sumber ilustrasi: nadhiraini.com

Oleh: Wan Nurlaila*

Suasana malam ini sangat menusuk tulang gadis cantik bernama Naira, ia sedang bersantai di depan kamarnya di lantai dua. Dia senang bermalam dan berdiam diri di luar kamar karena senang melihat cahaya bulan dan gemerlapnya bintang. Naira Alexandria Kanza anak tunggal kaya raya dengan segudang harta dan perhiasan yang berlimpah. Sebagai anak tunggal kaya raya Naira selalu dimanja. Hingga pada suatu hari, ia tiba-tiba meminta izin untuk berhenti dari sekolah favorit sekolah ayahnya dulu.

Pagi itu mereka sedang makan bersama di ruang makan, tiba-tiba Naira membuka suara dan mulai membicarakan maksudnya.

“Pah, Mah, Naira mau berhenti sekolah,” ucapnya, disambut wajah heran orang tuanya.

“Apa-apaan maksud kamu Naira? Kenapa mau berhenti sekolah? siapa yang bikin kamu mau pindah?” tanya papahnya. 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Ada apa Naira kenapa kamu seperti ini?” tanya ibunya menimpali. 

“Kamu kan tahu sekolah papah itu elit, lulusannya selalu ke luar negeri dijamin kamu bakal jadi kayak papah, kaya raya seperti papah, bisa hidup enak dan tentram. Coba bilang apa yang kamu minta tapi papah sama mamah nggak ngasih? nggak ada kan?” Naira hanya memandang mulut papahnya.

“Kamu tuh harusnya bersyukur punya orang tua kayak papah sama mamah bisa enakin hidupnya kamu, ehh kamunya malah menyia-nyiakan. Orang lain padahal pengen kayak kamu. Kamu malah kayak gini dasar nggak bersyukur jadi anak.” ucap papah.

“Pah, sabar Pah sabar. Naira coba jelasin kenapa kamu mau pindah sekolah? Kamu mau tinggal di pondok pesantren yang kumuh dan ihh jorok kayak gitu, makan bareng-bareng, barangnya sering hilang, banyak yang mencuri kulitnya banyak yang borokan kamu mau?” tambah mamahnya semakin memojokkan.

“Maaf Pah, Mah, Naira mau sekolah di pondok pesantren bukan di sekolah favorit, seelit apapun sekolah papah dulu tapi kalau membuat Naira jauh dari sang maha pemberi kekayaan papah, Naira lebih baik jadi pengemis aja pah lebih mulia hidupnya dari pada hidup dalam kekayan sampai lupa dengan sang pemberi harta itu,” ungkap Naira mencoba memberi alasan.

“Naira!!!” papah Naira marah, ia memukuli meja. Naira dan mamah terkejut.

“Apa maksud kamu ngomong seperti itu? siapa yang ngajarin? Ohhh… ini yang kamu dapatkan ketika berteman dengan anak tetangga yang kayak gembel itu?” tegas papah.

“Segembel apapun mereka tapi kehidupan mereka lebih mulia pah, meskipun sederhana mereka nggak lupa sama sang pencipta, kehidupan mereka damai dan selalu akrab dengan keluarga. Nggak kayak papah sama mamah yang tiap hari sibuk kerja ngejar uang padahal uang yang dikejar selalu hilang.” Amarah Naira tak terbendung. 

“Plak!” tamparan hebat mengenai pipi kanan Naira.

“Berani-beraninya kamu ngomong seperti itu ke papah, Naira!”  

Naira pergi meninggalkan rumah itu, Naira langsung pergi ke sekolah dengan pikiran yang telah hancur dengan masalah yang baru saja ia terima. Papah dan mamahnya tidak mensetujui keinginannya . jam pelajaran pun dimulai tapi pikirannya tetap tidak fokus dan tenang. Akhirnya Naira izin ke UKS untuk mengistirahatkan diri. Saat berjalan keluar, Naira batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Tiba-tiba pandangannya berkunang dan naira pun tidak sadarkan diri.

Beberapa jam setelah kejadian itu Naira pun mulai membuka mata dan mulai sadar kembali. Matanya melihat keseluruh ruangan tidak ada orang tuanya yang menjenguknya. Naira terdiam dia tahu apa penyebabnya orang tua mereka tidak datang untuk menjenguknya di rumah sakit. 

“Aku pulang sekarang.” ucap Naira.

Lohh kamu belum sembuh kata dokter kamu harus di rawat dulu Nai.” ucap Malta.

“Nggak! aku pulang sekarang.” ucap Naira yang kedua kalinya.

Akhirnya Malta bergegas mengurusi administrasi Rumah Sakit untuk Naira dan mereka pun kembali ke rumah.

Sesampainya di rumah mbok Rum langsung menuntun Naira untuk masuk ke kamar. Terlihat dari pandangan mata Malta, orang tua Naira sama sekali tidak menoleh dengan keadan Naira. Di saat itu juga Malta menangis dengan apa yang barusan ia lihat. 

Saat Malta sedang membantu Naira menyendok bubur buatanya mereka dikejutkan dengan kedatangan kedua orang tua Naira.

“Kamu ini apa-apan sih Naira nyusahin orang tua aja, ngabisin uang orang tua aja di rumah sakit, kalau sakit tuh minum obat minta sama mbok Rum. Malah gaya gayan ke rumah sakit.” Papah Naira memarahi anak perempuannya itu. Naira dan Malta saling menatap, sepertinya mereka sangat sakit hati dengan ucapan papah.

Mendengar pembicaran itu Malta terdiam dan meneteskan airmata, keluarga yang selama ini ia idamkan ternyata membuatnya hancur lebur, yang ia anggap selama ini kebahagiaan adalah kesedihan paling terdalam. Ia menatap Naira yang sedang mengunyah buburnya tanpa menoleh ke orang tuanya.

“Anak satu-satunya, bukannya membanggakan malah menyusahakan!” papah Naira masih melanjutkan omongan tak mengenakkan itu.

“Maaf kalau Naira menyusahkan kalian, Naira janji setelah ini nggak menyusahkan kalian lagi!” naira meletakkan tubuhnya ke kasur. Ia memejamkan matanya, sepertinya ia tak ingin lagi mendengar ocehan papahnya. Papah dan mamahnya pergi meninggalkan ucapan Naira tanpa menoleh sedikit pun.

Setelah beberapa hari ternyata kondisi Naira makin parah. Rawat jalan pun dilakukan di rumah Naira. “Cepet sembuh kamu, biar nggak ngabisin uang papah.” Ruang rumah itu masih tak damai. Naira masih saja dipojokkan oleh papahnya.

Ucapan itu begitu sakit didengar Naira, entah mengapa papah yang seharusnya menjadi cinta pertamanya malah menghancurkannya sehancur-hancurnya. Naira menangis kala mengingat ucapan itu.

Berulangkali cuci darah papah selalu mengeluh karena pengeluaran yang begitu banyak untuk membayar pengobatan naira. Tiba tiba dokter yang menangani naira memanggil papah dan mamah

“Pak buk mohon maaf waktu hidup Naira nggak lama lagi, kalau tidak dilakukan tindakan lebih lanjut,” ucap dokter mendekati orang tua Naila.

“Emang kalau oprasi berapa biayanya dok?” Tanya papah. 

“Sekitar 30 juta pak.”  

“Waduh kalau gitu cuci darah aja deh.” ucap papah. Mendengar ucapan itu dokter terdiam heran dengan pikiran sang papah dari pasiennya 

Ternyata ucapan dokter benar dicuci darah terakhir Naira menghembuskan nafas terakhirnya di dalam kamar tanpa kedua orang tua menyaksikannya. Dokter menangis atas apa yang ada dipandangannya saat ini. Dokter pun bergegas mencari kedua orang tua Naira dan ketika mendengar kamar itu papah dan mamah menangis melihat Naira terbaring pucat.

Akhirnya setelah melewati prosesi mandi dan sholat janazah, papah dan mamah pergi mengantarkan Naira di peristirahatan terakhir. Di atas tanah dengan bunga yang masih segar papah melihat foto Naira yang tersenyum ceria.

Foto itu masih terbayang sampai di rumah. Ketika tidur malam, papah tiba-tiba terbangun karena mimpinya, ternyata di dalam mimpi itu Naira datang dan menunjuk surat yang ada di dalam lemari baju papah dan mamah. Saat Naira menyuruh papah dan mamah membuka, papah terbangun ternyata itu bukan mimpi tapi nyata di depan mata. Naira datang untuk menyampaikan pesan.

*Santri Walisongo Cukir Jombang.