sumber gambar: www.google.com

Oleh: Qurratul Adawiyah*

Seiring berjalannya zaman, generasi muda saat ini tidaklah merasa kekurangan dari apa yang dibutuhkan mereka, ditambah dengan beberapa kemudahan yang ditawarkan oleh perkembangan teknologi digital saat ini. Namun dengan banyaknya informasi dan tayangan di media sosial yang sangat beragam dan luput dari pengendalian diri, tak jarang membuat generasi kita salah kaprah dan tentu perilaku semakin menampakkan kekhawatiran.

Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (2004) adab ialah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama. Jadi, sangat penting sekali belajar adab yang tidak hanya bisa  belajar di media sosial, tapi secara langsung dibimbing oleh seorang guru ataupun orang tua. Apalagi dalam hal menghafal Al-Qur’an, adab sangat berpengaruh. Bahkan, ia bukan hanya dapat berpengaruh terhadap hafalan itu sendiri, tetapi juga berpengaruh terhadap pahala yang seharusnya didapatkan oleh seorang penghafal Al-Qur’an ketika ia membaca dan menghafalkannya.

Al-Qur’an sendiri merupakan kitab suci Allah yang mulia, maka tidak ada perlakuan yang pantas selain perlakuan yang menunjukkan memuliakan terhadap AL-Qur’an. Adab yang baik terhadap Al-Qur’an tiada lain merupakan salah satu cara memuliakan Al-Quran tersebut. Jika seseorang memuliakan Al-Qur’an dengan menjaga adab-adab yang baik terhadapnya, maka ia juga akan mendapatkan bagian kemuliaan dari Al-Qur’an itu sendiri, bahkan ia sangat pantas mengambil bagian dari jaminan Allah berupa kemudahan mempelajari dan menghafalkannya.

Sebaliknya, jika seseorang tidak memelihara adab-adab yang semestinya diterapkannya terhadap Al-Qur’an sebagai bentuk pemuliaan, maka ia pun tidak berhak mengambil bagian dari kemuliaan Al-Qur’an, juga tidak pantas mendapatkan bagian dari jaminan kemudahan Al-Qur’an itu dihafal, karena memelihara adab yang baik terhadap Al-Qur’an adalah kewajiban setiap orang yang mengaku beriman kepadanya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Salah satu adab terhadap Al-Qur’an yang seharusnya selalu dijaga oleh para penghafalnya adalah adab terhadap mushafnya, karena kagiatan menghafal Al-Qur’an sendiri sudah pasti  tidak luput dari mushaf. Namun, terkadang banyak penghafal yang menyepelekan pentingnya menghormati mushaf ini, entah mereka sadar atau tidak, terutama berkaitan dengan tata cara menyentuh, memegang dan membawanya.

Terkadang ada beberapa penghafal Al-Qur’an yang merasa repot jika harus berwudhu untuk memegangnya, sehingga dengan banyak alasan akhirnya mereka terbiasa memegangnya tanpa berwudhu terlebih dahulu.

Memang benar bahwa jika yang dimaksud adalah Al-Qur’an terjemah, dimana jumlah huruf-huruf terjemahannya melebihi jumlah huruf-huruf dari Al-Qur’an maka banyak ulama yang memperbolehkannya. Sebagaimana disebutkan oleh imam an-Nawawi (w. 6767 H) di dalam Al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab. Bahkan ada pula sebagian kecil ulama, sebagaimana juga disebutkan oleh Imam Nawawi yang mengatakan bahwa yang haram adalah menyentuh tepat pada tulisannya, sehingga jika yang disentuh adalah pinggirannya atau sampulnya, maka hukumnya adalah boleh, tetapi pendapat ini adalah pendapat yang dinilai oleh banyak ulama sebagai pendapat yang dho’if.

Namun sebagai seorang penghafal Al-Qur’an, sebaiknya kita jangan hanya menilai dari boleh atau tidaknya, tetapi mempertimbangkan mana yang seharusnya lebih pantas diterapkan terhadap Al-Qur’an. Karena walaupun memang ada ulama yang membolehkan, tetapi tentu yang lebih utama adalah dengan berwudhu terlebih dahulu. Betapa pun sebuah sebuah mushaf ditulis beserta terjemahannya, tetapi tetap saja ia berisi ayat-ayat Al-Qur’an yang sejatinya harus dihormati.

Demikian pula dalam hal tangan mana yang digunakan untuk memegangnya. Walaupun tidak ada larangan memegangnya baik dengan tangan kanan maupun tangan kiri yang penting suci, tetapi jika kita memperhatikan mana yang paling baik, tentu memegangnya dengan tangan kanan adalah  lebih utama. Imam Al-Ghozali (w. 505 H) sebagaimana dikutip oleh Al-Munawi (w. 1031 H)  di dalam faidh al – qodir syarh al – jami’ ash – shaghir – bahkan mengatakan bahwa salah satu cara bersyukur atas nikmat Allah berupa dua tangan adalah dengan menggunakan tangan kanan untuk memegang sesutau yang dianggap baik, termasuk di dalamnya adalah menggunakannya untuk menyentuh dan memegang mushaf Al-Qur’an.

Tentunya masih banyak adab-adab lainnya yang perlu diperhatikan oleh seorang penghafal Al-Qur’an yang banyak berinteraksi dengan mushaf Al-Qur’an. Sekali lagi penulis katakan bahwa memperhatikan adab menjadi salah satu faktor yang dapat mempermudah seseorang dalam menghafal Al-Qur’an, berkat keberkahan Al-Qur’an yang dimuliakannya. Jangan sampai merasakan kesulitan menghafal Al-Qur’an karena kita sendiri yang tidak mau memperhatikan adab-adabnya. Jangan sampai terhalang dari kemudahan Al-Qur’an karena sikap diri kita yang kurang hormat kepada Al-Qur’an.

*Referensi buku: 60 Godaan Penghafal Al-Qur’an dan Solusinya, karya Cece Abdulwaly.

**Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.