
Oleh: H. Rikza Chamami*
Prof H. Abdurrahman Mas’ud MA PhD dalam disertasinya The Pesantren Architects and Their Socio-Religious Teaching menjelaskan bahwa KH Hasyim Asy’ari (1871-1947) merupakan kiai pergerakan.
Kharisma Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari sudah banyak dirasakan masyarakat. Ia merupakan pemimpin yang sangat dekat semua kalangan karena skill dan kepemimpinannya yang sangat khas Nusantara.
Kedalaman ilmu pengetahuan yang didapatkan dari Timur Tengah dipadu dengan ilmu Jawa khas Walisongo. Pernik-pernik pemikirannya pun terejawantahkan dalam dunia pesantren dan organisasi para Kyai, yaitu Nahdlatul Ulama (NU).
Pesan-pesan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sangat jelas. Bahwa Indonesia akan memiliki kekuatan besar jika warganya bersatu dan kompak melawan penjajah. Maka fatwa resolusi jihad yang dikomando olehnya menjadi modal kemerdekaan sejati Indonesia.
Tepat pada hari Senin Pahing, 17 September 1945/9 Syawwal 1364, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari mengeluarkan sebuah fatwa jihad yang berisikan ijtihad bahwa perjuangan membela tanah air sebagai suatu jihad fi sabilillah. Fatwa ini merupakan bentuk penjelasan atas pertanyaan Presiden Soekarno yang memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam.
Ini semakin nyata bahwa komitmen kebangsaan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari sangat tinggi–dimana ketika Presiden meminta fatwa, maka langsung direspon dengan sigap. Di sisi lain yang perlu dilihat adalah fatwa tersebut berisi pesan persatuan bangsa.
Lawan yang dihadapi oleh Indonesia saat itu jelas para penjajah. Maka seluruh komponen bangsa harus bersatu padu, tanpa melihat latar belakang agama, suku dan laiinnya. Karena Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari berada pada zona pemimpin bangsa, fatwa itu dikeluarkan dan menjadikan semangat melawan penjajah.
Masih ada dua pesan lagi yang perlu dihayati dalam menjaga persatuan bangsa. Apa itu? Bahwa sepeninggal para penjajah itu, Indonesia masih memiliki tantangan lain, yakni wahabi.
Sangat tegas dituliskan dalam kitab karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah fi Haditsil Mauta wa Asyratis Sa’ah wa Bayani Mafhumis Sunnah wal Bid’ah bahwa Jawa (Indonesia) menghadapi tantangan gelombang wahabi pada 1330 H (1909).
Wahabi merupakan firqah yang bertentangan dengan ulama salaf yang menganut pendapat Muhammad bin Abdul Wahab an Najdi, Ahmad Ibnu Taimiyyah, Ibnu Al Qayyim, Ibnu Abdi al Hadi, Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Rasyid Ridla. Mereka misalnya melarang ziarah kubur dan tahlil.
Keberadaan Wahabi dan pengikutnya kata Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari menyitir pendapat Syaikh Muhammad Bakhit al Hanafi dalam Kitab Tathhirul Fu’ad Min Danasil I’tiqad bahwa Wahabi menjadi wabah yang berbahaya sejak dulu sampai sekarang. Keberadaan mereka selalu menjadi kelompok sempalan yang melukai kaum muslimin dan harus diamputasi.
Nampaknya dua pesan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari ini perlu menjadi renungan kita bersama dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam menyambut hari lahir NU ke-92.
Pertama, bangsa yang sudah merdeka perlu dijaga dengan baik dan semua harus sigap jika suatu saat ada musuh yang datang merusak NKRI. Kedua, bahaya gerakan yang mengatasnamakan Islam namun berniat merusak NKRI perlu kita waspadai bersama. Sebab Indonesia selalu banyak dilirik oleh dunia karena memiliki kekuatan SDM dan SDA yang sangat luar biasa.
NU perlu menjadi kekuatan bangsa yang dapat merangkul dan dirangkul semua pihak dalam rangka menebarkan Islam ahlussunnah wal jama’ah yang sesuai syariat Islam dan menanamkan cinta tanah air hingga hari kiamat.
*Pengurus PW GP Ansor Jawa Tengah