Foto: Istimewa

Tebuireng.online- Seminar Nasional “Silang Pendapat Makna Radikalisme” dalam peringatan haul ke-10 Gus Dur mendatangkan salah satu narasumber yakni Prof. H. Syafiq  A. Mughni, MA, Ph.D (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah) pada Sabtu (21/12/19) di aula lantai 3 gedung KH. M. Yusuf Hasyim.

Beliau menyampaikan, secara umum substansi atau makna radikalisme tidak ada perbedaan. Namun, ketika terjadi sebuah fenomena, anggapan hal itu termasuk tindakan radikal atau bukan, mengalami perbedaan. “Citra Islam menjadi buruk sejak tragedi 11 September,” ungkapnya. Peristiwa tersebut adalah contoh fenomena violence (kekerasan) yang terdapat pada salah satu sisi radikalisme.

Ketua PP Muhammadiyah ini juga menegaskan, radikalisme sangat bergantung pada konteksnya. “Jika kita melihat masa lalu, terdapat tragedi revolusi Perancis. Maka sejarah mencatat bahwa itu hal yang cukup radikal. Namun, kita lihat konteks yang dihasilkannya, berupa demokrasi dan sebagainya. Yang memiliki manfaat bagi umat manusia,” ungkapnya. Beliau beranggapan radikalisme sangat bergantung pada narasinya. Ketika narasi atau konteksnya menimbulkan tindakan ekstremis dan violence, maka itu tidak dapat dibenarkan.

Lanjutnya, namun hingga saat ini diksi atau pilihan kata “radikalisme” masih menuai perdebatan. Dan pada akhirnya dewan keamanan PBB memberikan alternatif pada diksi radikalism, mengubahnya dengan  violence extremism (kekerasan ekstrem). Kemudian mengistilahkan tindakan pencegahan hal itu dengan Preventing Violent Extremism (pencegahan kekerasan ekstrem). Maksudnya agar pemaknaan istilah radikalisme memiliki sasaran yang lebih jelas.

Pada akhir waktu beliau juga menyarankan agar tindakan Deradikalisasi harus bersifat suitble (cocok) dan positif. Misalkan, melalui gerakan-gerakan living together (hidup berdampingan) atau mendelegasikan Islam rahmatan lil alamin.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pewarta: Yuniar Indra

Publisher: MSA