(ket. tengah) M. Luthfillah Habibi, Sekertaris Umum Pesantren Sidogiri, menjelaskan soal pendidikan di pesantren, dalam seminar 120 tahun Pesantren Tebuireng, Jumat (23/8/19) di gedung Yusuf Hasyim Tebuireng. (Foto: Bagas)

Tebuireng.online– Sebagai pemerhati pendidikan di pesantren sekaligus pelaksana pendidikan di pesantren, M. Luthfillah Habibi, Sekertaris Umum Pesantren Sidogiri mengatakan, bahwa pesantren adalah model pendidikan yang baik dengan konklusi keilmuan yang baik. Hal tersebut ia utarakan dalam seminar memperingati 120 tahun Pesantren Tebuireng, Jumat (23/8/19) di Pesantren Tebuireng Jombang.

Menurutnya, prosedur tentang pendidikan di pesantren tidak lepas dari prosedur untuk mencari ilmu agama. Sedangkan ilmu agama dalam termonilogi Islam adalah cahaya Allah. Sesuatu yang mulia dan istimewa. Oleh karenanya, mencari ilmu agama tidak seperti belajar membaca menulis pada umumnya, tetapi mekanismenya adalah pembelajaran dengan hati yang bersih, dengan hati yang suci.

Inilah mengapa, lanjutnya, dahulu sunan Kalijaga diminta untuk semedi di pinggir kali sambil menjaga tongkat oleh kiainya. Kemudian pulang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Tidak lain tirakat yang diminta ini adalah tarbiyah ruhaniyah, untuk membersihkan hati.

“Model pendidikan di atas merujuk pada kaidah Islam Surah Ali-IImran ayat 101.

وَمَن يَعْتَصِم بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” ungkap M. Luthfillah dalam forum seminar.

Sudah bukan hal yang tabu, pada zaman dahulu banyak santri yang tirakat. Ada sebuah budaya tirakat yang terjadi di pesantren, tidak lain tujuannya adalah untuk pembersihan hati. Karena dengan hati yang bersih, ilmu-ilmu yang diajarkan terutama ilmu agama akan mudah masuk kepada santri.

“Guru dan kelas-kelas adalah formalitas saja. Namun cara Allah memberikan ilmu-Nya bukan melalui belajar di kelas, tetapi melalui hikmah dan hati yang bersih,” terangnya.

Kemudian, hal penting lainnya terkait pesantren adalah peran pesantren yang sudah mulai bergeser menjadi belajar di sekolah. Yang kemudian menjadi salah satu penyebab penurunan izzah bangsa ini.

“Nampak, beberapa pesantren di Indonesia yang model pendidikannya seperti zaman kolonial dulu. Di pesantren hanya sekolah dan masuk di kelas seperti biasanya. Untuk tarbiyah ruhaniyahnya berkurang. Sehingga berkurang pula kedekatan murid dengan guru,” terang beliau kembali.

Baginya, pesantren sudah menjadi ruh bangsa Indonesia. Jika saja, pemerintah melibatkan pesantren dalam kancah nasional, maka pemerintah perlu mengetahui identias dari pesantren itu sendiri. Karena pesantren bukan hanya instrumen pendidikan saja, tetapi telah terjadi proses tafaqquh fi ad-din menerima dan melaksanakan prosedur pendidikan agama.

Pewarta: Fitrianti Mariam Hakim

Publisher: RZ