Foto dr. Soetomo. Sumber: Arsip Nasional
Foto dr. Soetomo. Sumber: Arsip Nasional

Tokoh sentral organisasi Budi Utomo dr. Soetomo pernah terlibat diskusi hangat dalam majalah Juru martani mengenai pesantren. Pergulatan pemikiran pesantren sendiri baru dikenal luas oleh kalangan akademik pada tahun 1930, melalui perdebatan publik yang dikenal dengan Polemik Kebudayaan (Ahmad Baso, 2013). Meski dikenal bukan sebagai orang pesantren, Soetomo ternyata punya perhatian khusus terhadap pendidikan pesantren.

Ini kata Soetomo tentang pesantren yang dikemukakan oleh Ahmad Baso dalam Pesantren Studies Jilid 2A. Di sini Ahmad Baso membandingkan pendidikan yang dibawa Belanda dengan tarbiyah pesantren. Ia condong kepada pendidikan pesantren daripada pendidikan Belanda. Berikut tulisan yang masih dalam Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama;

Sedikit tentang Pesantren

Pesantren itoe adalah pergoeroean kepoenja’an bangsa kita jang asali, serta beberapa riboe bilangannja sebeloem pengaroe Barat mempengaroehi djoega atas pengadjaran dan pendidikan kita. Waktoe G.G. [Gubernur Jenderal Hindia Belanda] v.d. Capellen pada tahoen 1819 meminta keterangan pada toean-toean resident, di Pantai Oetara Tanah Djawa, ternjata bahwa pesantren itoe tidak sedikit bilangannja, sehingga di dalam residenti Pekalongan sadja ada terdapat 8 boeah pesantren besar dan 180 boeah pesantren ketjil.

Banjaknja

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada tahoen 1887 ditaksir akan adanja pesantren di Pulau Jawa sadja tidak kurang dari 1700 [pondok].

Di sini njatalah bahwa pergoeroean asli pada waktoe itoe masih hidoep dengan soeboer dan sehat, kalaoe dibandingkan dengan keadaannja sekarang ini, dimana pesantren tidak mempoenjai pengaroeh jang berat lagi seperti sedia kala.

Sebeloem gopermen Hindia Belanda memboeka sekolahnja, ada waktoe itoe, pesantrenlah jang mendjadi soember pengetahoean, mendjadi mata air ilmoe, bagi bangsa kita seboelat-boelatnja. Orang-orang bangsawan, orang-orang alim, kaoem saoedagar, bapak- bapak tani dan kaoem lainnja dari bangsa kita seboelatnja, semoea mengirimkan anaknja ke pesantren itoe. Pada masa itoe, dimana- mana terdapat nama kijahi jang masjhoer haroem namanja, karena kepandaiannja, kealimannja, kebidjaksanaannja. Di sitoe terdapatlah pesantren dengan pondokannja penoeh dengan pemoeda-pemoeda dari masing-masing tempat dan golongan goena mendengar dan memperhatikan sabda sang goeroe jang mendjadi pedoman bagi hidoepnja pemoeda-pemoeda kita itoe, sebagai manoesia dalam masjarakat kita ini.

Pengadjarannja

Di dalam pergoeroean yang termasjhoer namanja, di sitoe dapatlah orang mempeladjari beberapa matjam pengetahoean lahir dan batin, sedang adat kelakoean sang goeroe di dalam hidoepnya sehari-hari jang penoeh dengan kedjoedjoeran dan kesoetjian itoe, mempengarochi djoega atas sikap kehidoepan, levenshouding-nja, moerid-moeridnja.

Pesantren dan pondoknja memberi pengadjaran lahir-batin bagi moerid-moeridnja. Pengadjaran dan pendidikan jang diberikan itu joega didjalankan [di sekolah-sekolah modern], dipakai sehari-hari di dalam prijaji dan pegawai peroesahaan asing, akan tetapi ketjewanja, tidak pesantren itoe.

Karena pemoeda-pemoeda dari golongan apa sadja mempunjai persatoean di dalam mentjari dan mendapatnja bekal goena hidoepnja, oleh karena itoe, sikap rohaninja anggota masjarakat kita pada masa poerbakala itoe adalah tiada begitoe bertjerai berai. Sedang sang kiai sebagai goeroe dan pemegang obor jang menerangi doenia lahir dan gaib mempoenjai pengaroeh jang besar, agar soepaja masing-masing golongan anggota masjarakat kita dapatlah hidoep dengan tenteram dan damai.

Keadaan jang harmonis ini, dimana orang dapat berkembang sebagai manoesia dengan watak tabiatnja jang baik, sajang tidak dapat dilangsoengkan lagi, sesoedah pengaroeh Barat mengenai pergoeroean kita asali itoe.

Pemerintah negeri dengan sekolahnja jang pertama bermaksoed menjediakan tempat bibit goena tjalon pegawainja, telah menarik anak-anak bangsawan dari pesantren itu. Dengan begini, pesantren kehilangan soember penjokongan bagi hidoepnja. Pesantren. Moendoer dan berkoerang-koerang karena tidak dapat mengobah programa pengadjaran dengan ilmu jang terpakai di dalam perboeroehan Barat jang moelai mempengaroehi bentoeknja masjarakat kita.

Sekolahan setjara Barat jang diberikan kepada kita dapat mentjoekoepi kepandaian bagi mereka jang soeka bekerja sebagai memberi kesempatan goena mentjerdaskan (mengolah) sekalian tabiat jang berhoeboengan dengan boedi ataoe keperloean soekma, sedang keboedajaan kita tidak atau sedikit sekali diperhatikannja.

Karena itoelah, pemoeda-pemoeda hasil sekolahan ini kebanjakan mempunjai sifat loba (logstisch-materialistisch [sic]), dan kegemarannja akan bekerdja merdeka kian lama kian berkoerang- koerang semangatnja.

Oentoeng bagi kita, bagi Noesa dan bangsa, dengan timbulnja bahaja malaise ini….

[K]arena sang malaise ini dengan akibat penoetoepan beberapa matjam sekolahan bagi kita dengan mengoerangkan pengaroeh Barat, ada memberi kesempatan bagi kita goena mengatoer dan membentoek oejoed masjarakat kita jang sesoeai dengan tjita-tjita, kemaoean dan kekoeatan kita …

Pondok systeem

Pendidikan itoe tidak akan begitoe sempoerna buahnja, kalau ilmoe itoe tidak dipraktikkan di dalam hidoep sehari-hari.

Oleh karena itoe, seboleh-boleh pergoeroean merdeka haroes mempoenjai pondokan. Di dalam pondokan itu, sesoedah habis sekolah goeroe-goeroe dan moerid-moeridnja dapatlah hidoep bersama-sama begitoe roepa sehingga anak-anak itoe tertarik oleh adat-istiadat, kelakoean jang sopan santoen dan tabi’at yang tinggi dari goeroe-goeroenya jang hidoep bersama-sama dengan

Mereka, sehingga dengan sendirinja dapat merobah sikap hidoepnja, levenshouding-nya. Pondok sistem djuga haroes ditiroe, karena dengan ini dapatlah meringankan biaja pergoeroean……

Jang penting lagi, ialah pengaroehnya atas pendidikan anak-anak itoe. Di dalam pondok itoe, boekan sadja pengadjian anak-anak itoe terdjaga, tetapi joega hidoepnya sehari-hari akan dapat toentoenan dan pengawasan.

Anak-anak jang beroemoer di antara 14 dan 18 tahoen menghadapi goda rentjana yang sangat membahajakan bagi penghidoepannja.

Dalam masa menoedjoe dewasa ini, masa pubertaeitsjaren [masa- masa puber, transisi menuju usia dewasa], haroes mendapat toentoenan dan batasan, richting dan bedding, sehingga bagaikan air jang mendapat djalan dan tangkis jang baik dapatlah mengalir dengan langsung, begitoelah hendaknja karena toentoenan dan pendidikan dalam pondok itoe, anak-anak kita jang menghadapi masa pantjaroba itoe dapat melaloei masa jang berbahaja tadi dengan selamat, akhirnja akan dapatlah selanjoetnja hidoep berbahagia.

Bagi kaoem non[-kooperasi], pekerdjaannja teroetama terletak di dalam propaganda. Sedang dalam hal mewoedjoedkan cita-cita mereka yang choesoes, haroeslah memperhatikan adanja ordonante sekolah liar, karena apabila soal politiknja dibawa ke dalam pergoeroeannja, mereka kan tiada dapat melandjoetkan oesahanja itoe.

Bagi kaoem Agama, oleh karena kaoem ini djuga ada jang berhaloean non dan co [kooperasi, bekerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda), hingga penerangan terseboet di atas terpakai djoega baginja.


Ditulis Yuniar Indra Yahya, mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari