Ilustrasi kitab suci al-qur’an. (sumber: detik/Ist)

Proses Berpikir dan Bermenung

Proses yang cukup panjang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebelum mendapatkan wahyu pertama kitab suci Al-Qur’an adalah setelah lebih dari sepuluh tahun Nabi  Shallallahu ‘alahi wa sallam kawin dengan Khadijah dan mendapatkan keturunan, beliau sering mengasingkan diri untuk berpikir dan bermenung, memikirkan keadaan umat di sekeliling kota Mekah dan merenungkan keadaan alam ini.

Hal ini diperkuat dalam sebuah sumber dengan judul “Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam buah karya KH. Moenawar Chalil,  sebagai berikut: “Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengasingkan diri di Gua Hira seorang diri dan beliau membawa bekal dari rumahnya berupa makanan sekadar untuk menguatkan tubuh jasmaninya hingga berbulan-bulan lamanya, tetapi tidak terus menerus. Kadang-kadang beliau di sana sampai 10 hari 10 malam, kadang-kadang pula 20 hari 20 malam.

Lambat laun, bertambah lamalah beliau mengasingkan diri di sana, kadang sampai satu bulan, bahkan lebih dari satu bulan. Demikianlah seterusnya, berbulan-bulan lamanya beliau berbuat demikian. Selama itu, maksud dan tujuan beliau tiada lain melainkan hendak menenangkan jiwa, menjernihkan pikiran dan perasaan, menjauhkan pandangan dan memperhatikan adanya kekotoran duniawi pada masa itu, dan selanjutnya hendak mencari kebenaran yang hakiki, kebenaran yang sejati. Beliau selama itu dengan mengerjakan ibadah-ibadah yang beliau ketahui menurut syariat para nabi yang sebelumnya, bukan ibadah yang biasa dikerjakan oleh umumnya bangsa Arab pada masa itu.” (Chalil, 107, 2001).

Upaya mencari hakikat kebenaran hidup yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam, sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul, disebabkan  pada saat itu masyarakat Arab banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan, mereka menyembah berhala atau patung-patung, dalam pelaksanaan haji mereka melakukan wuquf tidak di Arafah melainkan di Muzdzalifah, mengerjakan thawaf –mengelilingi Ka’bah lelaki atau perempuan dengan telanjang, mengubur hidup-hidup anak perempuan yang baru dilahirkan, maraknya perjudian dan minuman khamr atau arak, maraknya penyimpangan seksual atau pelacuran, pencurian dan perampokan, kekotoran dalam urusan makanan dan minuman, serta kekejaman yang melewati batas kemanusiaan.

Melihat kondisi bangsa Arab saat itu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam berupaya mencari jalan keluarnya, bagaimana memperbaiki masyarakat yang rusak tersebut, sehingga beliau melakukan tahannuts atau berkhalwat di Gua Hira cukup lama, bahkan ada yang mengatakan mulai pada usia 35 tahunan, sebagaimana dijelaskan pada sebuah sumber bahwa setelah lebih sepuluh tahun menikah, beliau mulai mengasingkan diri untuk berpikir, bermenung, menenangkan jiwa dan menjernihkan pikiran, sehingga pada saat beliau memasuki usia 40 tahun, maka turunlah wahyu pertama kitab suci Al-Qur’an di Gua Hira melalui perantaraan malaikat Jibril AS, yaitu surah Al-‘Alaq/96 ayat 1-5,

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ 

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q. S. Al-‘Alaq/96: 1-5).

Baca Juga: Pengantar Ulumul Qur’an

Wahyu Pertama ini didasarkan pada sebuah riwayat yang  cukup panjang, penulis nukil dalam kitab Fathur Barri fii Syarh Shahih Al-Bukhari karya Abi Fadl Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalanii, yang bersumber dari ‘Aisyah Ummul Mu’minin Rodhiyallah ‘anha, beliau berkata: “Awal permulaan wahyu yang diterima oleh Rasulullahi  Shallallahu ‘alahi wa sallam adalah mimpi yang benar dalam tidurnya melihat cahaya terang seperti cahaya terang cuaca waktu subuh. Karena itu, beliau bertambah gemar berkhalwat dan bertahannuts di Gua Hira.

Beliau berdiam diri di gua itu beberapa malam, hingga apabila habis perbekalan, beliau kembali ke rumahnya untuk mengambil bekal guna persiapan beberapa malam berikutnya. Hingga datang kepadanya kebenaran sedang beliau berada di Gua Hira, datang secara tiba-tiba malaikat Jibril ‘alahis sallam dan berkata: “Bacalah”, aku menjawab: “Aku tidak bisa membaca”, lalu ia memegangiku dan memelukku kuat-kuat sampai aku merasa sesak, kemudian melepaskanku dan berkata: “Bacalah!”, aku menjawab: “Aku tidak bisa membaca”, lalu ia memegangiku dan memelukku kuat-kuat untuk kedua kalinya sampai aku merasa sesak, kemudian melepaskanku dan berkata: “Bacalah!” (Q. S. Al-‘Alaq/96: 1 – 5).

Lalu Rasulullah  Shallallahu ‘alahi wa sallam kembali dengan wahyu itu dalam keadaan gemetar, hingga pulang menemui Kahdijah dan berkata: “Selimuti aku, selimuti aku”, lalu beliau diselimuti hingga hilang rasa takutnya, kemudian beliau bertanya: “Wahai Khadijah, apa yang terjadi kepadaku?” maka diceritakan apa yang telah terjadi, beliau bersabda: “Aku khawatir terhadap diriku sendiri”. Khadijah menimpali: ”Tidak! Bergembiralah! Demi Allah, selamanya Allah tidak akan menghinakanmu, karena engkau suka menyambung silaturahim, jujur dalam bertutur kata, ikut meringankan beban orang lain, menjamu tamu, dan suka menolong orang yang menegakkan kebenaran.” (Al-‘Asqalani, 33: 2001).

Dari sumber riwayat ini memberikan gambaran bahwa proses turunnya wahyu kitab suci Al-Qur’an, diawali dengan sebuah perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam yang cukup panjang, tidak terjadi secara mendadak. Mulai dari melihat kondisi masyarakat Arab saat itu yang banyak melakukan penyimpangan dalam menempuh kehidupannya, hingga Rasulullahi Shallallahu ‘alahi wa sallam bertahannuts di Gua Hira, untuk mencari petunjuk atau hakikat kebenaran hidup, akhirnya turunlah wahyu pertama kitab suci Al-Qur’an.

Pelajaran apa yang harus diambil dari peranan wahyu pertama dalam kehidupan manusia saat ini, khususnya bagi umat Islam? Tentunya banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dari peranan wahyu pertama ini, di mana faktor utamanya adalah bagaimana agar kita semua termasuk orang yang gemar membaca. Gemar membaca Al-Qur’an, gemar membaca diri sendiri, gemar membaca alam sekitar, membaca jagat raya, melakukan penelitian untuk kemaslahatan kehidupan, bahkan sempurnakan tingkat membacanya, bukan sekadar membaca.

Membaca yang mampu memahami pesan-pesan yang disampaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui kitab suci Al-Qur’an, dengan mengikuti dan mencontoh baginda Nabi Muhammad  Shallallahu ‘alahi wa sallam, sebagaimana diperkuat pada firman-Nya surah Ali ‘Imran/3 ayat 31 – 32,

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ قُلۡ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡكَٰفِرِينَ 

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Q. S. Ali ‘Imran/3: 31 – 32).

Wahbah Mushthafa Az-Zuhaili memberikan penafsiran: “Wahai Muhammad, katakan kepada mereka, “Jika kalian memang taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menginginkan pahala dari-Nya, maka patuhilah apa yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadaku, maka Dia akan meridhai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dengan kata lain, kalian akan mendapatkan lebih dari apa yang kalian inginkan dari sikap mahabbah  kalian kepada Allah yaitu kalian akan mendapatkan mahabbah Allah kepada kalian dan ini jauh berharga dan lebih dari yang pertama, yaitu dari hanya sekadar mendapatkan pahala dan ampunan dari-Nya. (Az-Zuhaili, 2005: 224).

M. Quraish Shihab memberikan penjelasan: “Katakanlah, wahai Nabi Agung Muhammad kepada mereka yang merasa mencintai Allah: “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, yakni laksanakan apa yang diperintahkan Allah melalui aku, yaitu beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bertaqwa kepada-Nya. Jika itu kamu laksanakan, maka kamu telah masuk ke pintu gerbang meraih cinta Allah, dan jika kamu memelihara kesinambungan ketaatan kepada-Nya serta meningkatkan pengamalan kewajiban dengan melaksanakan sunnah-sunnah Nabi, niscaya Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu. Semua itu karena Allah Maha Pengampun terhadap siapa pun yang mengikuti Rasul, lagi Maha Penyayang.” (Shihab, 2000, 65).

Muhammad Nasib Ar-Rifa’i memberikan uraian: “Jika kamu menicintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Jadi, kamu akan memperoleh suatu hasil yang ada di balik tuntunan terhadapmu supaya kamu mencintai-Nya, yaitu mencintai Dia kepadamu yang lebih besar dari pada cinta kamu kepada-Nya. Para ahli hikmah mengatakan: “Persoalannya bukan kamu mencintai, namun kamu dicintai.” Kemudian Allah berfirman: “Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Yakni lantaran kamu mengikuti Rasulullahi  Shallallahu ‘alahi wa sallam, maka kamu memperoleh ampunan dan kasih sayang-Nya sebagai berkah kerasulannya.” (Ar-Rifai, 2002: 505).

Dari beberapa pendapat di atas, dengan banyak membaca, khususnya membaca kitab suci Al-Qur’an, maka kita dapat memahami bagaimana agar kita termasuk orang-orang yang dicintai Allah, mendapatkan pahala dan diampuni dosa-dosa kita. Caranya adalah dengan mengikuti dan mencontoh baginda Rasullullahi Shallallahu ‘alahi wa sallam, terutama terkait dengan ibadah harian kita dengan sebuah konsep sederhana mengisi harian kehidupan kita (Sha Dzi BA Sha Amah –   Shalat, Dzikir, Baca Al-Qur’an, Shadaqah, dan mempertahankan akhlak yang baik lagi mulia).

Jadi, intisari dari peranan wahyu pertama kitab suci Al-Qur’an surah Al-‘Alaq/96 ayat 1 sampai 5 adalah perintah banyak membaca, agar dengan membaca itu manusia dapat memahami hakikat tentang kehidupan, apa yang harus dilakukannya dalam mengisi kehidupan sehari-harinya. Tentunya dengan memperbanyak ibadah kepada Allah Subhanahu wa’ta’ala dalam arti yang luas, menyangkut ibadah mahdah dan ghair mahdah, mampu menjalin interaksi yang baik dengan Allah  Subhanahu wa’ta’ala, dengan sesama manusia, bahkan dengan alam semesta. Itulah peranan utama wahyu pertama, membaca dan membaca.

Adapun wahyu Al-Qur’an terakhir turun yang diterima Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam berdasarkan beberapa informasi adalah surah Al-Baqarah/2 ayat 281,

وَٱتَّقُواْ يَوۡمٗا تُرۡجَعُونَ فِيهِ إِلَى ٱللَّهِۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفۡسٖ مَّا كَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ 

Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (Q. S. Al-Baqarah/2: 281).

Jalaluddin As-Suyuthi asy-Syafi’i memberikan informasi dalam karyanya “Al-Itqan fii ‘Ulum Al-Qur’an”: “Ayat 281 surah Al-Baqarah antara turunnya ayat dengan wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam adalah 81 hari berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas. Sedangkan pendapat dari Sa’id bin Jubair turunnya ayat dengan hidupnya  Rasulullahi  Shallallahu ‘alahi wa sallam 9 malam, pada malam Senin Rabi’ul awwal. (As-Suyuthi, 27: TT).

Secara logika ayat di atas memberikan informasi bahwa setelah sempurna ajaran Islam disampaikan oleh Rasulullahi Shallallahu ‘alahi wa sallam pada sat haji wada’ dengan turunnya surah Al-Maidah ayat 3 di Padang Arafah,

ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.

Maka melalui ayat 281 surah Al-Baqarah diingatkan kembali bahwa suatu saat seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah Subhanahu wa’ta’ala melalui pintu gerbang kematian, di mana setiap amal perbuatan manusia akan diberikan balasan maisng-masing semua perbuatannya, sedikit pun tidak ada yang dianiaya atau dirugikan. Hal ini memberikan gambaran agar manusia melalui ayat 281 surah Al-Baqarah, selalu ingat bahwa kematian akan datang, maka perbanyaklah amal-amal kebajikan dan jauhkanlah dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, karena kehidupan akhirat sangat panjang dan kekal abadi. 

Proses Muhasabah

Proses muhasabah yang pertama bagaimana agar setiap umat Islam mampu menata kehidupannya, adanya keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhiratnya, konsisten dan istiqamah dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tidak melupakan kehidupan dunia. Hal ini berdasarkan firman Allah surah Al-Qashash/28: 77,

وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ 

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q. S/ Al-Qashash/28: 77).

Proses muhasabah kedua dengan mempersiapkan dan menyempurnakan ibadah-ibadah utama, yaitu shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an, shadaqah dan mempertahankan akhlak yang baik lagi mulia. Hal ini berdasarkan firman Allah surah Al-Hasyr/59: 18,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ 

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q. S. Al-Hasyr/59: 18).

Demikianlah uraian singkat terkait peranan wahyu pertama dan terakhir diturunkannya kitab suci Al-Qur’an kepada baginda Rasulullahi Shallallahu ‘alahi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui perantaraan malaikat Jibril ‘alahi wassallam , manfaatkan dengan sebaik-baiknya kehadiran kitab suci Al-Qur’an. Jadikan kitab suci Al-Qur’an menjadi bacaan utama harian kehidupan kita, pelajarilah isi kandungannya, kemudian kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari dengan mengikuti dan mencontoh baginda  Rasulullahi Shallallahu ‘alahi wa sallam.



Penulis: Dr. H. Otong Surasman, MA., Dosen Tetap Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta dan merupakan alumni Pesantren Tebuireng.