Kegiatan Ramadan Pesantren Tebuireng berakhir pada Jumat, (29/03/2024). KH. Kafabihi Mahrus (Pengasuh Pesantren Lirboyo) hadir pada Penutupan Pengajian Ramadan 1445 H ini untuk memberikan beberapa nasihat
Kegiatan Ramadan Pesantren Tebuireng berakhir pada Jumat, (29/03/2024). KH. Kafabihi Mahrus (Pengasuh Pesantren Lirboyo) hadir pada Penutupan Pengajian Ramadan 1445 H ini untuk memberikan beberapa nasihat. Foto: Kopiireng

Tebuireng.online– Kegiatan Ramadan Pesantren Tebuireng berakhir pada Jumat, (29/03/2024). KH. Kafabihi Mahrus (Pengasuh Pesantren Lirboyo) hadir pada Penutupan Pengajian Ramadan 1445 H ini untuk memberikan beberapa nasihat. Dalam pertemuan itu beliau juga mengijazahkan hadis musalsal yang berasal dari Syaikh Yasin Al-Fadani. Yakni hadis:

الرَّاحمون يرحَمُهمُ الرحمنُ، ارحموا أهلَ الأرضِ، يرحمْكم مَن في السماءِ

“Barang siapa yang berbelas kasih, maka akan dikasihi oleh Zat Maha Pengasih. Berkasih sayanglah pada makhluk bumi, niscaya akan disayang penduduk langit.”

Lalu beliau mengatakan bahwa hakikat kebahagiaan itu harus dengan ilmu agama. “Kalian mondok di Tebuireng merupakan anugerah dari Allah. Apalagi KH. M. Hasyim Asy’ari merupakan syaikhul masyayikh. Kakek saya KH. Abdul Karim juga alumni Tebuireng, orang tua saya KH. Mahrus Aly juga alumni Tebuireng. Kuncinya di Tebuireng itu ada di makam. Harus sempatkan datang makam beliau.” Begitu kata Buya Kafa.

Menurutnya, KH. M. Hasyim Asy’ari adalah negarawan. Kalau tidak ada beliau Indonesia akan dijajah kembali. Sampai-sampai guna mempertahankan kedaulatan, beliau memanggil paman KH. Kafabih, yakni KH. Abbas Buntet. Termasuk orang tuanya, KH. Mahrus Aly juga dipanggil. Hingga Inggris dengan persenjataan yang lengkap dapat dikalahkan oleh orang Indonesia hanya dalam 100 hari. Beliau seorang ulama’ al-‘amilin, muallif, pendidik, ahli ekonomi , serta masyarakat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pengasuh Lirboyo tersebut juga menceritakan saat Kiai Hasyim berkunjung ke Lirboyo. “Saya ingat orang tua saya KH. Mahrus Aly, ibunya cerita. Jadi KH. M. Hasyim Asy’ari itu mengkritik perayaan Maulidan yang sembrono yang diungkapkan melalui kitab al-Tanbihat al-Wajibat. Di Lirboyo itu kalau perayaan maulid dirayakan dengan tidak karuan, ada tinju, pencak-pencakan, tidak karuan. Ada seorang santri senior yang melaporkan hal itu kepada KH. M. Hasyim Asy’ari, akhirnya beliau datang ke Lirboyo dan membubarkan acara itu,” cerita beliau.

Termasuk jasa kiai Hasyim adalah menikahkan KH. Abdul Karim, sekaligus meminta KH. Abbas Buntet untuk mendampingi KH. Abdul Karim. Karamah KH. M. Hasyim Asy’ari juga itu walaupun kondisi apa saja, pondoknya masih berlangsung.

Buya Kafa, sapaan akrabnya, juga menghimbau agar santri-santri tetap membaca Al-Quran dan Dalail al-Khairat. Karena itu juga yang dilakukan oleh KH. Abdul Karim Lirboyo. Sebab apa yang dilakukan saat ini pasti berbekas suatu saat nanti:

إِنَّا نَحۡنُ نُحۡیِ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَنَكۡتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَـٰرَهُمۡۚ

Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). (Q.S. Surat Yasin: 12)

Pewarta: Yuniar Indra Yahya