![](https://tebuireng.online/wp-content/uploads/2025/01/jodoh.jpeg)
Pondok Pesantren Putri Al Karim baru saja menggelar acara wisuda tahfidz yang dihadiri oleh banyak tamu undangan. Acara pun berjalan dengan khidmat dan lancar. Sebagai peserta wisuda wati terbaik, Adinda Azzahra Tsurayya mendapatkan banyak hadiah pemberian dari teman, orang tuanya, dan bahkan temannya sendiri. Saat sedang berfoto-foto, Rayya terdiam melihat sosok laki-laki yang dia kagumi sejak awal mondok hingga detik ini.
Dia adalah Muhammad Zafran As-Sayuqi, seorang ustadz yang sangat dikagumi karena kepintaran dan kesholihan beliau. Tidak ada yang tahu isi hati Rayya selama ini, hanya Allah lah Sang Pemberi rasa yang mengetahui segalanya. Dia benar-benar menutup dirinya, karena tak hanya dirinya yang menginginkan hati seorang ustadz Zafran, tapi banyak perempuan lain yang menyimpan rasa dan mendoakannya.
Setelah acara wisuda selesai, Rayya pun pergi ke ndalem untuk sowan karena ingin izin pulang beberapa hari. Selesai sowan, Rayya dan keluarga pun melanjutkan perjalanan pulang ke rumah menggunakan mobil. Di perjalanan, Rayya asyik bercerita ke umi tentang kegiatan akhir-akhir ini di pondok. Saat sedang bercerita, tiba-tiba Abah bertanya.
“Ndik, katanya kamu mau boyong, jadi ta?” tanya Abah. Rayya pun terdiam yang tadinya asyik bercerita.
“Nggak tahu, Bah, masih bingung,” jawab Rayya singkat.
“Kalau jadi boyong, besok pas balikin kamu, Abah sama Umi tak sowan ke Kyai Marzuqi,”
Rayya terdiam sambil memandang Umi karena jujur dia masih bingung. “Ya udah, kalau masih bingung, dipikirkan dulu biar nggak menyesal. Soalnya Abah sama Umi pengen kamu di sana aja sambil bantu-bantu ndalem biar bisa ngalap barokah,” ucap Abah dengan penuh harap.
Setelah perbincangan itu, keadaan di dalam mobil benar-benar hening dan sunyi. Seperti ada jarak antara mereka karena pembahasan tadi. Tak sadar, Rayya pun telah tiba di rumah, karena kelelahan Rayya sangat tertidur pulas di dalam mobil.
Sesampainya di rumah, Rayya dan keluarga disambut oleh Pak De Darmo dan Bude Anis, tetangga mereka yang sedang bersih-bersih di depan rumahnya. Mereka pun memberikan selamat atas keberhasilan Rayya dalam menyelesaikan hafalan dan menjadi seorang hafidzoh di pondok sana. Orang tua Rayya dan tetangga itu pun saling bercengkrama dan membuat Rayya lelah menunggu.
Tak lama, Rayya masuk, Abah dan Umi pun ikut masuk ke dalam rumah. Rayya pun langsung menuju kamar di lantai dua untuk merebahkan tubuhnya yang sangat kelelahan itu. Saat sedang rebahan, tiba-tiba terlintas dalam benak pikiran Rayya, “Siapapun, semoga ada laki-laki sholeh yang segera melamarku setelah ini, agar aku bisa melupakan Ustadz Zafran.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Rayya segera menutup mata dan tertidur kembali.
Adzan Ashar sudah berkumandang, tapi Rayya masih terlelap. Terdengar suara pintu terbuka dan Umi pun masuk untuk membangunkan anak satu-satunya itu.
“Ndik, bangun, sudah adzan Ashar,” sambil mengusap rambut Rayya, Ibu membangunkan Rayya yang masih merem.
“Nggeh, Mi,” jawab Rayya dengan suara lemas. “Selesai sholat, Umi tunggu di bawah ya, katanya mau masak-masak.”
“Nggeh, Umi, siap,” jawab Rayya sambil memberikan jempol tanda bahwa Rayya setuju.
Umi pun pergi meninggalkan Rayya untuk melaksanakan sholat. Setelah sholat, Rayya pun turun ke bawah dan membantu Umi masak. Sambil bercerita panjang lebar tentang keseharian pondok dan hafalannya, tiba-tiba pertanyaan Umi membuat Rayya terdiam dari kegiatannya.
“Ndik, jujur sama Umi, kamu udah punya seseorang belum?” Rayya benar-benar bingung. Mau menjawab iya, tapi nggak bisa digapai, mau nggak jawab belum, tapi dia suka sama laki-laki itu. Akhirnya dia pun menjawab.
“Belum, Umi.”
“Owalah, iya, udah kalau gitu. Oh iya, ini Umi mau ke depan dulu ambil daun salam, kamu goreng ayamnya dulu ya, tapi jangan mateng-mateng ya, Ndik.”
“Nggeh, Umi,” jawab Rayya. Sekembalinya Umi dari depan, mereka melanjutkan kegiatan kembali. Setelah selesai masak, Rayya dan Umi pun ke kamar mandi untuk bersih-bersih karena akan memasuki waktu sholat fardhu.
Adzan Maghrib pun berkumandang. Keluarga Rayya adalah keluarga yang selalu menjalankan sholat berjamaah. Setelah selesai sholat, mereka sama-sama membaca wirid dan berdoa yang dipimpin oleh Abah.
Doa selesai, Abah pun berbalik badan. “Ndik, maafin Abah sama Umi, karena belum membicarakan hal ini, dan Abah tahu dari Umi kalau kamu belum punya pandangan tentang calon suami.”
Rayya pun tertunduk saat mendengar ucapan Abah. “Kemarin, Kyai Abah datang ke sini, Ndik, dan meminta kamu untuk menjadi menantunya. Tanpa pikir panjang, Abah sama Umi mengiyakan perjodohan itu,” ucap Abah.
Mendengar ucapan itu, Rayya hanya bisa terdiam dan lidahnya begitu kelu untuk menolak, karena dia tahu pilihan orang tua pasti yang terbaik atas Sang Pencipta.
“Abah tahu kamu pasti menolak dan tidak terima dengan semua ini, tapi Abah sama Umi nggak mungkin salah memilihkan jodoh. Dan Abah nggak mungkin menolak keinginan Kyai Abah. Betapa durhakanya Abah kalau menolak permintaan Kyai Abah. Kamu tahu arti barokah kan, Ndik?” ucap Abah sambil memandang Rayya yang terisak.
Rayya semakin terisak mendengar ucapan Abah, tapi dia nggak mungkin menolak, tapi dia juga belum bisa menerima. Batin dan pikirannya benar-benar bertempur di dalam sana.
“Ndik, kami lakukan ini karena kami ingin yang terbaik buat kamu, Ndik,” ucap Umi dengan penuh harap.
“Nggeh, Rayya menerima, Rayya tahu ini pasti yang terbaik.” ucap Rayya sambil mengusap air mata.
“Alhamdulillah, semoga segalanya dilancarkan, dipersiapkan mentalnya. Besok mereka datang ke sini,” ucap Abah.
Deg. Detak jantung Rayya benar-benar berhenti sejenak. Dia terdiam dan tak membalas dengan kata, Rayya hanya membalas dengan anggukan yang menandakan bahwa dia siap menerima segala keputusannya.
Kamis, 04 Mei 2026, Jogja, Pagi Hari
Kini Rayya sedang dimakeup oleh MUA yang dipilihkan oleh calon mertuanya. Saat melaksanakan sholat tahajud, Rayya benar-benar menangis sejadi-jadinya karena apa yang dia ucapkan sebenarnya tidak sejalan dengan apa yang dia rasakan.
Suara pintu terbuka dan Abah tiba-tiba menampakkan diri dari balik pintu kamarnya.
“Masyallah, cantiknya anak gadis Abah,” puji Abah. Rayya hanya tersenyum simpul sambil menatap Abah kembali menutup pintu.
Setelah makeup selesai, Rayya masih tetap berada di dalam kamar untuk menunggu di bawah Umi menuju ruang acara lamaran.
Umi pun datang dan menggandeng Rayya keluar kamar. Jangan tanya bagaimana perasaan Rayya saat ini. Jantungnya benar-benar berdetak begitu kencang, badannya lemas seperti tak bertulang, tapi dia harus tetap tersenyum dan berjalan.
Sesampainya di ruang acara, Rayya benar-benar tak berani menatap sosok laki-laki yang akan menjadi calon suaminya. Dia langsung duduk dan menyalami calon mertuanya, kemudian dikenakan cincin oleh calon mertuanya.
Kini saatnya Umi mengenakan cincin ke calon suaminya, dan Rayya memberanikan diri untuk menatapnya.
Rayya benar-benar terkejut bahwa calon suaminya adalah orang yang selama ini ia doakan. Dia adalah Ustadz Muhammad Zafran As-Sayuqi.
Rayya benar-benar menangis sejadi-jadinya saat mengetahui bahwa ia akan menjadi istri dari laki-laki yang dia kagumi selama ini.
“Doakan saya agar bisa menjadi suami yang akan dan terus membimbing kamu dan keluarga kita untuk menggapai surganya,” ucap Ustadz Zafran dengan diakhiri senyuman manisnya.
Rayya pun mengangguk dan membalas senyum itu.
Dalam hati, Rayya benar-benar bersyukur dan berterima kasih atas kisah indah ini. Ternyata benar, yang terjaga akan mendapatkan yang terjaga pula. Dan tidak ada salahnya untuk mengulang-ulang doa.
Betapa indahnya menunggu jika hasilnya adalah kamu, ucap Rayya dalam hati. Kini Rayya benar-benar bahagia atas perjodohan yang ia terima, karena kisahnya berakhir bahagia.
Penulis: Wan Nurlaila Putri