(ket. dua dari kiri -kemeja putih) KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) Pengasuh Pesantren Tebuireng, menceritakan Pesantren Tebuireng dari masa ke masa, dalam acara seminar yang diselenggarakan untuk memperingati 120 tahun Pesantren Tebuireng, Jumat (23/8/19) di gedung Yusuf Hasyim Tebuireng. (Foto: Bagas)

Tebuireng.online– Dalam sesi kedua seminar pendidikan dengan tema “Memadukan Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional” yang diselenggarakan di Pesantren Tebuireng hari ini Jumat, (23/8/19), KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) hadir dan memaparkan terkait perjalanan dinamika pendidikan di Pesantren Tebuireng.

Tebuireng diawali oleh Mbah Hasyim, dengan kepemimpinan beliau, kapasitas beliau pada saat itu Mbah Hasyim membentuk sebuah kelompok yang dinamakan musyawarah, yang kemudian dari kelompok inilah lahir tokoh-tokoh yang mendirikan pesantren Lirboyo, Paiton, Darussalam, dll,” jelas Gus Sholah.

Kemudian setelah Mbah Hasyim meninggal, lanjutnya kelompok ini mati, berlanjut ke kepemimpinan Yai Yusuf Hasyim, Yai Karim Hasyim dan tibalah masa Yaitu Abdul Kholiq Hasyim. “Yai Abdul Kholiq Hasyim yang menghidupkan kembali kelas musyawarah, beliau memanggil Yai Idris Kamali untuk menghidupkan kelompok ini, hingga lahirlah dari kelompok ini murid-murid Yai Idris yg besar kiprahnya, seperti Yai Tholhah Hasan dan Yai Ali Mustafa Yaqub,” lanjut pengasuh pesantren Tebuireng tersebut.

Pada tahun 1951 Yai Karim mendirikan sekolah formal, dan masuk pada tahun 1975, Yai Yusuf Hasyim mendirikan SMP & SMA. Gus Sholah bercerita, “saya teringat kata-kata Pak Sujatmaka, pesantren itu bisa menjadi lembagai No.1 di Indonesia, dengan syarat diatur dengan management modern,” Gus Sholah menyatakan bahwa dari sinilah inspirasi beliau dimulai.

Saya menyadari bahwa saya tidak sama dengan Mbah Hasyim, saya tidak sehebat Mbah Hasyim, karenanya saya mengandalkan organisasi untuk mewujudkan ini,” tegasnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tahun 2007, untuk mengembalikan ruh “pesantren” di Tebuireng, Gus Sholah memutuskan untuk mendirikan Muallimin. Kemudian di tahun 2014, Tebuireng mengambil sebuah langkah baru, dengan mendirikan Trensains, pesantren yang mendalami sains bernilai keislaman.

“Pesantren jelas telah memberikan sumbangsih yang besar, Tebuireng juga. Gedungnya dulu jelek, tapi menghasilkan tokoh-tokoh yang luar biasa, sekarang gedung kita bagus, tapi ya, orangnya lumayan sih, tapi kita bisa lebih baik lagi,” tutur Gus Sholah yang disambut tawa para hadirin.

Terakhir Gus Sholah menyatakan, “saya yakin kita bisa, selama kita yakin, kita bekerja sama.” pungkasnya.

Pewarta: Nailia Maghfiroh

Publisher: RZ