pertanyaan, apakah orang yang mengajar tersebut tentu masuk dalam katagori “sebaik-baik manusia”, sedangkan dirinya tak mengamalkan ilmunya?

Pesan Rasulullah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani adalah sebgai berikut:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مثل العالم الذي يعلم الناس الخير وينسى نفسه؛ كمثل السراج يضيء للناس ويحرق نفسه

“Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “perumpamaan orang yang mengajar kebaikan kepada manusia sedang ia melupakan dirinya, seperti lilin yang memberikan penerangan kepada manusia sedang ia membakar dirinya.”

Mengajar tapi tidak mengamalkan ilmunya, bagaikan sebuah lilin. Ia bisa menerangi ruangan yang gelap, namun dirinya terbakar secara perlahan. Jika bisa menjadi matahari, kenapa menjatuhkan pilihan pada sang lilin. Matahari bisa menerangi jagat raya, namun dirinya tetap bersahaja.

Sebuah pesan indah yang tersirat adalah jadilah orang yang mengajar dirinya sendiri sebelum mengajar orang lain. Jika kita sudah menguasai diri sendiri, maka jalan selanjutnya adalah mudah untuk menguasai orang lain. Bukankah disaat mengajar itu secara tidak langsung ilmu kita bertambah?

Lantas jika ilmu bertambah, namun belum mendapatkan hidayah untuk mengamalkannya, maka ia tidak mendapatkan sesuatu kecuali ia semakin jauh dari Tuhannya. Sebuah doa yang diajarkan Nabi untuk dijauhkan dari perkara yang tidak baik, salah satunya adalah ilmu yang tidak bermanfaat.

Doa tersebut berbunyi sebagai berikut:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا

“Allahumma inni a’udzu min ‘ilmin laa yanfa’, wa min qolbin laa yakhsya’, wa min nafsin laa tasyba’, wa min da’watin laa yustajaabu lahaa (artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah merasa puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan).”

*Alumni Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.